Berita Viral

POSISI Gibran Cawapres Tak Tergoyangkan Meski Pamannya Terancam Dipecat, MKMK Tak Bisa Ubah Putusan

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membocorkan hasil pemeriksaan terhadap Ketua MK Anwar Usman.

HO
Ketua MK Anwar Usman dan Gibran Rakabuming. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan telah selesai memeriksa paman Gibran Rakabuming.  

"Informasi rahasia kok sudah pada tahu semua, ini membuktikan ada masalah," katanya.

Dari 21 laporan yang masuk, kata Jimly ada sembilan poin yang utama.

Pertama, pelapor mempermasalahkan hakim yang dinilai punya kepentingan tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.

Dalam perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi ikut memutuskan perkara tersebut.

Putusan itu pun dianggap sarat kepentingan lantaran Gibran adalah keponakannya.

"Jadi yang dipersoalkan saat ini, utamanya itu soal hakim tidak mengundurkan diri, padahal dalam perkara yang (ditangani) dia punya kepentingan, dia punya hubungan keluarga," kata Jimly.

Permasalahan kedua, isu mengenai hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa.

"Ketiga, ada hakim yang menulis dissenting opinion (perbedaan pendapat dalam putusan), tapi bukan mengenai substansi," ujarnya.

"Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh-kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah (urusan) internal," lanjut Jimly.

Permasalahan keempat, isu mengenai adanya hakim yang berbicara masalah internal MK di publik.

Menurut Jimly, hal itu tak boleh karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi MK.

Kelima, pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim.

Keenam, pembentukan MKMK yang dianggap lambat, padahal sudah diperintahkan oleh UU.

"Dewan etik Pak Bintan dulu mantan Dewan Etik, tapi setelah dua tahun terakhir ya sudah nggak ada, mati suri. Jadi nggak dibikin-bikin," tuturnya.

Ketujuh, soal manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan.

Kedelapan, MK dijadikan alat politik, memberi kesempatan kekuatan dari luar menginterfensi ke dalam dengan nada kesengajaan.

Kesembilan, isu mengenai adanya pemberitaan di media yang sangat rinci.

Menurut Jimly, hal ini menjadi masalah internal MK.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved