Ramadan 1444 H

Dibangun Tahun 1930, Masjid Jamik KH Abdul Karim di Kota Binjai Simpan Banyak Sejarah

Masjid Jamik KH Abdul Karim merupakan salah satu masjid yang bersejarah di Kota Binjai, Sumatera Utara.

|
Tribun Medan/Muhammad Anil Rasyid
Masjid Jamik KH Abdul Karim terletak di Jalan KHA Karim Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai, Sumatera Utara, Rabu (19/4/2023).  

TRIBUN-MEDAN.com, BINJAI - Masjid Jamik KH Abdul Karim merupakan salah satu masjid yang bersejarah di Kota Binjai, Sumatera Utara.

Masjid yang dibangun pada tahun 1930 ini, terletak di Jalan KHA Karim Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai.

Baca juga: Masjid Besar Jami, Jadi Tempat Paling Aman Beribadah Saat Masa Penjajahan Belanda di Dairi

Hal ini pun diungkapkan oleh Bendahara BKM Masjid Jamik KH Abdul Karim, Rencana Muli Sitepu (51) saat ditemui wartawan Tribun Medan, Rabu (19/4/2023).

"Masjid Jamik KH Abdul Karim ini salah satu masjid sejarah di Kota Binjai dan dibangun tahun 1930. Pewakaf pertamanya itu H Matsech yang pengelolaan kenajirannya KH Abdul Karim," ujar Muli.

Lanjut Muli, KH Abdul Karim ialah seorang ulama besar yang berasal dari Banten. 

Amatan wartawan, di sisi halaman masjid tampak terlihat makam dari H Matsech dan istri, KH Abdul Karim dan makam adiknya.

Sedangkan itu, selain makam ada hal lain yang menyita perhatian saat jamaah atau pengunjung mendatangi masjid tertua kedua setelah Masjid Raya Kota Binjai.

Ada sebuah beduk yang digantung, yang di mana beduk ini dibuat bersama dengan dibangunnya Masjid Jamik KH Abdul Karim pada tahun 1930. 

"Beduk di masjid ini juga dibuat pada tahun 1930 saat masjid ini pertama kali bangun. Sedangkan itu, kalau bentuk masjidnya, seperti masjid yang ada di Demak, Banten," ujar Muli. 

Sementara itu, pada bagian tengah bangunan masjid, masih asli seperti pada awalnya dibangun. Ada sedikit perubahan, di mana dulunya bangunan ini terbuat dari papan, sekarang sudah diganti dengan batu. 

"Tapi pintu dan jendela dalamnya atau kaligrafinya masih asli," ujar Muli.

Selama Bulan Suci Ramadan, Muli menambahkan ada beberapa kegiatan rutin, di samping tadarusan, ada juga pembagian takjil. 

Dan pembagian takjil ini terbagi dua, pertama untuk masyarakat sekitar, penarik becak bermotor (betor) yang dibagikan setelah salat Ashar pada setiap harinya. 

"Ada sebanyak 100 orang pertiap harinya yang dibagikan ke masyarakat dan penarik betor," ujar Muli.

Dan yang kedua takjil ini bagi untuk yang berbuka puasa di Masjid Jamik KH Abdul Karim, sebanyak 50 orang setiap harinya.

Di Masjid Jamik KH Abdul Karim juga menyediakan menu khas untuk berbuka, yaitu bubur pedas.

"Menjelang 10 hari terakhir Ramadan ini, ada Itikaf. Ada anak-anak muda di sini, kita siapkan juga menu sahurnya," ujar Muli. 

Baca juga: Masjid Raya Al-Hasanah, Berada di Jantung Kota Pangururan Samosir, Dibangun Tahun 1975

Masjid Jamik KH Abdul Karim memiliki beberapa program bagi masyarakat yang kurang mampu dan bertempat tinggal disekitar masjid. Adapun program tersebut ialah, bagi-bagi beras yang dilaksanakan setiap hari Jumat. 

"Dan kita di sini ada program bagi-bagi beras dan sudah masuk tahun ketujuh. Dan kita ada kerjasama dengan BRI, sekitar 50 KK warga yang kurang mampu, di mana tiap hari Jumat kita bagi 2,5 kilogram beras perorang, jadi satu bulan sekitar 10 kilogram," ujar Muli. 

Tak hanya itu, pada malam takbiran Idul Fitri nanti, di Masjid Jamik KH Abdul Karim akan mengadakan pawai obor yang dilakukan anak-anak remaja. 

"Sebelumnya tidak ada karena Covid-19 kemarin, jadi ini sudah bisa kita mulai lagi. 

"Satu lagi, di sini juga ada pendidikan semacam PAUD. Dan kemarin ada anak-anak yang kurang mampu, kita bagikan sekitar 20 tas beserta alat tulis. Guru-gurunya kita bagikan sembako," sambungnya.

(cr23/tribun-medan.com)

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved