Viral Medsos

Profil Bupati Maluku Tenggara M Thaher Nikahi Wanita Kafe yang Dirudapaksa, Padahal Istrinya Cantik

Sosok Bupati Maluku Tenggara (Matra) M Thaher Hanubun tengah menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus dugaan rudapaksa atau pelecehan seksual.

|
Editor: AbdiTumanggor
HO / Tribun Medan
Kolase Foto Bupati Maluku Tenggara (Maltra) M Thaher Hanubun dan istri Eva Eliya Hanubun. (istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Sosok Bupati Maluku Tenggara (Matra) M Thaher Hanubun tengah menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus dugaan rudapaksa terhadap gadis muda inisial TSA berusia 21 tahun. Namun, korban malah dinikahi oleh sang Bupati M Thaher Hanubun.

Pernikahan ini dilakukan setelah korban sempat melaporkan Bupati M Thaher Hanubun ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Maluku pada Jumat, 1 September 2023 lalu. Laporan dugaan rudapaksa tercatat dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

Korban, wanita TSA (21) merupakan karyawati di salah satu kafe.

Informasinya, TSA sudah sempat dimintai keterangan di Polda Maluku dan telah menjalani visum di RS Bhayangkara didampingi UPTD PPA Provinsi Maluku. Adapun kejadian tersebut pada April 2023.

Bupati Maluku Tenggara Thaher Hanubun.
Bupati Maluku Tenggara Muhammad Thaher Hanubun. (Kolase)

Lantas, Bagaimanakah sosok Bupati M Thaher Hanubun?

Muhammad Thaher Hanubun merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Maluku pada 2013 dari Fraksi PAN.

Kini, Thaher Hanubun menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara setelah tiga kali ikut bertarung dalam pemilihan bupati dan wakil bupati, namun selalu kalah.

Thaher Hanubun menjabat Bupati Maluku Tenggara sejak 31 Oktober 2018.

M Thaher Hanubun kelahiran Danar Ternate, Maluku Tenggara, pada 3 Agustus 1958.

Diketahui, M Thaher Hanubun memiliki istri bernama Eva Eliya yang saat ini menjadi Bunda Literasi dan sekaligus Ketua TP PKK Kabupaten Maluku Tenggara.

Sebelumnya, M Thaher Hanubuan profesi sebagai guru di salah satu SMA di Jakarta dan terjun ke politik menjadi anggota DPRD Maluku Tenggara 2013.

M Thaher Hanubuan berpasangan dengan Petrus Beruatwarin yang didukung empat partai, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dalam Pilkada tahun 2018.

Muncul kontroversi hingga dilakukan pemungutan suara ulang 

Saat pilkada 2018, Panwaslu Kabupaten Maluku Tenggara menemukan pelanggaran berupa tidak ditandatanginya daftar hadir pemilih oleh pemilih di 2 TPS.

Panwaslu kemudian mengeluarkan rekomendasi pada 27 Juni 2018 untuk TPS 1 Desa Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil Barat dan pada 29 Juni 2018 untuk TPS 14 Kelurahan Ohoijang-Watdek, Kecamatan Kei Kecil. KPU Kabupaten Maluku Tenggara menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) pada 1 Juli 2018 di 2 TPS tersebut.

Gugatan ke Mahkamah Konstitusi

Hasil pleno KPU Kabupaten Maluku Tenggara tentang rekapitulasi suara dalam Pilakda Maluku Tenggara 2018 digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam permohonannya, Paslon lain meminta MK untuk membatalkan hasil pleno tersebut dan mendiskualifikasi paslon M Thaher Hanubuan dan Petrus Beruatwarin.

Hal itu karena diduga telah terjadi kecurangan berupa penambahan suara fiktif yang menguntungkan paslon tersebut.

MK kemudian menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima karena paslon lain dinilai tidak memiliki kedudukan hukum terkait dengan persyaratan jumlah minimal selisih suara antar-paslon.

Amar putusan yang dibacakan MK pada 10 Agustus 2018 sekaligus memperkuat kemenangan Muhammad Thaher Hanubun dan Petrus Beruatwarin dalam Pilkada Maluku Tenggara 2018.

