Berita Viral
Dosen USU Ini Sebut Masyarakat yang Menolak RKUHP Kurang Literasi
Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi berpendapat, penolakan RKUHP terjadi sebab masyarakat kurang literasi.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan |
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
ANALISIS
Pasal ini bertentangan dengan prinsip hukum hak asasi manusia, khususnya berkaitan dengan doktrin Prinsip-Prinsip Siracusa terkait pembatasan yang memiliki legitimasi, selain pula tak sejalan dengan prinsip perlindungan kebebasan ekspresi terkait dengan kritik terhadap pejabat publik.
Presiden dan Wakil Presiden adalah subjek yang sah untuk dikritik, sehingga hukum-hukum yang melarang kritik pada pejabat publik, misalnya penghinaan perlu dirumuskan dengan tidak melanggar kebebasan berekspresi (UN Human Rights Committee, General comment no. 34, Article 19, Freedoms of opinion and expression, CCPR/C/GC/34, 12 September 2011).
Lihat kasus Soeharto v. Pop Magazine (Rey Hanintyo), 1974 dan kasus Megawati v. Rakyat Merdeka (Supratman), 2003.2
Pasal 219
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
ANALISIS
Sama dengan alasan sebelumnya, pasal ini berpotensi melanggar Prinsip-Prinsip Siracusa, menjelaskan bahwa pembatasan harus dirumuskan secara ketat untuk kepentingan hak yang dilindungi tersebut dan konsisten dengan tujuan ketentuan ICCPR, sehingga pembatasan tersebut tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang dan tanpa alasan yang sah.
Bagi pers, terutama kegiatan jurnalistik yang menggunakan rekaman sebagai salah satu aktivitasnya, termasuk menyebarluaskan dan memberitakan rekaman dalam rangka kegiatan jurnalistik, menjadi potensi dipidana.
Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.