Brigadir J Ditembak Mati
Berbeda dengan Ahli Psikologi, Aktivis Perempuan Ini Malah Nilai Putri Bukan Korban Pemerkosaan
Aktivis Perempuan Ratna Batara Munti menilai Putri Candrawathi melakukan hal tidak lazim dalam pengakuannya sebagai korban pemerkosaan.
TRIBUN-MEDAN.COM - Aktivis Perempuan Ratna Batara Munti menilai Putri Candrawathi melakukan hal tidak lazim dalam pengakuannya sebagai korban pemerkosaan.
Ratna mengatakan, berdasarkan banyaknya pengalaman mendampingi korban pemerkosaan, sangat tidak mungkin korban pemerkosaan ingin bertemu dengan pelakunya.
Hal tersebut disampaikan Ratna Batara Munti yang juga sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum API Jawa Barat dalam Sapa Indonesia Pagi, KOMPAS TV, Rabu (21/12/2022).
“Enggak sesuai dengan realitas pengalaman korban,” ucap Ratna Batara Munti.
Apalagi, kata Ratna, Putri Candrawathi mengaku mengalami pemerkosaan yang konteksnya berbeda dengan pelecehan seksual.
“Jadi, enggak ada tuh korban abis diperkosa dia mau ketemu sama pelakunya itu, bahkan kita menghindari ya pertemuan dengan pelaku di dalam upaya penyidik untuk misalnya mengkonfrontir pelaku dengan korban itu biasanya kita pendamping menolak ya,” ujar Ratna.
Menurut Ratna, lazimnya korban pemerkosaan menghindari pelaku karena mengalami kekerasan seksual dan fisik hingga ancaman.
“Karena lazimnya korban itu, apalagi perkosaan ya, ada paksaan, secara ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan yang kalau kita lihat di pasal 89 itu kan terkait dengan kekerasan fisik ya,” kata Ratna.
“Makanya penyidik mengutamakan itu visum et repertum ya untuk membuktikan unsur delik dari pasal 285 itu, yaitu penggunaan kekerasan dan paksaan,” ucapnya.
Dalam kasus Putri Candrawathi, Ratna pun mengaku heran istri ferdy sambo bisa dengan mudah keluar laporan polisinya.
Mengingat, kata Ratna, sepanjang pendampingan yang dilakukannya kepada korban pemerkosaan, laporan dapat disetujui jika ada visum et repertum.
”Makanya saya heran waktu dia melapor ke Polres Jaksel, lalu langsung dapat LP-nya yang bagi kami di lapangan sebenarnya sulit ya, kita harus beradu dulu dengan penyidik bawah ini tuh benar adalah korban dan harus keluar laporan polisinya, ini kan dia cepat ya,” kata Ratna.
Dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Yosua, Putri Candrawathi keukeuh mengatakan dirinya mengalami pelecehan seksual di Magelang.
Tak hanya mengalami pelecehan seksual atau perkosaan, Putri Candrawathi juga menyampaikan dirinya dibanting 3 kali oleh Yosua.
Dalam narasi yang dibangunnya, Putri Candrawathi juga membeberkan Yosua melakukan pengancaman kepada dirinya.
Namun, Putri Candrawathi tidak melakukan visum untuk memperkuat keterangannya soal peristiwa pemerkosaan yang diklaimnya.
Ia bahkan baru menceritakan kepada suaminya atau Ferdy Sambo, satu hari kemudian setelah dugaan peristiwa itu terjadi di Magelang.
Cerita itu mengacu pada sejumlah keterangan saksi-saksi dalam sidang pembunuhan berencana Yosua dan membuat Ferdy Sambo menangis hingga emosi. Sehingga mengakibatkan Yosua tewas di rumah dinas Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Setelah Yosua tewas, Ferdy Sambo baru membuat laporan dugaan pelecehan seksual dengan tempat kejadian peristiwa di Duren Tiga. Ia mengatasnamakan istrinya dengan terlapor Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah tewas. Tapi belakangan, laporan itu dihentikan karena ternyata bagian dari skenario bohong Ferdy Sambo.
Keterangan Kredibel Menurut Ahli Psikologi Forensik
Sementara, Ahli psikologi forensik yang sebelumnya ditunjuk Polda Metro Jaya, Reni Kusumowardhani menyimpulkan kekerasaan seksual yang dialami Putri Candrawathi di Magelang bersesuaian dengan indikator keterangan yang kredibel.
Hal tersebut disampaikan Reni Kusumowardhani dalam keterangannya di dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rabu (21/12/2022).
"Di dalam laporan kami ada satu kesimpulan yang berbunyi bahwa keterangan Ibu Putri Candrawati terkait dengan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya di Magelang, yang menurutnya dialaminya di Magelang, itu bersesuaian dengan indikator keterangan yang kredibel,” kata Reni Kusumowardhani.
Menurut Reni Kusumowardhani, kesimpulan itu diambil menyesuaikan dengan proses kredibilitas asesmen yang di dalam risetnya ada 7 indikator untuk memutuskan atau menyimpulkan kredibel atau tidak kredibel.
“Pada keterangan Ibu Putri memenuhi ketujuhnya. Jadi yang pertama ada detail informasi yang cukup kaya tentang apa yang terjadi dan kemudian juga ada verifiability of detail, akurasinya ini bisa bersesuaian, karena ada situasi-situasi yang mendukung yang kemudian juga diinformasikan oleh pihak yang lain,” kata Reni Kusumowardhani.
“Jadi pada waktu itu dari Ricky, dari saudara Richard mengatakan dapat telepon Ibu menangis pada saat yang bersesuaian,” ujarnya.
Selain dari keterangan Ricky dan Richard, Reni Kusumowardhani juga mengatakan Susi mendengar Putri Candrawathi menangis hingga suara pintu kaca (kamar Putri Candrawathi) dibuka dan ditutup kembali.
“Kemudian ada informasi dari Pak Kuat bahwa Yosua celingukkan dan itu timing-nya jika kita coba di dalam sirkumstansial evidence itu saling berkesinambungan, relevan, dan konsisten,” ujar Reni Kusumowardhani.
Kemudian, lanjut Reni Kusumowardhani, ada juga informasi dari Putri Candrawathi yang memenuhi detail dan bisa dibuktikan dari keterangan yang lain.
“Alur dari apa yang disampaikan itu bisa terjelaskan secara teoritis termasuk mengenai relasi kuasa di dalam konstruksi gender. Oleh karena itu simpulan kami bersesuaian dengan kriteria keterangan kredibel,” ujarnya.
“Dan di dalam rekomendasi kami, kami menyarankan di situ ini relevan untuk didalami, untuk ditindaklanjuti,” ucapnya.
Pakar Krimolonogi: Pertahankan Isu Pelecehan Seksual untuk Cari Keringanan Hukum
Sementara, Pakar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai penasihat hukum ferdy sambo dan Putri Candrawathi mencari celah keringanan hukuman dengan cara mempertahankan isu pelecehan seksual. Pernyataan itu disampaikan Pakar Kriminologi Universitas Indonesia Adrianus Meliala dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (21/12/2022).
“Ini memang menjadi satu strategi dari PH terdakwa untuk mencari celah, mencari keringanan, mungkin tidak bisa menjadikan hilangnya pasal 340 misalnya, tapi dari 340 KUHP menjadi 338 KUHP,” ucap Adrianus Meliala.
“Dan juga dalam konteks berat sanksinya nanti misalnya, ada beda antara FS, PC dan yang lain-lain, jadi itu adalah semacam strategi yang memang berbasis pada faktanya,” tambahnya.
Selain itu, Adrianus Meliala menduga pelecehan seksual yang diakui Putri Candrawathi terjadi pada dirinya memang fakta. Sehingga itu segaris dengan sikap Ferdy Sambo yang menyebut tewasnya Yosua karena akibat perbuatannya sendiri.
“Faktanya memang begitu, saya kira itu yang memang perlu juga ditekankan dan soal itu juga lalu kemudian juga menjadi inline dengan konsistennya FS dalam hak ini, berkali-kali mengatakan bahwa semua ini akibat dari pada perbuatan J pada awalnya,” ujarnya.
Dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Yosua, Putri Candrawathi keukeuh mengatakan dirinya mengalami pelecehan seksual di Magelang.
Tak hanya mengalami pelecehan seksual atau perkosaan, Putri Candrawathi juga menyampaikan dirinya dibanting 3 kali oleh Yosua.
Dalam narasi yang dibangunnya, Putri Candrawathi juga membeberkan jika Yosua melakukan pengancaman kepada dirinya.
Namun, Putri Candrawathi terhadap peristiwa pemerkosaan yang diklaimnya tidak melakukan visum untuk memperkuat keterangannya.
Ia bahkan baru menceritakan kepada suaminya atau Ferdy Sambo, satu hari kemudian setelah dugaan peristiwa itu terjadi di Magelang.
Cerita itu mengacu pada sejumlah keterangan saksi-saksi dalam sidang pembunuhan berencana Yosua membuat Ferdy Sambo menangis hingga emosi.
Sehingga mengakibatkan Yosua tewas di rumah dinas Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Setelah Yosua tewas, Ferdy Sambo baru membuat laporan dugaan pelecehan seksual dengan tempat kejadian peristiwa di Duren Tiga.
Ia mengatasnamakan istrinya dengan terlapor Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah tewas. Tapi belakangan, laporan itu dihentikan karena ternyata bagian dari skenario bohong Ferdy Sambo.
(*/tribun-medan.com/kompas tv)
