Karo
WARGA Desa Pertibi Lama Tolak Solusi Dari Pemkab Karo Terkait Persoalan LUT
Adapun dua opsi atau solusi yang diberikan oleh Pemkab ialah, pemberian lahan pengganti sepuas 30 hektar.
Penulis: Muhammad Nasrul | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, KARO - Masyarakat Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek, menolak solusi yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo.
Diketahui, solusi tersebut terkait penyelesaian pengadaan Lahan Usaha Tani (LUT) bagi masyarakat relokasi tahap III yang sebagian lahannya diklaim oleh masyarakat Desa Pertibi Lama.
Salah satu perwakilan masyarakat Kaberma Munte, menjelaskan jika dari sosialisasi beberapa waktu lalu pihaknya sudah melakukan musyawarah bersama semua masyarakat.
Baca juga: Polres Karo Kamseltibcarlantas Jalur Wisata Titik Rawan di Karo
"Dari dua poin solusi yang diberikan Pemkab Karo, kami sudah berunding dengan hasil kami menolak alternatif yang diberikan kepada kami," Ucap Kaberma.
Adapun dua opsi atau solusi yang diberikan oleh Pemkab ialah, pemberian lahan pengganti sepuas 30 hektare.
Namun, lahan tersebut diberikan untuk kepentingan desa dan bukan menjadi hak milik. Selain itu, total lahan tersebut juga akan dibagi untuk tiga desa lainnya di sekitar Desa Pertibi Lama.
Yang kedua, Pemkab Karo juga memberikan solusi berupa pengadaan hutan kemasyarakatan atau hutan sosial.
Di mana, nantinya Pemkab akan memfasilitasi ke kementerian agar bisa dikelola oleh masyarakat. Selain itu, nantinya akses jalan akan dibuka oleh Pemkab Karo untuk mempermudah masyarakat.
Diketahui, Pemkab Karo menawarkan dua solusi kepada masyarakat Desa Pertibi lama agar bisa melepaskan lahan seluas 260 hektar yang sudah masuk ke dalam wilayah LUT.
Untuk luas lahan yang telah ditentukan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk relokasi tahap III, seluas 480 hektar.
Baca juga: Forkopimda Karo Laksanakan Upacara Hari Kebangkitan Nasional
Dikatakan Kaberma, penolakan ini didasari beberapa alasan yang dipegang oleh masyarakat.
Di antaranya, masyarakat mempertahankan nilai-nilai amanah leluhur, kemudian mempertahankan nilai-nilai sejarah yang terdapat di lahan yang sudah dikelola oleh masyarakat seluas 260 hektar.
"Penolakan ini juga karena lahan seluas 260 hektar ini sudah dikelola oleh masyarakat oleh 514 kepala keluarga. Yang digunakan untuk perladangan dan usaha masyarakat sejak tahun 2003," Katanya.
Di tempat serupa, salah satu perwakilan masyarakat lainnya Jasmin Girsang juga mengungkapkan jika masyarakat sudah menolak solusi ini sejak kemarin.
Dikatakan Jasmin, penolakan ini bukan hanya keputusan dari pihak pemerintah desa saja, melainkan keputusan bersama seluruh masyarakat.