Mahasiswa Tewas di Bali

Ibu Aldi Sahilatua Nababan Histeris Lihat Kondisi Jasad Anaknya, Korban Sempat Hubungi Sang Kakak

Ibu almarhum Aldi Sahilatua Nababan menangis histeris di RS Bhayangkara Medan, begitu melihat anaknya yang tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan.

|
Tribun Medan/Alfiansyah
Ibu dari Aldi Sahilatua Nababan histeris di depan kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Medan, Rabu (22/11/2023). 

Penjelasan Polresta Denpasar

Sementara itu kasus tewasnya mahasiswa atas nama Aldi Sahilatua Nababan (23) di Bali ditanggapi Polresta Denpasar, Bali.

Kepala Seksi Hubungan Masyarakat (Kasi Humas) Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi menjelaskan, awalnya korban yang bernama Aldi Sahilatua Nababan alias ASN (23) itu ditemukan dalam kondisi terlilit tali tampar ikat.

Menurutnya, setelah petugas kepolisian datang ke kamar kos, dibuka dengan bantuan tukang kunci karena terkunci dari dalam.

"Saat ditemukan, korban dalam keadaan terlilit tali tampar ikat di dalam kamar kosnya,” ungkap AKP Sukadi, Rabu (22/11/2023).

Tubuh korban ditemukan tergantung dengan posisi bersandar di pintu kamar. Kedua kakinya menyentuh lantai.

Hidung korban mengeluarkan darah, ada proses pembengkakan, dan kulit mengeluarkan cairan.

“Korban tergantung nyandar di pintu kamar dengan kedua kaki nyentuh lantai."

"Korban sudah mengeluarkan darah dari hidung dan mayat ditemukan proses pembengkakan dan kulit mengeluarkan cairan,” jelasnya.

Dijelaskan AKP Sukadi, penemuan mayat pemuda asal Siborong-borong, Sumatera Utara, itu terjadi pada Sabtu (18/11/2023), sekitar pukul 08.30 Wita.

Korban yang merupakan mahasiswa dari perguruan tinggi swasta (PTS) di Denpasar itu, kata AKP Sukadi, pertama kali ditemukan oleh pemilik kos, Nyoman Risup Artana (43).

Mulanya, Artana curiga dengan kondisi di sekitar kamar korban yang dipenuhi oleh lalat hijau. Artana kemudian mengetuk pintu kamar kos namun tak mendapat respons.

“Nyoman Risup Artana (43) yang curiga terhadap sekitar kamar korban yang dipenuhi dengan lalat hijau dan saksi berusaha mengetuk pintu kamar kos korban tetapi tidak ada respons,” ungkap AKP Sukadi.

Selain itu, Artana melihat darah yang keluar dari bawah pintu kamar kos. Hal tersebut yang membuatnya kemudian melaporkan ke Polsek Kuta Selatan.

AKP Sukadi pun menerangkan, saat penanganan awal oleh polisi, keluarga korban sempat membuat surat pernyataan tidak menyetujui autopsi.

Pihak keluarga, kata Kasi Humas, hanya mengizinkan jenazah mendapat tindakan suntik formalin.

“Pada saat penanganan awal pihak kepolisian, orangtua korban membuat surat pernyataan tidak memberikan persetujuan untuk melakukan autopsi terhadap jenazah dan hanya mengizinkan dilakukan tindakan suntik formalin terhadap korban,” ungkapnya.

Keluarga korban juga dikatakan setuju bahwa jenazah dibawa ke kampung halamannya di Medan, yang tertuang dalam surat pernyataan.

“Serta pengiriman jenazah ke kampung halaman yang dituangkan dalam surat pernyataan dari orangtua korban, juga orangtua korban siap menerima segala bentuk konsekuensi yang akan timbul di kemudian hari,” imbuh AKP Sukadi.

Baca juga: SOSOK Mahasiswa Unsri yang Tega Cekoki Kekasihnya dengan Obat Penggugur Kandungan hingga Meninggal

Namun, setibanya jenazah korban di Medan, orangtua korban justru mencabut surat pernyataan penolakan autopsi jenazah.

AKP Sukadi menerangkan, keluarga korban meminta dilakukan autopsi terhadap korban di RS Bhayangkara Medan.

“Dan saat jenazah korban sampai di Medan, orangtua korban mencabut surat pernyataan penolakan autopsi jenazah korban yang sebelumnya dibuat dan orangtua korban meminta dilakukan autopsi di RS Bhayangkara Medan,” jelas AKP Sukadi.

(cr11/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved