Ramadhan 1443 Hijriah
SEJARAH Masjid Kedatukan, Sudah Berusia 137 Tahun, Peninggalan Kerajaan Sunggal
Masjid ini dibangun pada tahun 1885 oleh seorang Raja Sunggal yakni Raja Serba Nyaman atau dikenal luas dengan sebutan Datuk Diraja Badiuzzaman.
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Masjid Kedatukan Sunggal merupakan bangunan masjid bersejarah di Kota Medan.
Masjid ini dibangun pada tahun 1885 oleh seorang Raja Sunggal yakni Raja Serba Nyaman atau dikenal luas dengan sebutan Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti.
Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti merupakan Raja ke VII dari Kerajaan Sunggal.
Baca juga: KISAH Masjid Perjuangan 45 Medan yang Pernah Dibom Inggris dan Menu Spesial Bubur Anyang Pakis

Masjid itu bukan saja simbol perjalanan Islam di Tanah Melayu, namun juga memperlihatkan nilai-nilai perlawanan terhadap kolonialisme terhadap bangsa Belanda kala itu.
Badiuzzaman adalah salah raja yang memimpin perang Sunggal yang terjadi antara 1872 sampai dengan 1895.
Perang itu adalah salah satu perang paling lama yang melibatkan antara kerajaan Sunggal dengan Belanda.
"Sejak awal nama masjid ini adalah Masjid Raya Kedatukan Sunggal yang diresmikan oleh Raja masa itu yakni Satu Badiuzzaman pada tahun 1885. Namun oleh masyarakat luas dikenal dengan nama Masjid Badiuzzaman," ujar Ketua Kenaziran Masjid, Datuk Indra Jaya kepada Tribun Medan, Rabu (6/4/2022)
Masjid Badiuzzaman terletak di Jalan PDAM Sunggal, Kecamatan Sunggal, berdampingan dengan instalasi PDAM Tirtanadi.
Baca juga: 4 Masjid di Medan yang Sediakan Buka Puasa Gratis Selama Ramadan, Ada yang Hadirkan Menu Khas
Di Masjid inilah dahulunya para pejuang dari Kerajaan Sunggal berkumpul dan bermusyawarah untuk melawan penjajahan Belanda.
Masjid ini kata Indra merupakan milik Kedatukan Sunggal yang diresmikan oleh Raja ketika itu yakni Badiuzzaman Surbakti.
"Jadi masjid ini adalah milik Kerajaan Sunggal yang diresmikan oleh Raja Badiuzzaman ketika itu. Dan disinilah tempat berkumpulnya orang orang kerajaan saat itu untuk melawan Belanda," kata dia.
Konon katanya pembangunan masjid Kedatukan Sunggal itu sama dengan pembangunan candi Borobudur yang menggunakan ribuan putih telur sebagai perekat meterial bangunan.
Dari cerita yang turun dari generasi ke generasi itu, Indra menyebutkan, ketika itu, Belanda melarang pengiriman semen ke daerah Sunggal yang tak henti hentinya memberikan perlawanan terhadapnya.
Karena perlawanan itu lah, Badiuzzaman kemudian dihukum dan harus menjalani pengasingan ke Jawa Barat.
Hingga akhir hayatnya, Badiuzzaman tidak pernah kembali ke Kerajaan Sunggal karena tidak ingin menyerah terhadap Belanda.