Viral Medsos
SIDANG Korupsi BTS Pertonton Bagi-bagi Uang ke Oknum DPR, BPK, saat DPR Tahan RUU Perampasan Aset
Sidang Korupsi BTS Kominfo Pertonton Bagi-bagi Uang ke Oknum DPR, BPK, Dito, saat DPR RI Tahan Pengesahan UU Perampasan Aset
Sidang Korupsi BTS Kominfo Pertonton Bagi-bagi Uang ke Oknum DPR Komisi I, BPK RI, hingga menyeret nama Menpora Dito, saat DPR RI Tahan Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan anggota DPR RI Akbar Faizal soroti dua hal informasi yang ramai di media sosial belakangan ini.
Kedua hal tersebut menurut Akbar Faizal ialah sidan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo dan diangkatnya putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep jadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Terpilihnya Kaesang Pangarep jadi Ketua Umum PSI ini yang menjadi sorotan dalam pertama pidato politiknya ialah anti korupsi dan sikap partai politik lama.
"2 info besar di media sejak kemarin: Korupsi telanjang BTS yang prosesnya menjijikkan di depan hakim, serta PSI yang sangat anti korupsi sekarang dipimpin Kaesang,"tulis Akbar Faizal melalui akun twitternya (X), Kamis (28/9/2023).
"Parpol lama tak mau UU Perampasan Aset, tapi PSI tuntut disahkan segera. Jadi, anak-anak muda yang benci perilaku korup kini punya pilihan,"jelasnya kemudian.
Tribun-medan.com telah meminta izin terhadap Akbar Faizal untuk mengutip postingannya tersebut, namun belum ada balasan.
Baca juga: DERETAN Kasus Suap Oknum Auditor BPK RI, Terbaru di Kasus Korupsi BTS Kominfo, Ucapan Ahok Terbukti
Bagaimana Nasib UU Perampasan Aset?
Diberitakan sebelumnya, Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menilai ada gelagat tidak suka dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari beberapa pihak yang menyebabkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset tidak kunjung disahkan DPR RI. Padahal, RUU tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Lalola Easter menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul yang mengaku tidak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Hal itu disampaikan Bambang Pacul saat rapat bersama Menko Polhukam Mahfud Md pada Rabu (29/3/2023).
Memang, kata Bambang pacul, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan.
Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Ia mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya.
"Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka nggak jadi (anggota DPR) lagi," kata Bambang diikuti tawa para anggota DPR.
"Sebetulnya dari lama gitu kita bisa menangkap bahwa ada gelagat semacam enggak suka dengan proses-proses penegakan hukum yang seperti OTT atau misalnya pemenjaraan/pemidanaan badan," kata Lalola dikutip dari tayangan YouTube ICW, Senin (3/4/2023).
Lalola menilai, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi langkah penting untuk menanggulangi tindak pidana kejahatan ekonomi, termasuk soal korupsi yang menjamur di Indonesia. Apalagi saat ini, belum ada regulasi yang mampu mengakomodasi lebih efektif untuk menanggulangi tindak pidana korupsi.
"Kalau misal memang bicara soal penegakan hukum tidak terlalu heavy di pemidanaan badan, ya tentu harus dimaksimalisasi pemanfaatan regulasi yang terkait dengan perampasan aset, baik yang sudah ada terutama juga untuk mendorong agar RUU Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan," tutur dia.
Lebih lanjut Lola menilai, Indonesia masih gagap menangani tindak pidana kejahatan ekonomi. Hal ini terlihat dari tren vonis yang dipantau ICW sepanjang tahun 2021. Tercatat pada tahun 2021, tercatat 1.403 terdakwa di bidang kejahatan ekonomi. Namun, pada akhirnya, hanya 12 orang yang diputus menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ia pun meminta fenomena ini tidak biarkan berlarut karena pembahasan RUU Perampasan Aset kembali diundur.
"RUU sudah masuk ke Prolegnas. Tapi jangan karena kelakuan anggota legislatif seperti Bambang Pacul itu kemudian mencederai agenda pemberantasan korupsi yang begitu besar, salah satunya lewat (RUU) Perampasan Aset ini," jelasnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/9/2023).
Presiden Jokowi: Posisinya di DPR RI
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan nasib pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset berada di tangan parlemen. Di mana Surat Presiden tentang Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset juga sudah dikirimkan ke DPR.
"Saya itu sudah mendorong tidak sekali dua kali, sekarang itu posisinya ada di DPR," kata Jokowi di Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).
Sehingga ia meminta kepada masyarakat untuk mendorong pihak DPR untuk melakukan pembahasan. "Masa saya ulang-ulang terus, sudah di DPR sekarang, dorong saja di sana," kata Jokowi.
Sebelumnya pihak Istana juga sudah mengkonfirmasi penyerahan Surpres itu kepada parlemen. "Benar, sudah ditandatangani hari Jumat (5/5/2023) dan langsung diserahkan ke DPR dan sudah diterima pada Jumat. Diterima sekretariat DPR," Kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Begitu juga dengan DPR mengonfirmasi bahwa Surpres tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sudah diterima. "Iya betul DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei. Sekarang ini DPR masih dalam kegiatan reses dan pembukaan masa sidang pada tanggal 16 Mei," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, Senin (8/5/2023).
Namun, nyatanya, hingga saat ini sudah di September 2023, UU Perampasan Aset tersebut tak kunjung disahkan DPR RI.
Sebelumnya diharapkan, melalui RUU Perampasan Aset ini, bisa memperkuat dalam menindak kasus korupsi yang cukup sulit saat ini dan bisa menjadi 'senjata' bagi aparat penegak hukum. Aset-aset hasil tindak pidana bisa langsung dirampas negara saat keputusan hasil tingkat pertama, yaitu pengadilan negeri. Setelah itu, tidak diberikan kewenangan untuk digugat.
"Prinsipnya bisa memotong waktu proses perampasan asetnya, di draf RUU 2015 kalau nggak salah prosesnya final di tingkat pertama saja, enggak bisa dibanding, enggak bisa dikasasi, pokoknya ga ada upaya hukumnya," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Laola Ester Kaban.
Baca juga: Nama-nama dan Peran 11 Tersangka hingga Terdakwa Dalam Kasus Korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Hakim Pernah Perintahkan JPU Jadikan Elvano Hatorangan Tersangka
Bagi-bagi uang korupsi BTS Kominfo
Fakta Baru Kasus Korupsi BTS Kominfo: Nasib Menpora Dito setelah Namanya Disebut-sebut di Persidangan, hingga Adanya Dugaan Aliran Uang Rp 70 Miliar ke Oknum DPR RI dan 40 Miliar ke Oknum BPK RI.
Diberitakan sebelumnya, nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo masih disebut-sebut dalam sidang lanjutan perkara korupsi BTS 4G Bakti Kominfo yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Selasa (26/9/2023).
Adapun nama Dito disebut oleh terdakwa sekaligus Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Irwan menyebut Dito menerima aliran dana sebesar Rp 27 miliar untuk pengamanan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.
Pernyataan Irwan ini disampaikannya ketika Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri bertanya terkait adanya pengeluaran dana yang coba dilakukan untuk menutupi kasus ini ketika masih dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Irwan menyebut Dito adalah orang terakhir yang menerima uang puluhan miliar demi pengamanan kasus korups ini. "Ada lagi pak (yang menerima uang)?" tanya Fahzal dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Ada lagi," tutur Irwan.
"Untuk nutup (kasus korupsi BTS 4G) juga?" tanya hakim lagi.
"Iya," jawab Irwan Hermawan.
Adapun uang Rp 27 miliar itu, kata Irwan, dititipkan oleh seseorang bernama Resi dan Windi agar diberikan kepada Dito.
Namun lantaran Irwan tidak menyampaikan nama lengkap dari orang bernama Dito tersebut, hakim Fahzal pun bertanya siapa nama lengkap orang tersebut.
"Dito apa?" tanya hakim lagi.
"Pada saatnya itu namanya Dito saja," tutur Irwan.
"Dito apa pak? Dito itu macam-macam," tanya hakim lagi.
"Belakangan saya ketahui, Dito Aritoedjo," jawab Irwan.
Menpora Dito Sudah Bantah Terima Uang Proyek BTS 4G Kominfo
Diketahui, pada 3 Juli 2023, Dito menyatakan tidak pernah menerima uang dari salah satu terdakwa kasus BTS 4G Bakti Kominfo.
Bahkan, dirinya mengaku tidak mengenal Irwan Hermawan yang sempat mengungkap juga terkait dugaan aliran uang kepada dirinya.
"Ya yang pasti, kalau yang dari saya baca. Saya kan hari ini hanya membaca apa yang dituding yang ada di suatu media."
"Karena saya sama sekali tidak pernah ketemu, tidak pernah mengenal, apalagi menerima (aliran uang)," tuturnya dikutip dari Kompas.com.
Setelah itu, Dito juga telah diperiksa oleh Kejagung untuk melakukan klarifikasi terkait kasus BTS 4G tersebut.
Pada saat itu, dirinya diperiksa sebagai saksi selama dua jam. Dito pun disebut oleh Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi, dicecar 24 pertanyaan saat diperiksa.
Istri Anang Beli Rumah Seharga Rp 10,7 Miliar dari Hasil Korupsi dan Telah Disita Kejaksaan Agung RI
Terdakwa mantan Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif juga tidak membantah keterangan saksi bahwa istrinya membeli rumah senilai Rp 10,7 miliar. Adapun hal itu disampaikan Anang Latif di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
"Anang ada pertanyaan," tanya hakim di persidangan.
"Tidak ada Yang Mulia," jawab terdakwa.
"Benar itu rumah dibeli istri saudara," tanya hakim.
"Benar Yang Mulia," jawab terdakwa.
"Bagaimana Pak Anang keterangan saksi apakah ada yang saudara bantah," tanya hakim.
"Benar pembayaran terakhir di 10 Maret 2021, tidak ada yang kami bantah," jawab Anang.
Adapun sebelumnya dalam persidangan Anang Achmad Latif disebut membeli rumah Rp 10,7 miliar dicicil 31 kali bayar.
Rumah tersebut saat ini dikatakan telah disita Kejagung.
Adapun hal itu disampaikan saksi Direktur Pengembang Intiland Permadi Indra Yoga saat bersaksi di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
"Luas tanah berapa rumah yang dibeli?" tanya hakim di persidangan.
"Luas tanah 261 m⊃2;, bangunannya 433 m⊃2;," jawab Permadi di persidangan.
"Berapa harga rumahnya," tanya hakim.
"Rp 10,7 miliar sudah termasuk pajak," jawab Permadi.
"Sudah masuk balik nama belum," tanya hakim.
"Belum termasuk, jadi harga jual Rp 9,3 miliar tambah pajak Rp 900 juta, total Rp 10 miliar 700 juta termasuk ppn," jawab Permadi.
"Berapa yang sudah dibayar berapa kali pembayaran," tanya hakim.
"Sudah lunas dari 2018 sampai 2020, 31 pembayaran," jawab Permadi.
Kemudian hakim menanyakan bagaimana status rumah yang dibeli terdakwa Anang Latif tersebut.
"Disita Kejagung Yang Mulia," jawab saksi.
Diduga Sebanyak Rp 40 Miliar Mengalir ke Oknum BPK RI
Di persidangan juga terungkap adanya uang korupsi yang diduga mengalir hingga ke oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Uang hasil korupsi itu diserahkan Windi Purnama atas arahan eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Windi yang merupakan kawan Anang menyerahkan uang tersebut kepada seorang perantara bernama Sadikin.
"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi Purnama dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Total uang yang diserahkan Windi untuk oknum BPK mencapai Rp 40 miliar.
Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai.
"40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," kata Windi.
Saking banyaknya lembaran uang, dia sampai mewadahinya dengan koper besar.
Koper besar berisi uang itu kemudian diserahkannya di parkiran sebuah hotel di Jakarta.
Saat itu dia menyerahkan uang tersebut ditemani supirnya.
Mendengar pengakuan demikian, Hakim Ketua yang memimpin persidangan pun terkaget-kaget. Saking kagetnya, hakim sampai memukul meja.
"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya," ujar Windi.
"Berapa pak?" tanya Hakim Fahzal, memastikan.
"40 miliar," jawab Windi.
"Ya Allah! 40 miliar diserahkan di parkiran?" kata Hakim Fahzal keheranan.
Diduga Mengalir Sebanyak Rp 70 Miliar ke Oknum Komisi I DPR RI
Kawan eks Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang bernama Irwan Hermawan juga membongkar pihak-pihak penerima uang haram terkait proyek pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.
Pihak-pihak penerima diungkap Irwan dalam sidang lanjutan perkara korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, Selasa (26/9/2023).
Satu di antara pihak-pihak yang dimaksud ialah oknum Komisi I DPR.
Uang itu diantarkan ke oknum Komisi I DPR melalui sosok kurir bernama Nistra Yohan atas arahan eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Sosok Nistra Yohan sendiri hingga kini masih menjadi misteri rimbanya. Keberadaannya hingga saat ini masih misterius.
Dirinya diketahui merupakan staf dari anggota Komisi I DPR RI. Namun tak disebutkan siapa sosok oknum anggota dewan di balik penerimaan uang haram ini.
"Belakangan saya tau dari pengacara saya, bahwa beliau orang politik, staf dari anggota DPR RI, staf dari salah satu anggota DPR RI," ujar Irwan Hermawan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada saksi Irwan Hermawan.
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra. Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Materi kesaksian Irwan Hermawan dan Windi Purnama ini kemudian menjadi fakta persidangan atas tiga terdakwa: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Selain mereka bertiga, terkait korupsi BTS ini juga sudah ada tiga terdakwa lain pada perkara split, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Para terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian.
(*/tribun-medan.com/Tribunnews.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Baca juga: Luhut Ultah ke-76 Dihadiri SBY, Prabowo, JK, Hendropriyono hingga Kaesang, Ada Tulisan Rocky Gerung
Baca juga: RESPON Menohok Kubu Ganjar setelah Anies-Cak Imin Diduga Dapat Dukungan dari HRS dan PA 212
Baca juga: Cak Imin Serang Food Estate Gagal, Malah Diskakmat Balik Politisi Partai Pengusungnya
Baca juga: PIRAMID TOBA Setinggi 120 M Ditemukan, Luhut Cek Lokasi, Prof Danny: Sudah Setahun Kami Rahasiakan
Baca juga: Anak Kolonel TNI AU Dianiaya Lalu Dibakar di Pos Spion Ujung Landasan 24 Lanud Halim Perdanakusuma
Baca juga: Sidang Lanjutan Korupsi BTS Kominfo, Hakim Pukul Meja Dengar Uang Mengalir ke Oknum BPK Rp 40 Miliar
Baca juga: FAKTA BARU Kasus Korupsi BTS Kominfo: Nasib Menpora Dito, Uang Rp 70 M ke DPR hingga 40 M ke BPK
Baca juga: Nama-nama dan Peran 11 Tersangka hingga Terdakwa Dalam Kasus Korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Hakim Pernah Perintahkan JPU Jadikan Elvano Hatorangan Tersangka
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.