Baca juga: VIRAL Bupati Dilaporkan karena Kasus Rudapaksa, Kini Justru Nikahi Korbannya, Dikecam Menteri PPPA

Kasus dugaan rudapaksa atau pelecehan seksual yang diduga dilakukan Bupati M Thaher  Hanubuan menjadi sorotan Komnas Perempuan dan Menteri PPPA

Diberitakan sebelumnya, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengecam cara terduga pelaku rudapaksa, oknum Bupati, yang menikahi korban. Hal itu merupakan modus oknum Bupati untuk melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum.

"Modus kawin atau pernikahan seringkali ditemukan sebagai cara terlapor melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum," ungkapnya.

Mengutip TribunAmbon.com, modus seperti itu sangat dikenali. Bahkan, dalam UU PTSK pasal 10 secara tertulis menegaskan, gelagat ini sebagai bagian dari tindak pemaksaan perkawinan.

Ia menambahkan, jika kepolisian tak menemukan ada indikasi yang kuat untuk menghindari proses hukum, maka pihak berwajib bisa menggunakan pasal pemaksaan perkawinan tersebut.

“Terdapat pasal pemaksaan perkawinan dalam UU TPSK. Jika ada indikasi, kepolisian bisa menggunakan pasal itu. Apalagi tindak pemaksaan bukan delik aduan,” lanjutnya.

Pihaknya pun mendorong kepolisian untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh serta melihat adanya kemungkinan pemaksaan perkawinan.

“Kita mendorong kepolisian memeriksa laporan pertama dan melihat upaya pemaksaan perkawinan. Jika ada, harus diperiksa lebih lanjut,” pungkasnya.

Baca juga: HARTA KEKAYAAN Bupati Nikahi Wanita yang Diperkosa, Uang Maharnya Rp 1 Miliar Diantar Kontraktor

Polda Maluku: Pelapor Menarik Laporan

Sementara, Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat mengatakan, pihaknya telah menerima surat penarikan laporan pada Rabu (6/9/2023), kurang dari sepekan setelah laporan dilayangkan pada Jumat (1/9/2023) lalu.

"Hari Rabu (5/9/2023) penyidik menerima surat dari pelapor yang isinya pelapor menarik kembali laporannya dan tidak menghendaki proses lebih lanjut dengan alasan menerima kenyataan ini sebagai musibah dan ingin ketenangan," katanya.

Meski laporan dicabut, pihak kepolisian tetap melanjutkan proses hukum karena TPKS tak bisa diselesaikan di luar pengadilan. Namun, Roem mengaku, pihaknya banyak mengalami kendala dari pelapor.

"Sejak kasus ini dilaporkan, setiap hari penyidik mendatangi kediaman pelapor untuk melakukan pendampingan, namun pernah ditolak oleh orangtua pelapor dengan alasan pelapor ingin ketenangan," katanya.

Mengutip TribunAmbon.com, kini pihak kepolisian tak mengetahui di mana keberadaan keluarga dan korban.

"Hari Sabtu (9/9/2023) penyidik mendatangi kediaman pelapor, namun pelapor dan orang tua pelapor sudah tidak ada, keterangan dari salah satu keluarga yang menjaga rumah tersebut bahwa pelapor dan kedua orangtuanya sudah ke Jawa," tandasnya.

Sosok M Thaher Hanubun Bupati Maluku, Terjerat Kasus Dugaan Rudapaksa dan Nikahi Korban
Sosok M Thaher Hanubun Bupati Maluku, Terjerat Kasus Dugaan Rudapaksa dan Nikahi Korban (HO)

Komentar Menteri PPPA

Di sisi lain, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendesak kasus ini bisa diusut tuntas.

Karena, dalam UU TPKS, kekerasan seksual merupakan murni tindakan pidana dan tidak mengenal istilah restorative justice.

Pihaknya juga mengapresiasi kinerja polisi karena masih melanjutkan penanganan karena TPKS tak bisa diselesaikan di luar pengadilan.

"Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku sebagai pejabat publik di Maluku Tenggara, adalah murni tindakan pidana," tegas Bintang, dikutip dari laman Kementerian PPPA.

Ia menambahkan, dalam UU TPKS, tak memungkinkan adanya proses damai.

"UU TPKS tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku. Kami mendukung penuh atas kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku. Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya," ucap Bintang.

Ia menambahkan, UU TPKS ada sebagai bukti bahwa negara serius dalam melindungi korban kekerasan seksual.

"UU TPKS hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak. Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat," tegas dia.

Baca juga: HARTA KEKAYAAN Bupati Nikahi Wanita yang Diperkosa, Uang Maharnya Rp 1 Miliar Diantar Kontraktor

Viral di media sosial

Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial seorang perempuan berusia 21 tahun melaporkan Bupati Maluku Tenggara, M Thaher Hanubun ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Maluku pada Jumat, 1 September 2023 lalu.

Laporan dugaan rudapaksa tercatat dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

M Thaher Hanubun dilaporkan ke polisi lantaran terjerat kasus dugaan rudapaksa terhadap perempuan berinisial TA.

Namun, kini Bupati Thaher Hanubun dikabarkan telah menikahi korbannya.

Hal tersebut diungkapkan oleh pendamping korban, Othe Patty.

"Iya hari Jumat kemarin," ujar Othe seperti yang diwartakan TribunAmbon.com.

Ia mengatakan, mahar yang diberikan cukup fantastis, yakni Rp1 miliar.

"Maharnya itu diantar langsung oleh kontraktornya bupati ke Jakarta," lanjut Othe.

Pernikahan siri tersebut dilakukan di Kota Tual, Maluku.

Paman korban pun menjadi wali pernikahan tersebut.

Korban sendiri tak berada di lokasi saat pernikahan berlangsung, melainkan di Jakarta.

Menurut Othe, pernikahan itu menegaskan bahwa orang tua pelapor telah mengikhlaskan anaknya dinikahi, meski sempat melaporkan bupati atas tindak pidana.

Othe meyakini, korban dipaksa untuk menerima lamaran dari Thaher.

Meski begitu, ia masih akan mengawal kasus ini.

"Kami akan kawal terus kasus ini," tandasnya.

Sebagai info, kabar pernikahan ini mulai ramai di media sosial setelah pelapor menarik laporannya dari Polda Maluku.

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak Bupati Maluku Tenggara.

Kecaman dari Berbagai Pihak

Kabar pernikahan antara korban dengan terduga pelaku tersebut pun mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Satu di antaranya komunitas pemerhati perempuan, Ina Mollucas Watch (IMW).

Pihak IMW mengaku geram terkait kabar Thaher Hanubun menikahi korban pelecehan seksual.

Ketua Bidang Advokasi IMW, Hijrah mengatakan, jika kabar pernikahan tersebut benar, maka publik akan merasa kinerja polisi gagal dalam memberikan perlindungan kepada korban.

Padahal, perlindungan korban kekerasan seksual sudah tertulis dalam Pasal 42 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Informasi ini harus segera diklarifikasi kebenarannya oleh pihak Polda Maluku. Dimana saat ini keberadaan korban? Apakah benar korban berada dibawah kendali orang-orang yang punya keterkaitan dengan terduga pelaku? Apakah ada tindakan-tindakan yang menghambat proses hukum?," kata Hijrah seperti yang diberitakan TribunAmbon.com.

Pihaknya juga mempertanyakan kinerja Kapolda Maluku dalam menegakkan UU TPKS dari sisi perlindungan korban.

“Apakah ada main mata dan membiarkan korban dibawah kendali pihak lain?” tanya Hijrah.

Ia menambahkan, jika kepolisian tidak mampu melindungi korban, maka pihak kepolisian wajib mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Sehingga disini kami sedang mengukur kualitas penanganan institusi Polda Maluku dalam menyelidiki kasus ini sesuai ketentuan pasal-pasal yang ada, apakah polisi sebagai penegak hukum takluk dan tunduk ketika menghadapi posisi terduga pelaku yang memiliki jaringan kekuatan dan kekuasaan? Ini harus segera terjawab," tandasnya.

(*/Tribun-medan.com/Tribunnews.com)

Baca juga: Sosok M Thaher Hanubun Bupati Maluku, Terjerat Kasus Dugaan Rudapaksa dan Nikahi Korban

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved