Sumut Terkini

Pemuda Desa Pandiangan Ciptakan Lagu Berjudul Marroha, Resah Aktivitas Tambang di Kampung Halaman

Lagu tersebut diciptakan sebagai bentuk penolakan terhadap perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan.

TRIBUN MEDAN/ALVI
Ciptakan lagu berjudul Marroha, keresahan tentang aktivitas tambang di Kabupaten Dairi.   

TRIBUN-MEDAN.COM, SIDIKALANG - Seorang pemuda, Dobes Sinambela asal dari Desa Pandiangan Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi menciptakan lagu berjudul Marroha.

Lagu tersebut diciptakan sebagai bentuk penolakan terhadap perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan.

Dobes Sinambela mengatakan, lagu Marroha memiliki makna yaitu mengajak semua orang untuk menjaga kampung, supaya tidak dirampas perusahaan perusak lingkungan dan supaya ruang hidup tetap terjaga untuk keberlangsungan hidup dari generasi ke generasi.

"Pembuatan lagu ini terinspirasi, ketika melihat bahwa hadirnya perusahaan di Dairi. Sebelum hadirnya perusahaan itu sudah ada mencoba membuat lagu 2 sampai 3 kali tentang kampung halaman, dan pada akhirnya disampaikan muncul lah lagu marroha Terkait situasi dan kondisi Desa Pandiangan dulu dan sekarang," ujar Dobes.

Dikatakannya, lagu tersebut sebagai bentuk perlawanan dalam melawan perusahaan perusak lingkungan, seperti kasusnya di Dairi melawan tambang Dairi Prima Mineral (PT DPM) yang merupakan tambang timah hitam dan seng dengan system penambangan bawah tanah dan desa pandiangan masuk dalam areal konsesi tambang.

"Saya memandang Desa Pandiangan ketika sudah ada perusak. Dengan adanya perusahaan itu apa tindakan masyarakat? Ada menolak, dan ada yang menerima dan ternyata ada menolak dan masih lebih banyak yang mendukung, " Jelasnya.

"Lewat lagu ini saya ingin mengajak kawan-kawan yang masih punya hati dan akal sehat. Bagaimana kita menyelamatkan ini. Apa nanti kita wariskan untuk anak dan cucu kita? Di generasi saya saja saya sudah khawatir.

Orang bisa saja buta dan tuli, tetapi kalau hati nurani masih hidup dan masih sehat itu masih layak di perjuangkan. Lewat lirik lagu ini saya ingin menyuarakan siapa pun dan dimanapun jangan pernah lupa kampung halaman. Karena bagaimanapun kita berasal dari sana, meskipun kita sudah dikota kita tetap berasal dari desa tersebut," tambahnya.

Sementara itu, Rohani Manalu, Koordinator Advokasi dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) mengatakan bahwa sangat bersyukur atas lagu yang sudah dibuat, karena hal ini juga satu advokasi berbasis bukti, melihat bahwa perusahaan yang hadir berpotensi merusak ruang hidup yang  memilki areal konsesi seluas 24.636 ha.

"Jika melihat dari lokasinya Dairi tidak layak ditambang, karena berada di patahan gempa dengan skala resiko tinggi di dunia, AMDAL PT DPM sendiri mengakui sumber patahan gempa hanya berjarak 15 KM dari pusat tambang. Tambang DPM juga mengkapling sumber air sekitar 9500 jiwa, yang berada di  7 desa, 1 kelurahan," ungkap Rohani.

Lanjut Rohani, menurut Badan Pusat Statistik Dairi tahun 2020, PDRB Kabupaten Dairi sebesar 42 persen, atau aktivitas ekonomi banyak disokong dan didukung sektor pertanian.

"Banyak tanaman unggulan seperti durian, duku, jagung, padi dan yang lainnya, mayoritas warga atau sebesar 83 persen penduduk hidup bergantung pada sektor pertanian bukan tambang, dengan demikian Dairi tidak butuh tambang. Tapi lagi-lagi pejabat pusat berpikir dengan mendatangkan investor daerah kita maju," Sebutnya.

Rohani pun khawatir Dairi menjadi akan menjadi Lapindo kedua yang membuat semua aspek kehidupan warga hilang dan lenyap selamanya.

Ditambahkan Thomson H.S yang merupakan seorang pegiat seni mengatakan pemilik lingkungan harus bersikap terhadap keselamatan lingkungan karena hal ini akan kita wariskan dari generasi ke generasi.

"Lagu ini salah satu merupakan bentuk sikap dari pencipta dan penyanyi lagu terhadap lingkungan.  Lagu Marroha merupakan salah satu seni yang digunakan terkait kehadiran tambang PT DPM, seperti yang kita lihat bahwa tambang hanya untuk urusan ekonomi tanpa berpikir keberlanjutan lingkungan," kata Thomson.

Dikatakannya, manusia tidak makan dari seng dan timah hitam namun dari lingkungan alam yang bagus.

"Hadirnya tambang yang cenderung mengganggu simbiosis, makhluk lain juga bisa terganggu yang memberikan nafas keindahan," katanya.

(Cr7/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved