Laut China Selatan

Indonesia Tak Takut Hadapi China di Kawasan Laut Natuna Utara

Meski Indonesia secara tegas membantah klaim China, namun militer Xi Jinping tak gentar mondar-mandir di perairan Natuna.

Editor: AbdiTumanggor
puspen tni
Peresmian kapal selam terbaru TNI AL KRI Alugoro-405 

Klaim yang tumpang tindih ini telah menimbulkan ketegangan, meskipun Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 menemukan sembilan garis putus-putus tidak memiliki dasar hukum, dalam sebuah kasus yang dibawa oleh Filipina.

Pada tahun 2017, Indonesia menamai perairan di utara pulau itu sebagai Laut Natuna Utara untuk melawan ambisi teritorial China.

Dan meskipun Indonesia bukan penuntut dalam sengketa Laut China Selatan antara China dan beberapa negara Asia Tenggara, namun Indonesia telah “dengan cepat mengeraskan” Natuna dengan instalasi militer, kata Ridzwan Rahmat, analis pertahanan utama di penerbit militer Janes.

Termasuk fasilitas pembangunan kapal selam, dermaga yang dapat menampung kapal perang yang lebih besar seperti kapal serbu amfibi dan fregat, dan pangkalan untuk pesawat militer seperti helikopter Apache dan Sukhoi.

“Selama lima tahun terakhir, saya belum pernah melihat pulau di Asia Tenggara yang dimiliterisasi secepat di Kepulauan Natuna,” kata Ridzwan.

Ini adalah tanggapan Indonesia terhadap pengerahan “aset besar — ​​aset militer (dan) penjaga pantai — China — ke perairan yang diklaim oleh Jakarta sebagai bagian dari ZEE-nya”.

Kapal perusak China Lanzhou (depan) berada dalam jarak yang amat dekat dengan kapal perusak AS USS Decatur. Kapal perang AS saat itu melaksanakan operasi di kawasan Laut China Selatan
Kapal perusak China Lanzhou (depan) berada dalam jarak yang amat dekat dengan kapal perusak AS USS Decatur. Kapal perang AS saat itu melaksanakan operasi di kawasan Laut China Selatan.

Minta Hentikan Pengeboran Minyak

Tahun lalu, ketegangan memanas ketika China dilaporkan meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di rig lepas pantai sementara.

Jawaban Indonesia, menurut seorang anggota parlemen Indonesia yang diwawancarai oleh Reuters, adalah bahwa mereka tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak berdaulat.

Kedua negara merahasiakan kejadian itu, tetapi Reuters melaporkan bahwa selama empat bulan berikutnya dari sekitar 30 Juni, kapal-kapal China dan Indonesia saling membayangi di sekitar ladang minyak dan gas.

Dalam hal ini bahwa China meminta Indonesia menghentikan eksplorasi pengeboran minyak dan gas di Natuna, kawasan yang diklaim Beijing merupakan teritorinya di Laut China Selatan, perlu ditanggapi dengan serius, kata pengamat dan pakar hukum laut, dikutip dari BBC.

Indonesia juga perlu bersiap namun tak perlu takut menghadapi manuver pertama China ini karena aktivitas yang dilakukan di wilayah lepas pantai di Natuna utara berada dalam wilayah hak berdaulat berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB. Artinya, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.

Protes China ini pertama dilaporkan kantor berita Reuters mengutip empat sumber terkait isu Laut China selatan ini.

Dalam surat protes itu disebutkan China meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas di Natuna karena Beijing mengklaim bahwa ekslporasi dilakukan di wilayah China.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan tidak "memiliki informasi atas apa yang diberitakan sebagai komunikasi diplomatik" tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved