In Memoriam Pele

Selamat Jalan Maestro, Salam untuk Diego

Sepak bola kembali kehilangan sosok besar. Pele, legenda sepak bola Brasil, meninggal dunia karena penyakit gagal ginjal kronis dan kanker usus besar.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP/JUAN MABROMATA
LEGENDA - Seorang pengguna telepon selular memotret mural bergambar dua legenda sepak bola dunia Pele dan Maradona di Kota Buenos Aires, Argentina, 9 Desember 2022. Pele meninggal dunia pada usia 82 di Sao Paolo, Brasil, 29 Desember 2022 setelah menjalani perawatan selama empat pekan di rumah sakit karena penyakit gagal ginjal dan kanker usus besar. 

SEPAK bola benar adalah taktik, tapi sepak bola juga kegembiraan. Sepak bola harus dimainkan dengan gembira, karena hanya dengan begitu keindahannya keluar. Keindahan, sekaligus ketajaman. Ginga!

Kalimat ini dari Joao Ramos do Nascimento, alias Dondinho, seorang pesepak bola gagal. Ia sempat merumput untuk dua klub besar Brasil, Atletico Mineiro dan Fluminense, tapi tidak banyak memberi arti hingga kemudian dilego ke Bauru Atletico Clube (AC).

Ia bermain selama enam musim (1946-1952) hingga terpaksa menepi lantaran cedera lutut parah.

Setelah tak lagi jadi pesepakbola, perekonomian keluarga Dondinho terjun bebas. Tanpa bekal pendidikan yang memadai, tanpa kemampuan dan ketrampilan di luar menyepak bola, ia pun hanya bisa mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih kamar kecil di Tres Coracones, kota kecil berjarak hampir 250 km dari Rio De Janeiro.

Lantaran penghasilan yang sangat kecil, istrinya, Celeste Arantes, juga harus ikut banting tulang membantu Dondinho menghidupi keluarga mereka, anak-anak mereka: Edson Arantes do Nascimento, Maria Lucia Nascimento, dan Jair Arantes do Nascimento.

Jungkir balik karier Dondinho yang berakhir mengenaskan, membuat Celeste Arantes tidak menginginkan anak-anak lelakinya menjadi pesepakbola. Celeste bermimpi mereka menjadi pegawai pemerintah, atau insinyur, atau dokter.

Tatkala anak pertama mereka lahir pada 23 Oktober 1940, Celeste memberinya nama ‘Edson’, dari ‘Edison’, nama belakang ilmuwan dan penemu lampu pijar berkebangsaan Amerika Serikat, Thomas Alva Edison. Pertengahan tahun itu, listrik mulai mengalir di Brasil.

Namun siapa bisa membelokkan garis takdir? Seberapa kuat upaya Celeste Arantes menjauhkan Edson dari sepak bola tetap saja gagal. Makin dijauhkan, Edson, yang dipanggil Dico, justru makin dekat ke lapangan hijau.

Dari jalanan, dari lapangan-lapangan tanah merah yang keras dan berdebu, ia merapat ke Bauru AC, klub terakhir ayahnya. Tak berselang lama, dalam usia 15, ia telah di Santos, klub paling elite di Brasil saat itu.

SANTOS - Seorang pengunjung melihat foto Pele saat berkostum Santos yang dipajang di Pele Museum, Santos, Brasil, 27 Desember 2022. Pele meninggal dunia di Sao Paolo, Brasil, pada 29 Desember 2022 setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama empa pekann karena penyakit gagal ginjal dan kanker usus besar.
SANTOS - Seorang pengunjung melihat foto Pele saat berkostum Santos yang dipajang di Pele Museum, Santos, Brasil, 27 Desember 2022. Pele meninggal dunia di Sao Paolo, Brasil, pada 29 Desember 2022 setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama empa pekann karena penyakit gagal ginjal dan kanker usus besar. (AFP/NELSON ALMEIDA)

Perekrutan yang dilakukan Santos meletupkan kegemparan besar. Apalagi, setelah sejumlah surat kabar lokal di Sao Paolo, menuliskan bahwa 'Pele', adalah calon bintang dan berpotensi jadi pemain terbesar dalam sejarah sepak bola.

Dico saat itu memang sudah dipanggil Pele, satu alias yang sebenarnya berangkat dari ejekan. Dalam kolomnya di Guardian, tahun 1996, Pele menulis bahwa 'Pele' dilontarkan kawan-kawannya lantaran ia kerap meneriakkan kalimat 'Ayo, Bile!', 'Penyelamatan yang bagus, Bile!', tiap kali iseng mengisi posisi kiper dalam permainan ecek-ecek di sekolah.

Bile adalah Moacir Barbosa Nascimento, kiper tersial sepanjang masa. Gara-gara kesalahan yang dilakukannya di menit-menit akhir pertandingan final Piala Dunia 1950 (versus), rakyat Brasil mengingat kejadian itu turun-temurun sebagai ‘Tragedi Maracana’.

Bile meninggal dalam kemiskinan tahun 1997, dengan pemakaman yang hanya dihadiri oleh beberapa orang. Istrinya sudah meninggal lebih dulu dan mereka tidak memiliki anak. Seorang kawannya, Teresia Borba, membacakan pesan terakhir Bile yang hanya berupa kalimat singkat: 'Bukan hanya saya yang salah, waktu itu di lapangan kami sebelas orang'.

'Bile' menjadi 'Pele' melulu karena logat Dico ketika meneriakkannya membuat huruf 'B' dan 'I' jadi terdengar mirip 'P' dan 'E'. Ia awalnya tidak suka. Namun lantaran terus-menerus dilontarkan, lama-kelamaan ia terbiasa. Bahkan mulai menikmatinya. Dalam 'Pele: The Autobiography', Pele menyebut alias ini seperti membawa keberuntungan baginya: "Ketika usia saya 15, saya sudah berada di Santos".

Pencapaian yang sungguh gemilang di usia yang masih kelewat belia. Namun justru di sini masalah bermula. Kegagalan di Piala Dunia 1950 dan 1954, membuat sebagian besar petinggi otoritas sepak bola Brasil menginginkan perubahan gaya bermain.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved