Update Kasus Pembunuhan Brigadir J
Ultimatum Keluarga Brigadir J tak Ditanggapi, Kini Polri DIdesak Jadikan Putri Candrawathi Tersangka
Pihak keluarga Brigadir Yosua Hutabarat atau Briagdir J menganggap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo tidak mengindahkan ultimatum yang dilayangkan
Irjen Ferdy Sambo terus mengucapkan hal yang dusta kepada penyidik, Komnas HAM, dan LPSK.
Tampaknya, TIm Khusus bentukan Kapolri sulit mengungkap maksud dari Ferdy Sambo merencakan pembunuhan ke Brigadir Yosua Hutabarat, ajudannya.
Awalnya, Ferdy Sambo berbohong mengatakan istrinya dilecehkan di Rumah Dinasnya di Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat 8 Juli 2022. Ternyata pengakuannya tidak benar.
Lalu, Ferdy Sambo kembali berbohong dengan mengatakan istrinya dilecehkan Brigadir Yosua Hutabarat di rumahnya di Magelang pada 7 Juli 2022 saat dia sudah lebih dulu pulang ke Jakarta.
Tapi, secara fakta, Timsus tidak temukan adanya tindak pidana pelecehan yang dilakukan Birgadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Timsus pun telah menyatakan laporan tentang pelecehan sepenuhnya tidak benar. Sehingga, laporan ini telah gugur.
Lalu, apa motif di balik pembunuhan ini?
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengaku sudah tidak percaya lagi dengan perkataan Ferdy Sambo.
Ini dikatakan Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM, menerangkannya dalam dialog Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin (15/8/2022).
"Paling pokok ada dua hal yang diakui, pertama bahwa dia yang merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J, dengan alasan pribadi," ujar Damanik, membeberkan proses pemeriksaan Sambo.
"Tapi kemudian keterangannya diubah, semula dia katakan di Duren Tiga, sekarang dia bilang itu terjadi di Magelang," ujarnya.
"Pengakuan kedua", lanjut Damanik, "Terkait obstruction of justice (perbuatan menghalangi proses hukum-red), ia yang mengatur semuanya dan ia yang bertanggungjawab, serta siap menghadapi semua itu di pengadilan," kata ketua Komnas HAM.
Damanik lantas mengurai ketidakpercayaannya kepada pengakuan Sambo.
Perintah kepada Bharada E untuk menembak, dan adanya lima tembakan, dianggap masih perlu pembuktian lebih lanjut.
"Kan kita belum sepenuhnya percaya itu, makanya nanti (hari ini-red) ada olah TKP bersama Mabes Polri, diundur dari pagi jadi sore," ucap Damanik.
Ada pun saat ini Komnas HAM juga masih menunggu hasil autopsi ulang, untuk memastikan beberapa hal.
"Misalnya soal peluru, apakah itu satu jenis yang sama. Kalau bukan satu jenis yang sama, berarti kan bukan satu senjata, bukan satu pelakunya," kata Damanik.
Menurutnya, penyelidikan kasus ini perlu diperhatikan secara saksama, agar ada "fair trial" di mana pihak yang melakukan satu perbuatan hukum tertentu, harus menanggung hukumannya.
"Tapi jangan sampai juga, ada orang yang harus menanggung lebih dari itu, misalnya kan, dari awal saya punya konsen, sengaja saya pancing soal Bharada E," kata Ketua Komnas HAM itu.
"Janganlah dia menjadi tumbal dari semua ini, padahal sangat dimungkinkan ada pelaku-pelaku lain yang bahkan, lebih tinggi perannya dibandingkan dia," kata Taufan Damanik.
Mahfud MD Minta Polri Cepat Bertindak
Kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi tantangan buat pemerintah untuk menimbulkan lagi kepercayaan masyarakat, khususnya terhadap Polri.
Sudah lebih dari sebulan, kasus kematian Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo belum rampung.
Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo belum membuka secara terang benderang motif pembunuhan. Lalu, baru empat oreng yang baru ditetapkan tersangka, yakni Ferdy Sambo sebagai otak pembunuhan, Bharada Eliezer selaku penembak, Bripka Ricky Rizal sebagai penembak, dan Kuwat Maruf (ART) ikut membantu.
Berdasarkan keterangan Mabes Polri sudah ada 36 anggota Polri yang diperiksa diduga ikut menyusun skenario palsu.
Mereka mencoba menutup-nutupi kronologis sebenarnya kematian Brigadir Yosua.
Anggota Polri yang diperiksa yakni mulai dari tamtama hingga perwira tinggi.
Selain anggota polisi, istri Irjen Ferdy Sambo juga belum ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, ia turut memberi laporan palsu ke polisi. Awalnya, ia mengaku menjadi korban pelecehan dari Brigadir Yosua, namun kenyataannya tidak ditemukan unsur pelecehan.
Polisi menyatakan kasus ini sebagai tindak pidana pembunuhan berencana yang menjerat ferdy sambo dengan ancaman hukuman mati. Namun, apakah hukum tetap tajam kepada seorang jenderal?
Menanggapi ini, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan kepada Polri untuk bertindak cepat dan terang benderang dengan kasus kematian Brigadir Yosua.
Ia menilai kasus ini dapat menganggu roda pemerintahan, sehingga sangat penting untuk diungkap secara terang-benderang.
Bahkan, menurutnya bila terus berlarut-larut, maka negara bisa hancur.
"Sangat penting. Karena menyangkut kepercayaan masyarakat. Kalau ada orang mati dugaannya Polri. Kalau tak dibuka terang benderang, negara ini akan hancur,"ujar Mahfud MD yang dikutip dari video KompasTV.
Mahfud MD mengatakan begitu banyak satuan kerja (Satker) Polri yang dapat menangani ratusan ribu kasus dengan cepat. Kenapa hanya satu kasus begituu rumit untuk diselesaikan.
"Satker itu ribuan. Ada ratusan ribu pegamanan. Lalu ada satu kasus ini tidak bisa dibuka. Ratusan ribu aja bisa ditangani, ini satu kok gak bisa,"ujarnya.
Mahfud juga mengatakan dengan kejadian ini bisa memperbaiki organisasi Polri. Kapolri bisa memanfaatkan momentum ini dengan melakukan penataan ulang.
"Menurut saya ini proses mempercepat konsolidasi baik. Ini seharusnya jadi momentum menata kembali. Isu-isu yang berkeliaran bisa dijernihkan. Polisi dibutuhkan masyarakat. Kalau gak ada polisi, mogok satu jam saja hancur indonesia ini. Penataan managerial aja. Gak sangat urgen dilakukan (reformasi). Ditata kembali. Pak kapolri dan pimpinan Polri masalah apa yang dihadapi,"ujarnya.
Baca juga: LPSK Akhirnya Beberkan CCTV Rekam Pemberian Titipan Amplop dari Irjen Ferdy Sambo, LPSK: Iya Gampang
(*)
Sebagian artikel sudah tayang di tribunnews.com
Ultimatum Keluarga Brigadir J tak Ditanggapi, Kini Polri DIdesak Jadikan Putri Candrawathi Tersangka