Pilpres 2024

NASIB PDIP Jika Pecat Gibran dan Ditinggal Jokowi Jelang Pemilu 2024: Elektabilitas Bisa Anjlok

Keretakan hubungan Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi perbincangan kalangan masyarakat. 

IST
PDI-P Tak Kasih Sanksi Untuk Jokowi yang Beri Restu Gibran Jadi Cawapres Prabowo. 

TRIBUN-MEDAN.com - Keretakan hubungan Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi perbincangan kalangan masyarakat. 

PDIP sebagai partai terbesar nomor 1 di Indonesia dianggap telah membuat kesalahan jika bermusuhan dengan Joko Widodo. 

Banyak spekulasi yang muncul terkait keretakan hubungan Jokowi dengan Megawati. 

Ada yang beranggapan bahwa permusuhan ini dimulai dari sikap PDIP yang menolak Timnas Israel bertanding di Piala Dunia U20 di Indonesia dan omongan Megawati ke Jokowi.

Omongan Megawati ke Jokowi sempat dianggap menjatuhkan harga diri. Megawati sempat menyebut Jokowi tidak ada apa-apanya jika tanpa PDIP

Ucapan ini diungkap Megawati saat Hari Ulang Tahun PDIP ke 50 tahun pada Januari lalu. 

Megawati mengucapkan kata-kata itu sambil tertawa, sedangkan Jokowi yang juga hadir ikut tertawa. 

Namun, banyak yang menilai dari sinilah sikap Jokowi berubah ke PDIP

Akibat itu, disebut-sebut Jokowi mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024. 

Selain itu, Jokowi juga mempersilakan Projo untuk memberikan dukungan ke Prabowo Subianto bukan ke Ganjar Pranowo. 

Kehadiran Gibran Rakabuming, anaknya, disebur-sebut sebagai bentuk perlawanan Jokowi. 

Gibran juga dengan enteng tidak takut jika diberi sanksi oleh PDIP, bahkan dipecat sekalipun. 

PDIP juga tak memberi sanksi tegas ke Jokowi yang telah memberikan restu ke Gibran untuk menjadi Cawapres Prabowo Subianto.

Lantas bagaimana nasib PDIP tanpa Jokowi? 

Peneliti Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi membeberkan data hasil survei terbaru.

Pada basis pilihan partai, hasil survei menunjukkan bahwa PDIP masih memiliki elektoral tertinggi dibanding partai lain, yakni 25,2 persen.

Menariknya, mayorita responden mengatakan alasan memilih partai banteng moncong putih bukan karena menyukai sosok sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Hanya 2,2 persen responden yang menyatakan menyukai Presiden ke-5 RI itu.

"Yang menarik PDIP, alasan terbesar kedua memilih partai ini, karena faktor Jokowi. Sedangkan yang memilih ibu Mega sebagai ketum partai, itu hanya 2,2 persen. Ini menarik, karena kan hubungan keduanya dianggap sedang tidak baik-baik saja," kata Burhanuddin secara virtual dalam rilis temuan survei nasional bertajuk 'Peta Elektoral Pasca Pengumuman Putusan MK', Kamis (26/10/2023).

Ia pun menganalisis apakah dengan perlakuan PDIP yang dianggap terlalu lunak oleh publik terhadap Gibran, membuat PDIP sadar bahwa memang ada peran Jokowi dalam menaikkan elektabilitas partai, terutama jelang Pemilu 2024.

"Jadi kalau misalnya (Gibran) dikeluarkan dari PDIP, khawatir suara PDIP anjlok, kan ada tesis itu," tuturnya.

Peneliti Indikator Politik lainnya, Hendro Prasetyo juga menyatakan hal yang sama, bahwa sangat mungkin karena faktor Jokowi, PDIP bersikap lunak terhadap Gibran.

"Kalau dilihat dari temuan ini sangat mungkin ya, karena asosiasi pak Jokowi tinggi sekali dengan PDIP, tentu sangat mungkin kalau melihat tren datanya seperti ini," ujar Hendro.

Diketahui, Indikator Politik Indonesia melakukan survei pada 16 sampai 20 Oktober 2023.

Jumlah responden sebanyak 2.567 orang yang tersebar di seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional

Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara yang sudah terlatih. Survei menggunakan metode simple random sampling yang memiliki toleransi kesalahan atau margin of error 1,97 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

PDIP Kecewa Pada Jokowi

PDIP mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Jokowi dan keluarga. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakannya partainya saat ini dalam suasana sedih.

Kata Hasto, partainya menyerahkan sepenuhnya ke Tuhan Yang Maha Kuasa serta rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini.

Apalagi, kata Hasto, ketika DPP PDIP bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur Partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi.

Terlebih, Hasto menyebut bahwa seluruh jajaran DPP PDIP hingga ranting begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga.

"Namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi," ungkap Hasto dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (29/10/2023).

Pada awalnya, Hasto menyebut seluruh kader PDIP hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi.

Baca juga: MUAK Wajahnya Disebut Mirip Fuji, Tissa Biani Berang Fans Tak Punya Akhlak: Fuja Fuji Mulu!

Baca juga: NEKAT Terobos Kamar Pengantin, Wanita Ini Gasak Sumbangan Rp12 Juta, Pura-pura Jadi Tamu

Namun, ternyata hal yang dikhawatirkan benar-benar terjadi.

Di mana, putra sulung Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka maju menjadi Cawapres Prabowo Subianto.

Selain itu, seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari 5 Pilkada dan 2 Pilpres.

"Itu wujud rasa sayang kami. Pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," kata Hasto.

Politikus asal Yogyakarta ini pun mengatakan, PDI Perjuangan percaya bahwa Indonesia ini negeri dimana rakyatnya bertaqwa kepada Tuhan.

"Indonesia negeri spiritual. Di sini moralitas, nilai kebenaran, kesetiaan sangat dikedepankan. Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK," ujarnya.

Ahmad Basarah Sebut Gibran Pembangkang

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyebut Gibran Rakabuming sebagai pembangkang. 

Ucapan Ahmad Basarah ini menuai polemik dari pendukung Jokowi. 

Ahmad Basarah menyebut Gibran sebagai pembangkang karena tidak mengikuti instruksi Megawati untuk mendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai Capres dan Cawapres. 

Ahmad Basarah juga memakai kemeja PDIP berwarna hitam yang disebutnya sebagai tanda nepotisme hidup kembali. 

Hal ini dilakukannya mengkritik putusan MK terkait batasan usia Capres/Cawapres. 

Ahmad Basarah mengatakan bahwa Gibran tidak tegak lurus dengan PDIP

"Dan ketika Mas Gibran kemudian keluar dari skema keputusan yang sudah diambil oleh Ibu Megawati, bahkan mencalonkan diri sebagai cawapres di luar dari garis keputusan partai maka secara konstitusi partai, secara aturan partai dia telah melakukan pembangkangan," katanya, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.

"Di atas hukum ada etika politik, maka ketika Mas Gibran mengambil keputusan keluar dari keputusan politik Pilpres 2024 dengan mencalonkan diri sebagai cawapres secara etika politik bukan hanya kader PDIP Perjuangan bahkan rakyat banyak pun telah menilai Mas Gibran dengan sengaja ingin keluar dan mungkin telah keluar dari keanggotaan PDIP," imbuhnya lagi

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved