Wamenkum Tersangka Suap
Sesumbar Sebut IPW Bukan Lawan Imbangnya, Kini Wamenkumham Prof Eddy Hiariej Jadi Tersangka di KPK
Kasus ini awalnya diungkap oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso yang melaporkan Eddy pada bulan Maret tahun 2023 ke KPK.
TRIBUN-MEDAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward Oemar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 7 miliar.
Kasus ini awalnya diungkap oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso yang melaporkan Eddy pada bulan Maret tahun 2023 ke KPK.
"Jadi ini terkait adanya aliran dana sekitar Rp7 miliar,” ucap Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2023).
Sebelumnya, Wamenkumham Prof Eddy Hiariej sempat sesumbar sebut Ketua IPW Sugeng bukan lawan imbangnya. Eddy menuturkan, ada sejumlah alasan mengapa dirinya enggan melawan Sugeng. "Saya tidak akan melapor. Kenapa saya tidak akan melapor? Ada beberapa alasan," kata Eddy, Senin (20/3/2023) lalu.
Prof Eddy Hiariej mengatakan, jika dirinya melaporkan Sugeng berarti masuk dalam sistem peradilan pidana artinya akan masuk ke mode berperang. Menurutnya, Sugeng bukanlah lawan yang seimbang akan hal tersebut. "Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang," ujar Eddy.
IPW menduga aliran dana Rp7 miliar tersebut terkait dengan dua peristiwa. Pertama yaitu permintaan bantuan pengesahan status badan hukum. Dan yang satunya adalah konsultasi mengenai hukum.
Ketua IPW Sugeng menyebut, dugaan aliran dana tersebut bisa diduga sebagai pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, ataupun lainnya. Dia menambahkan, telah membawa empat alat bukti transaksi pengiriman dana atau transfer dan bukti percakapan aplikasi pesan pendek.
Dalam percakapan tersebut menunjukan bahwa Eddy Hiariej memiliki hubungan dengan dua orang tersebut. "Sehingga terkonfirmasi bahwa dana yang masuk ke rekening yang bernama YAR dan YAM adalah terkonfirmasi sebagai orang yang disuruh atau terafiliasi dengan dirinya," ungkap Sugeng.
Sugeng menambahkan, peristiwa pemberian dana tersebut antara April sampai 17 Oktober 2022. "Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi. "Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham. Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus. Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM. Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikemablikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer. Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.