Mutilasi di Sleman

Pakar Psikologi Menduga Adanya Hubungan Sesama Jenis Dalam Kasus Mutilasi Mahasiswa di Sleman

Perilaku menyimpang dengan disertai dengan kekerasan atau Bondage, Dominance, Submission, Sadism, and Masochism atau yang disingkat BDSM.

|
Editor: Satia
Kompas.com
Terungkap sosok korban mutilasi di Sleman, RTA sempat berkomunikasi dengan ibunya. 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Kepolisian mengungkapkan adanya aktifitas tidak wajar atau menyimpang, dalam kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap RTA, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Di mana, dalam kasus ini pelaku berjumlah dua orang, yakni W dan RD.

Para pelaku, kata Polisi sama-sama mengenal dan tergabung dalam satu komunitas tidak wajar

"Mereka tergabung di sebuah komunitas yang mempunyai aktivitas gak wajar. Mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain. Ini terjadi berlebihan sehingga mengakibatkan korban meninggal," kata Dirreskrimum Polda DIY, Kombes FX Endriadi.

Akan tetapi, pihak kepolisian belum mau menjelaskan secara detail perilaku menyimpang apa yang dilakukan pelaku terhadap korban.

Dikutip Tribun-medan.com dari Tribunnews.com, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menduga aktivitas tak wajar yang dilakukan W, RD, dan RTA adalah perilaku seksual.

Dalam hal ini, kata dia perilaku menyimpang dengan disertai dengan kekerasan atau Bondage, Dominance, Submission, Sadism, and Masochism atau yang disingkat BDSM.

Kendati demikian, Reza menganggap perilaku seksual menyimpang yang dilakukan pelaku dan korban tidak dapat dipidanakan jika disertai dengan persetujuan antara mereka.

"Sayang beribu sayang, hingga kini perilaku seksual sedemikian rupa di Indonesia tidak diposisikan sebagai perbuatan pidana. Memang absurd, dilakukan di luar pernikahan, oleh pasangan sesama jenis kelamin, terpaksa hanya bisa kita hadapi sambil mengelus dada dan berdoa kepada Tuhan agar kita dijauhkan dari kezaliman serupa," kata Reza dalam keterangannya, Rabu (19/7/2023).

Namun, Reza mengatakan ada pengecualian perilaku seksual dapat dipidanakan jika ada tindakan berbahaya yang secara sadar dan sengaja dilakukan.

"Menurut saya, consensual (persetujuan kedua belah pihak) membuat aktivitas seksual mereka bukan persoalan pidana. Tapi perilaku berbahaya yang secara sadar sengaja dilakukan pelaku, betapa pun consensual, adalah pidana."

"Kita tidak boleh setuju (consent) terhadap sesuatu yang ilegal," ujarnya.

Adapun beberapa tindakan berbahaya yang dimaksud seperti cekikan, pukulan hingga setruman saat melakukan perilaku seksual.

Reza pun kembali menegaskan bahwa perilaku seksual yang menjurus ke berbahaya harus dipidanakan.

"Fokus pada perilaku-perilaku yang menyertai persetubuhan tersebut. Semua perilaku tersebut adalah ilegal."

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved