Brigadir J Ditembak Mati

RUMAH Pribadi Ferdy Sambo Didatangi Brimob, Mantan Kadiv Propam Itu Dikabarkan Tersangka

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan mengumumkan para tersangka baru kasus pembunuhan Brigadir Nofriasnyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J

Editor: AbdiTumanggor
HO / Tribun Medan
Sejumlah polisi dari Divisi Propam Polri mendatangi kediaman pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (9/8/2022) sekitar pukul 15.20 WIB. 

TRIBUN-MEDAN.COM -  Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan mengumumkan para tersangka baru kasus pembunuhan Brigadir Nofriasnyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Selasa (9/8/2022) sore.

Adapun sejumlah fakta terkait menunggu pengumuman tersangka baru ini, rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo didatangi sejumlah Brimob, Inafis dan Propam.

Sudah satu jam para petugas di dua lokasi rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy tersebut.

Mereka terpantau langsung berjaga di lokasi dan terlihat sebagian besar dari tim Propam menggunakan sarung tangan latex berwarna biru.

Tak lama berselang anggota kepolisian langsung memasang garis polisi di depan rumah pribadi Irjen pol Ferdy Sambo.

Terlihat ada setidaknya tiga kendaraan taktis (rantis) yang digunakan oleh Brimob saat tiba di rumah pribadi Irjen pol Ferdy Sambo.

Hingga saat ini belum ada keterangan lebih detail terkait dengan kedatangan para anggota polisi di rumah pribadi Irjen pol Ferdy Sambo ini.

Sejauh ini terlihat para anggota masih berjaga di lokasi dengan menggunakan senjata laras panjang.

Di sisi lain LPSK telah menyambangi rumah pribadi Ferdy Sambo, dan telah bertemu istri Ferdy Sambo. Namun, pihak LPSK menyatakan, belum bisa mendapatkan keterangan dari Putri terkait dugaan kasus pelecehan seksual tersebut, karena kondisinya masih trauma berat. Selanjutnya Baca juga: Jelang Pengumuman Tersangka Baru, Brimob Bersenjata Lengkap Datangi Rumah Ferdy Sambo

Bharada Diperintahkan Atasannya Diduga Ferdy Sambo

Pengacara Bharada E, Deolipa Yumara membenarkan kesaksian bahwa kliennya melihat Irjen Ferdy Sambo memegang senjata di samping jasad Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Bharada E mengatakan kesaksian itu sudah dituangkan ke Berita Acara Pemeriksaan (BAP)."Iya seperti itu," kata Deolipa dalam tayangan Kompas TV Petang, Minggu.

Pengacara Bharada E yang lain, M. Burhanuddin mengatakan kliennya sudah beberapa kali di-BAP, baik sebagai saksi atau tersangka.

Menurut dia, ada perbedaan keterangan antara BAP terdahulu dengan yang terbaru. Kata dia, dalam peristiwa tewasnya Brigadir J, kliennya hanya berada di tempat dan waktu yang salah.

Dia mengatakan Bharada E hanya bawahan yang menuruti perintah atasan. "Dalam BAP sudah diungkap secara terang kejadian yang sebenarnya," kata Burhanuddin.

Dalam keterangannya, Bharada E menyatakan bahwa ia turun dari lantai atas saat mendengar keributan di ruang tamu.

Saat berada di tangga, dia melihat Ferdy Sambo memegang pistol. Di dekatnya, Brigadir J sudah terkapar bersimbah darah.

Tak Bisa Menolak Perintah Atasan

Kemudian, Deolipa Yumara, menjelaskan alasan kenapa kliennya tidak menolak saat diperintahkan atasannya untuk menembak Brigadir J.

Menurut dia, di kepolisian, Bharada E sebagai bawahan harus patuh terhadap perintah atasannya. "Ya namanya kepolisian, dia harus patuh perintah sama atasan. Kita juga kalau jadi karyawan patuh perintah sama pimpinan kita kan, sama sajalah," ujar Deolipa, Senin (8/8/2022).

Deolipa menjelaskan, aturan bahwa bawahan harus patuh terhadap atasan tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol).

Dalam aturan itu disebutkan, di kepolisian, bawahan bekerja atas perintah atasan. "Ada peraturan kepolisian yang bekerja dari bawahan menerima perintah dari atasan," ucapnya.

Pengacara Bharada E lainnya, Muhammad Boerhanuddin, sebelumnya menyebutkan bahwa atasan langsung dari Bharada E ada di lokasi kejadian saat Brigadir J tewas ditembak. "Ada di lokasi memang," ujar Boerhanuddin, Senin (8/8/2022).

Boerhanuddin ogah menjelaskan secara gamblang siapa atasan Bharada E yang dimaksud. Namun yang pasti, kata Boerhanuddin, atasan itu adalah atasan di mana Bharada E bertugas. "Atasannya kan kita sudah bisa reka-reka siapa atasannya. Atasan kedinasan di tempat lokasinya," tuturnya.

Boerhanuddin mengatakan, Bharada E mendapat tekanan untuk menembak Brigadir J. Dia kembali enggan menyebutkan nama dari atasan Bharada E.

"Iya betul (ada perintah). Disuruh tembak. 'Tembak, tembak, tembak'. Begitu," ucap Boerhanuddin terkait perintah atasannya kepada kliennya.

Dapat tekanan untuk pengakuan bohong

Deolipa Yumara menjelaskan, bukan tanpa sebab kliennya itu membuat pengakuan bohong selama pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak yang bertugas.

Melainkan karena ada tekanan dari luar yang mengharuskan Bharada E untuk mengikuti skenario yang telah dibuat oleh atasan.

Lebih lanjut, Deolipa juga menjelaskan bahwa Bharada E situasinya dalam tekanan. Oleh karena itu, kliennya tersebut tak berani mengungkapkan kebenaran.

Namun setelah berkonsultasi dengan Kuasa Hukum barunya, Deolipa Yumara, Bharada E akhirnya berani mengakui keterangan yang selama ini ternyata banyak yang bohong. Selengkapnya Baca: Bharada E Kini Merasa Lega, Berdoa dan Minta Ampun Sama Tuhan, Sempat Tertekan Dipaksa Ikut Skenario

"Salah satunya disampaikan skenario tembak-menembak, Bharada E karena bela paksa, ditembak oleh Brigadir J, kemudian dia membelas. Itu salah satunya, ternyata tidak begitu kejadiannya," kata Deolipa.

Selain itu, Deolipa juga menjelaskan bahwa sebenarnya Bharada E memang bukan polisi yang mahir dalam menembak.

“Yang kedua Bharada E dibilang jago tembak, enggak begitu juga kejadiannya. Jadi banyak hal yang tidak konsisten, ya, kalau kejahatan ya begitu, tidak konsisten kalau ditutup-tutupi,” jelasnya.

Anggap Bharada E "Pahlawan"

Sementara, Pengacara Bharada E lainnya, Hervan D. Merukh mengatakan dalam acara Indonesia Lawyers Club, bahwa Bharada E dianggap sebagai "pahlawan". Kenapa? alasannya karena dirinya mendapatkan informasi, apabila pada saat kejadian tidak ada Bharada E, maka yang lain akan kehilangan nyawa juga.

"Jadi kita dapat informasi, jika tidak ada Bharada E di saat itu, mungkin yang lain itu nyawanya bisa hilang juga. Jadi Bharada E itu dianggap pada saat itu sebagai pahlawan lah," kata Hervan D. Merukh di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Minggu (7/8/2022).

Tapi Hervan menegaskan; "Biarlah penyidik punya pendapat sendiri, dan bukan ranahnya kami pada saat ini proses peyelidikan untuk mendapat itu. Nanti ada prosesnya lagi di pengadilan dan kita akan sampaikan bukti adanya, dan kami berharap dari keterangan saksi adanya kesesuaian dengan yang sudah disampaikan klien kami ke penyidik".

Hervan berharap fakta ini bisa mengungkap bahwa Bharada E di sana tidaklah seperti yang kita bayangkan, yang artinya di sana ada pembunuhan berencana, ada pembunuhan dengan niat jahat atau sengaja dan sebagainya.

Senjata Brigadir J digunakan atasan untuk menembak tembok

Sebelumnya, pengacara lain Bharada E, Muhammad Boerhanuddin mengungkapkan pernyataan kliennya bahwa senjata Brigadir J pada saat insiden berdarah terjadi digunakn oleh ´sang atasan´ untuk menembak tembok rumah Irjen Ferdy Sambo biar seolah-olah terjadi baku tembak yang menjadi penyebab kematian Brigadir Yosua.

Burhanuddin mengatakan bahwa proyektil peluru di TKP kasus Brigadir J hanyalah sebuah alibi, termasuk dengan bekas tembakan yang terdapat di dinding rumah dinas seolah terjadi baku tembak. Namun, ia tidak menjelaskan lebih detail berapa jumlah peluru yang ditembakkan ke tembok dan tubuh Brigadir j.

Bharada E Menembak Brigadir J setelah Sudah Mati atau Masih Hidup?

Sebelumnya, mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Purnawirawan Susno Duadji dalam siaran Kompas TV sempat menjelaskan status  Bharada E. Pertanyaan Susno Duadji, apakah Bharada menembak Brigadir J setelah sudah jadi mayat atau setengah mati (sudah terkapar)? 

Menurut Susno Duadji, jika Bharada E menembak Brigadir j yang sudah dalam keadaan mati, maka Bharada E disebutnya bukan pembunuhan. "Logikanya karena pembunuhan itu dilakukan terhadap orang yang hidup. Tidak mungkin melakukan pembunuhan terhadap mayat," ujarnya.

"Maka, jika Bharada E ini disebut menembak Brigadir J yang kondisinya sudah dalam keadaan mati terlebih dahulu, kemungkinan bisa bebas di persidangan,"ujarnya.

Mungkinkah pelanggaran Etik yang disangkakan ke Ferdy Sambo bisa berubah menjadi unsur pidana, terkait kematian Brigadir Yoshua?

Dikutip dari Kompas TV, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais TNI), Soleman Ponto menjelaskan soal pemeriksaan Ferdy Sambo.

Menurutnya, seharusnya Ferdy Sambo diputuskan dulu soal pidananya baru masuk ke pelanggaran etik. "Bagaimana memutuskan pelanggaran etik sedangkan pidananya aja belum ada?"tanya dia heran.

Menurutnya, pelanggaran etik itu di bawah peraturan kapolri (Perkap) atau peraturan pemerintah. Sedangkan pidana itu menurut Undang-undang. Maka sebaikanya Ferdy Sambo diselesaikan dulu soal dugaan pidananya baru masuk ke etik. "Kenapa tidak langsung dipidana?" pungkasnya.

Soleman Ponto menduga ada sesuatu hal yang masih ditutup-tutupi dalam kasus kematian Brigadir Yosua tersebut.

Mantan KABAIS TNI, Soleman Ponto: Polisi Lawan Mafia di Rumah Polisi

Sebelumnya, melalui channel Youtube Refly Harun, Soleman Ponto mengatakan bahwa tewasnya Brigadir J bukan lagi Polisi tembak Polisi, tetapi Polisi lawan mafia.

Hal itu dikatakan Ponto menanggapi beredarnya kebohongan dan hilangnya barang bukti serta alibi yang sengaja dibuat. "Polisi melawan Mafia, bukan lagi polisi lawan polisi di rumah polisi," kata Soleman Ponto, Senin (8/8/2022). 

Ia menyebut beberapa alasan adanya indikasi mafia dalam peristiwa tewasnya Brigadir J di rumah Ferdy Sambo.  "Setelah membunuh orang, TKP dibersihkan. Lalu barang bukti dihilangkan, TKP 3 hari dibersihkan," jelas Ponto. 

Ia juga mengakui belum adanya barang bukti seperti baju terakhir yang dipakai Brigadir J, HP, senjata yang dipakai untuk menembak, serta CCTV.

Soleman juga mengatakan bahwa adanya alibi Ferdy Sambo sedang PCR di luar, sebagai alibi yang disiapkan layaknya proses kerja mafia. "Mereka membuat alibi, bapak Sambo PCR di luar rumah. Lalu ada berita bohong, Kompolnas mengatakan adanya tembak-menembak, karena bela diri, lalu Bharada E disebut ahli tembak. Ada juga cerita menembak dari atas tangga makanya dia tidak kena," papar Ponto. 

Padahal Polisi bilang itu bukan bela diri, sehingga pernyataan bela diri yang diungkap ke publik sebagai berita bohong. Dikatakan juga bahwa Bharada E ahli menembak, padahal LPSK bilang bukan ahli, bahkan pistolnya baru diberikan bulan November 2021. Lalu katanya tembakan mengenai sasaran karena posisi lebih tinggi, dari atas tangga. Tapi Komnas HAM merilis bahwa saat ada tembakan ada yang bersembunyi di balik kulkas.

Jadi pada peristiwa tersebut jelas tidak ada bela diri, tak ada tembak-menembak mungkin malah ditembak.  Bharada E bukan jago tembak, juga bukan ajudan, tapi sopir. "Jadi 4 persyaratan mafia terpenuhi, makanya kita harus membantu Polisi membersihkan mafia dalam tubuh Polisi," kata Ponto. 

Menanggapi unggahan tersebut pengacara Brigadir J meminta Panglima TNI untuk membantu menyelesaikan kasus di Kepolisian.  "Mohon kepada yth. Panglima TNI untuk melibatkan TNI AD, TNI AL & TNI AU untuk membantu Polri guna melawan Mafia itu," kata Kamaruddin Simanjuntak.

Baca juga: MANTAN Kepala Badan Intelijen Strategis (KABAIS) TNI: Polisi Lawan Mafia di Rumah Polisi

(*/tribun-medan.com/ kompas.tv/ tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved