Enam Tahun Jadi Tersangka, Eks Dirjen di Kementan Akhirnya Ditahan KPK, Ini Kasusnya

Hasanuddin merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Kementan TA 2013.

Kompas.com
Hasanuddin Ibrahim alias Odeng semasa menjabat Dirjen Hortikulutura Kementerian Pertanian. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Hasanuddin Ibrahim, Jumat (20/5/2022).

Eks Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementan itu, sebelumnya sejak tahun 2016 telah berstatus sebagai tersangka.

Hasanuddin merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Kementan Tahun Anggaran 2013.

"Ini merupakan komitmen nyata KPK untuk menyelesaikan setiap tunggakan perkara agar penegakan hukum tindak pidana korupsi dilaksanakan secara tuntas dan para pihak terkait segera mendapatkan kepastian hukum," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (20/5/2022).

Baca juga: DESAK Permintaan Maaf Atas Pendeportasian Ustaz Abdul Somad, Ormas Islam Geruduk Konjen Singapura

Dalam perkara ini, ada dua tersangka lain yang turut ditetapkan yakni PPK di Ditjen Hortikultura Kementan Eko Mardiyanto, dan Dirut PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno.

Untuk Eko Mardiyanto dan Sutrisno, perkara mereka sudah lebih dulu berkekuatan hukum tetap.

Konstruksi Perkara Perkara ini, jelas Karyoto, bermula saat Eko Mardiyanto mengadakan rapat pembahasan bersama Hasanuddin Ibrahim yang kala itu masih menjabat sebagai Dirjen Hortikultura sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA), pada medio 2012.

Beberapa hal yang dibahas di antaranya terkait anggaran dan pelaksanaan proyek lelang pengadaan fasilitas sarana budidaya mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan TA 2013.

Dalam rapat itu, diduga Hasanuddin Ibrahim memerintahkan untuk mengarahkan dan mengondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold dan memenangkan PT HNW sebagai distributornya.

Selama proses pengadaan berjalan, diduga Hasanuddin Ibrahim aktif memantau proses pelaksanaan lelang, di antaranya dengan memerintahkan Eko Mardiyanto untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P TA 2012 turun.

Selain itu, Hasanuddin Ibrahim diduga memerintahkan beberapa stafnya untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp 3,5 miliar, menjadi 255 ton dengan nilai Rp 18,6 miliar.

"Di mana perubahan nilai tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah," kata Karyoto.

Bahkan, Hasanuddin Ibrahim melibatkan adiknya, Ahmad Nasser Ibrahim, yang merupakan karyawan freelance di PT HNW untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.

Selanjutnya, setelah pagu anggaran pengadaan disetujui senilai Rp 18,6 miliar, proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh Hasanuddin Ibrahim kemudian memenangkan PT HNW sebagai pemenang lelang.

"Atas perintah HI, Eko Mardiyanto selaku PPK menandatangani berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk syarat pembayaran lunas ke PT HNW, di mana faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100 persen," terangnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved