Rusak Hutan Mangrove

Rusak Hutan Mangrove di Kwala Serapuh Langkat, Warga Hadang dan Sandra Operator Ekskavator

warga Desa Kwala Serapuh, Kabupaten Langkat, menghadang dan menyandra operator ekskavator saat hendak dibawa petugas Dinas Kehutanan Sumut.

Rusak Hutan Mangrove di Kwala Serapuh Langkat, Warga Hadang dan Sandra Operator Ekskavator

TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Puluhan warga didominasi emak-emak di Dusun II, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menghadang dan menyandra operator ekskavator saat hendak dibawa petugas Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan UPT KPH Wilayah I Stabat.

Peristiwa ini terjadi pada, Selasa (6/12/2022) sore saat wartawan Tribun Medan meninjau lokasi.

Tampak emak-emak ini menghadang dan memohon agar ekskavator yang telah merusak hutan mangrove agar tidak dibawa.

Sedangkan itu, operator ekskavator tak terlihat lagi setelah wartawan mewawancarai warga dan petugas Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Sebelumnya, ekskavator ini sudah berjalan untuk keluar dari kawasan hutan tersebut.

Namun karena dihadang, operator pun terpaksa memberhentikan ekskavator.

Padahal informasi yang diperoleh, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 8878/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/12/2021, areal di kordinat 4.03720 LU - 98.45420 BT tersebut merupakan kawasan hutan lindung.

Menurut warga, ekskavator yang berada dilokasi hutan lindung ini telah membantu membangun bendungan air yang bermanfaat bagi warga di Dusun II, Desa Kwala Serapuh, untuk .

Nurlela (32) salahseorang warga yang bertempat tinggal di Kecamatan Gebang, Langkat, mengatakan, ekskavator ini sumbangsih yang diberikan oleh salahseorang oknum pengusaha nakal untuk membangun bendungan, agar ketika air pasang tidak masuk ke pemukiman warga.

"Setiap air pasang rumah kami terendam. Ada setinggi mata kaki tingginya air. Kami ini bukan kayak orang kaya itu tidurnya di sofa ataupun di spring bed, ini kami tidur di lantai menggunakan tikar. Benteng (bendungan) kami ini udah pecah, jadi air masuk. Udah ada setahun lebih benteng ini pecah," ujar Nurlela.

Nyatanya amatan wartawan dilokasi, memberi sumbangsih ekskavator untuk membangun bendungan hanyalah modus bagi oknum pengusaha nakal dan tak bertanggung jawab itu, untuk mengalih fungsikan hutan lindung menjadi lahan perkebunan sawit.

Saat disinggung mengapa baru sekarang bendungan diperbaiki, Nurlela menjelaskan jika dirinya dan warga lainnya tidak memiliki biaya untuk memperbaiki bendungan tersebut.

"Masyarakat kecil ini gak adalah yang namanya bisa dipungut biaya untuk masukkan alat berat (ekskavator), jadi kalau ada orang yang mengasih kesempatan gratis kek gini, di sini lah kesempatan kami membikin permohonan supaya benteng (bendungan) kami bagus kembali," ujar Nurlela.

Lanjut Nurlela, awal mula ekskavator tersebut digunakan oleh oknum pengusaha nakal untuk membuat tambak. Namun saat ditanya, apakah tambak tersebut berada di dalam zona hutan lindung, ia ragu untuk menjawabnya.

Malah mengatakan, jika tambak tersebut milik oknum pengusaha nakal bernama Robert.

"Tambaknya di daerah pemukiman warga lah, bukan kawasan hutan lindung. Inikan termasuk pemukiman warga, karena di belakang rumah-rumah ini kebun orang itu (oknum pengusaha)," ujar Nurlela.

Dan Nurlela menegaskan kembali jika ekskavator yang disebut-sebut membuat bendungan, bukanlah telah melakukan pengerusakan hutan mangrove atau kawasan hutan lindung.

"Kami gak tau kepala desa tau apa enggak. Karena sebelumnya kami dimintai tanda tangan oleh pengurus beko (ekskavator), cuma karena orang ini bercerita mau menolong kami dari kebanjiran, diperbaiki lah bendungan. Makanya kami pun mau menandatangani," ujar Nurlela.

Sementara itu, Kasi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Rudolf Bernard Sagala mengatakan, jika lokasi Dusun II, Desa Kwala Serapuh, dalam status kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi.

"Ekskavator Ex 200 tipe Hitachi, dan alat berat ini bekerja dalam status kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi. Setelah kami overlay di SK 579," ujar Rudolf.

Rudolf menambahkan, atas perintah Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, tegas menyatakan, bahwa alat berat ini harus diangkat ke kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

"Ini sudah merusak fungsi daripada kawasan hutan. Sanksinya tergantung dari hasil penyidikan PPNS yang ada di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara," ujar Rudolf.

"Secara peraturan kehutanan, keberadaan ekskavator tidak boleh beraktifitas, kecuali di Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Itupun harus ada hasil daripada krusing. Sementara di Desa Kwala Serapuh, Langkat, tidak ada HPH. Jadi tegas kami katakan, bahwa saat ini memang diperintahkan bapak kepala dinas untuk mengangkat satu unit alat berat ekskavator," sambungnya.

Bahkan dalam kejadian ini, Kepala Desa Kwala Serapuh, maupun aparatur desa tak kunjung datang dilokasi. Kabar yang beredar jika kepala desa sedang melaksanakan bimtek.

Karena hari menjelang malam, dan operator ekskavator disandra oleh warga, wartawan pun meninggalkan lokasi. Sementara petugas Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan UPT KPH Wilayah I Stabat, bermalam di kantor desa.

Dan pada Rabu (7/12/2022) hari ini, petugas berencana mencari operator lain untuk membawa ekskavator keluar dari lokasi Dusun II, Desa Kwala Serapuh, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

(cr23/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved