Sejarah Lahirnya Kabupaten Dairi, Kini Berusia 76 Tahun, 1 Oktober 1947-1 Oktober 2023

Kabupaten Dairi hari ini merayakan HUT ke 76, yakni sejak tanggal 1 Oktober 1947 sampai dengan 1 Oktober 2023

Editor: Jefri Susetio
Istimewa
Kabupaten Dairi hari ini merayakan HUT ke 76, yakni sejak tanggal 1 Oktober 1947 sampai dengan 1 Oktober 2023, Minggu (1/10/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM,SIDIKALANG - Kabupaten Dairi hari ini merayakan HUT ke 76, yakni sejak tanggal 1 Oktober 1947 sampai dengan 1 Oktober 2023, Minggu (1/10/2023).

Selain merayakan HUT ke-76 Kabupaten Dairi, Pemerintah juga menyelenggarakan upacara dalam memperingati hari Kesaktian Pancasila yang juga jatuh pada tanggal 1 Oktober.

Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Dairi, Juliawan Rajagukguk membacakan sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Dairi.

Baca juga: Sejarah Kabupaten Dairi, Hari Ini Genap Berusia 76 Tahun

 

“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan Ketua Umum Jonathan Ompu Tording Sitohang, Ketua I Djauli Manik, Ketua II Noeh Hasibuan, Ketua III Raja Elias Ujung, Sekretaris I Tengku Lahuami, Sekretaris II Gr. Gindo Muhammad Arifin, Bendahara I Mula Batubara, dan Bendahara II St. Stepanus Sianturi,” ucapnya mengawali pembacaanya.

Ia menambahkan, pada agresi militer-1, Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga tidak sedikit masyarakat mengungsi kembali ke Dairi.

Untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadapi perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinand Lumbantobing, selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli dengan suratnya Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1947, menetapkan Keresidenan Tapanuli menjadi 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung.

Hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Dairi.

“Dengan ditetapkannya Dairi menjadi kabupaten, ditunjuklah Paulus Manurung sebagai bupati pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang. Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 Kewedanaan yaitu Kewedanaan Sidikalang, Kewedanaan Simsim, dan Kewedanaan Kampung Karo,” ujarnya.

Lanjut Juliawan, setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali pada pemerintahan sipil.

Dan sebagai kepala pemerintahan Dairi Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaean Massy Maha, yang kemudian digantikan Jonathan Ompu Tording Sitohang pada 10 Desember 1949.

Dia menjelaskan, pada saat itu jumlah kecamatan di Kabupaten Dairi diperkecil dari 12 kecamatan menjadi delapan kecamatan.

Adapun delapan kecamatan yang dimaksud itu, Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tigalingga.

Dan, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silima Pungga-pungga serta Kecamatan Siempat Nempu.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur. Sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung," katanya.

Sejak 1 April 1950, kata Juliawan, delapan kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara.

Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka tokoh masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.

Tahun 1958, terjadi peristiwa pemberontakan PPRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibu kota Tapanuli Utara sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum.

Kemudian, Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan mengambil kebijakan penting dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Provinsi Sumatera Utara.

Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi ditunjuk sebagai pimpinan sementara yakni Nasib Nasution (Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.

Akhirnya, pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku sejak 1 Januari 1964.

Baca juga: Ketua DPRD Dairi Dinilai Pilih Kasih, Audiensi Masyarakat Tolak PT DPM Hanya Disambut Sekwan

 

Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan mengubah Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.

Juliawan menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas delapan kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, dan Kecamatan Siempat Nempu.

“Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan,” tutup Juliawan mengakhiri pembacaannya.

(Cr7/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved