Sidang Ferdy Sambo

HAKIM Tolak Mentah-mentah Permintaan Kubu Ferdy Sambo dan JPU untuk Tunda Sidang hingga Tahun 2023

hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan langsung menolak permintaan JPU agar menunda sidang Ferdy Sambo CS hingga Januari 2023.

HO
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan langsung menolak permintaan JPU agar menunda sidang Ferdy Sambo CS hingga Januari 2023. 

TRIBUN-MEDAN.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang perkara pembunuhan Yosua Hutabarat meminta agar agenda dilajuntkan pada Januari 2023

Namun, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan langsung menolak permintaan JPU agar menunda sidang Ferdy Sambo CS hingga Januari 2023.

Alasan JPU mengajukan permintaan sidang ditunda sebab kondisi kesehatan yang mulai drop bahkan satu persatu di antara mereka mulai tumbang alias jatuh sakit.

Kondisi kesehatan JPU yang mulai tidak stabil dikarenakan sidang kasus pembunuhan Yosua Hutabarat terbilang marathon.

Bahkan sebagian besar dari mereka harus menerima suntikan vitamin setiap pekan agar tetap bisa mengikuti persidangan.

"Izin Bapak, jika diperkenankan ini kita sudah maraton, kami pun satu-satu tumbang-tumbang juga pak tiap hari, tiap minggu disuntik-suntik vitamin gara-gara ini, kalau diperkenankan ditunda Januari tanggal 2 tanggal 1," kata jaksa dalam persidangan, Kamis (22/12/2022).

Baca juga: Anniversary ke 11 Tahun, Artech Electronics Hadirkan Ragam Promo Menarik

Baca juga: VIRAL Tiktokers Ancam Santet Rizky Billar, Tak Takut ke Suami Lesti Kejora: Sampai Gak Bisa Berdiri

Pernyataan jaksa itu juga diamini oleh tim penasihat hukum dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Mereka juga merasa setuju dengan permintaan dari jaksa penuntut umum agar sidang ditunda hingga Januari mendatang.

"Tanggal 3 (Januari)," sahut kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis dalam persidangan.

"Tanggal 3 tidak apa-apa Yang Mulia jika diperkenankan," timpal jaksa.

Akan tetapi, permintaan dari kedua perangkat persidangan itu ditolak oleh majelis hakim Wahyu Iman Santoso.

Hakim Wahyu tetap pada keputusan kalau sidang harus berjalan cepat dan berbiaya ringan.

Oleh karenanya, sidang untuk pemeriksaan saksi atau ahli meringankan dari kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan tetap digelar pada Selasa 27 Desember 2022.

"Terima kasih atas usulan jaksa penuntut umum dan penasihat hukum, majelis berpendapat bahwa sidang ini kembali pada asasnya peradilan cepat, sederhana dan murah, jadwal tetap Selasa," tutup majelis hakim Wahyu Iman Santoso.

Status JC Bharada E Terancam

Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E ditetapkan berstatus justice collaborator (JC) atau saksi pelaku dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Namun dalam kesaksiannya dihadapan hakim, ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Muhammad Mahrus Ali menyatakan, status justice collaborator atau saksi pelaku tidak dapat diberikan kepada tersangka atau pelaku pembunuhan.

Sebagai informasi, Mahrus dihadirkan oleh kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli meringankan dalam sidang, Kamis (22/12/2022).

Mulanya, kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah menanyakan perihal status justice collaborator bagi tersangka kasus pidana pembunuhan.

"Nah, pertanyaan sederhananya, apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 atau Pasal 338 (KUHP)?," tanya Febri.

Kepada Febri, Mahrus menjelaskan soal isi yang tertuang dalam Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban terkait justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu.

Dalam beleid tersebut juga diterangkan soal tindak pidana apa saja yang pelakunya berhak mendapat status justice collaborator.

"Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu. Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak tuh jenisnya tindak pidananya, cuma di situ ada klausul yang umum lagi termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," kata dia.

Adapun tindak pidana tertentu yang dimaksud yakni, tindak pidana kasus pencucian uang, korupsi, narkotika, dan kasus kekerasan seksual yang boleh diberikan status justice collaborator.

Sementara untuk pelaku pembunuhan sejauh ini, kata dia tidak bisa terpenuhi unsur untuk mendapatkan status justice collaborator tersebut.

"Dalam konteks ini maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian apa lagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," kata Mahrus.

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E ditetapkan berstatus justice collaborator atau saksi pelaku.

Dalam menjatuhkan putusan tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan kalau Bharada E memenuhi syarat untuk menjadi saksi pelaku yang bersedia mengungkap kejahatan sesungguhnya.

Adapun persyaratannya yakni, pelaku mau bekerjasama dengan pihak kepolisian dan memberikan keterangan yang jujur selama proses persidangan.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Baca juga: Semarakan Pergantian Malam Tahun Baru, Mikie Funland Berastagi Bakal Sajikan Pertunjukan Lampu

Baca juga: Arif Rachman Ungkap Ferdy Sambo Sempat Perintah Agar Penyidik Polres Jaksel Tak Sebar Isi BAP: Malu

(*)

Berita sudah tayang di tribun-sumsel

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved