Derap Nusantara

Pemilu 2024 dan Pemilu Medsos

Karena 2024 berada di era digital, maka kebiasaan dan laku digital pun akan mewarnai para peserta Pemilu 2024, termasuk mereka yang memiliki hak pilih

Dok. Antara
Ilustrasi 

Pemilu Medsos

Nah, era pemilu medsos pun akan sangat mewarnai pemilu dan pilkada Indonesia pada 2024.

Riset LSI Denny JA, Januari 2023, melaporkan pengguna media sosial di Indonesia ada top 3 platforms, yakni Facebook (52,5 persen), Instagram (31,1 persen). dan Tiktok (29,4 persen), sedangkan pengguna Twitter hanya 8,3 persen.

Di tingkat dunia, secara demografi, profil pemilih pengguna internet media sosial lebih banyak di kalangan usia 50 tahun ke bawah (79 persen), pria dan wanita lebih banyak wanita (75 persen), lebih banyak penduduk kota (73 persen), pendidikan tinggi (SMA ke atas) 72 persen, dan penghasilan tinggi Rp5 juta sebulan ke atas (72 persen).

Namun, media sosial dalam buku Kesalehan Digital (Penerbit CV Campustaka, 2023, Gramedia Grup) disebut ibarat "dunia tontonan" yang meniadakan lokalitas sehingga semua yang direkam dan diunggah, mendadak menjadi "tontonan" global, meski acaranya berskala lokal.

Yang lebih gawat lagi, ruang-ruang digital yang bersifat "tontonan" itu justru didominasi "panggung" digital dengan tema-tema intoleransi dan SARA yang fokus pada identitas dan anti-perbedaan pendapat, meski perbedaan adalah keniscayaan yang semestinya menjadi rahmat untuk saling mengenal (lii ta'arofu), saling menghormati, dan bukan saling menyalahkan, apalagi saling menghujat/mengutuk.

Makanya, ruang-ruang di panggung digital dengan tema-tema intoleransi dan SARA yang anti-perbedaan pendapat itu justru memudahkan dan membuat penyebaran hoaks dan politik identitas menjadi murah dan cepat. Alasannya juga "ngeri" yakni hoaks dan politik identitas itu akan membantu kemenangan calon pemimpin tertentu di segmen pemilih tertentu pula. Mirip terpilihnya Trump di AS yang sesungguhnya tidak lebih dari hoaks juga, meski dikemas sebagai demokrasi.

Namun, politik identitas dan berita hoaks yang menebarkan kebencian untuk semata-mata merebut kekuasaan harus dicegah sejak dini. Karena, kekuasaan tidak boleh diraih dengan menghancurkan kebersamaan/persatuan.

Ya, Pemilu 2024 yang bakal diramaikan dengan kampanye via medsos pun harus tetap membangun toleransi, menghargai satu sama lain, membangun ukhuwah islamiyah persaudaraan sesama Muslim, membangun ukhuwah wathaniyah sesama anak bangsa dan ukhuwah insaniyah sesama umat manusia, itu dilarang untuk mencaci maki atau menyebarkan berita hoaks.

Selain politikus, peran penting melawan hoaks dan politik identitas juga harus dilakukan secara masif oleh media massa dan publik karena upaya mencegah meluasnya hoaks, berita palsu, dan masifnya politisasi agama (SARA) di ruang publik itu penting untuk melawan "pemilu medsos" yang menghalakan segala cara pada Pemilu 2024.

Secara sederhana, solusi menyikapi "pemilu medsos" yang bisa dilakukan publik/masyarakat sebagaimana dirumuskan penulis dalam buku "Kesalehan Digital", yakni sanad, matan, dan rawi.

Sanad merujuk pada informasi yang memiliki narasumber pertama dan kompeten, sedangkan matan adalah isi yang sahih/akurat, yang dapat merujuk pada tabayun/klarifikasi dalam tiga proses; bersanad, adil/objektif, dan ukhuwah/kebersamaan/positif. Adapun rawi (media penyampai/perawi/sumber media), rujukannya adalah media terverifikasi (badan hukum/Dewan Pers), media terstandar (tim redaksi/UU Pers, UU ITE, UU organisasi profesi, UKW), dan media ber-referensi (berbasis data).

Jadi, kata kunci "kesalehan digital" adalah sanad (narasumber/ kompeten), matan (konten dengan klarifikasi objektif, dan ukhuwah), dan rawi/media (terverifikasi Dewan Pers dan terstandar organisasi profesi pers). Jadi, teknologi boleh maju, tapi karakter juga harus maju. Bukan teknologi yang maju, tapi karakter justru purbakala.

"Jangan menjadikan digital sebagai sumber ilmu utama tapi sebagai media informasi saja, tetap mengaji (belajar/rujukan) ke madrasah (lembaga/yayasan pendidikan/pesantren/sanad)," kata Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri, ulama muda asal Jeddah, Arab Saudi.

(*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved