Tribun Wiki

Rekam Jejak Adiguna Sutowo Mertua Dian Sastro, Pengusaha yang Bunuh Pelayan dengan Cara Ditembak

Aduguna Sutowo adalah pengusaha sekaligus mertua aktor Dian Sastro yang pernah lakukan pembunuhan

Editor: Array A Argus
ist
Pengusaha Adiguna Sutowo mertua artis Dian Sastro 

Kemudian, Daniel bersama kawan-kawan di bar tersebut menolong Rudy dengan membawa ke klinik Hotel Hilton International.

"Saksi memberikan keterangan tambahan bahwa lebih kurang lima menit sebelum kejadian, seorang perempuan yang mendampingi pelaku memberitahukan kepada saksi bahwa yang datang bersamanya adalah Adiguna Sutowo, yang punya Hotel Hilton," kata Siregar.

Dalam BAP-nya itu, Daniel selanjutnya menerangkan bahwa perempuan pasangan Adiguna Sutowo itu juga mengatakan kepadanya, merasa takut, karena Adiguna Sutowo membawa senjata api yang ditaruh di dalam tasnya.

Sempat terancam hukuman mati

Tim jaksa yang dipimpin Andi Herman mendakwa secara kumulatif bahwa perbuatan terdakwa Adiguna melanggar Pasal 338 Kitab Undang- undang Hukum Pidana tentang pembunuhan disengaja dengan ancaman maksimal hukuman penjara 15 tahun.

Ayah dari Maulana Indraguna Sutowo itu juga didakwa melanggar Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal dengan ancaman maksimal hukuman mati.

"Pada 1 Januari 2005 sekitar pukul 02.30, Adiguna bersama Vika Dewayani (istri Adiguna), Novia Herdiana alias Tinul, dan Thomas Edward menuju Hotel Hilton International dan menginap di kamar 1564 selepas merayakan malam Tahun Baru di Restoran Dragon Fly Cafe, Jalan Gatot Subroto," kata Andi.

Sekitar pukul 03.10, lanjut Andi, Vika memberi tahu Adiguna agar melihat anaknya yang berada di diskotek Hotel Hilton (Island Bar Fluid Club & Lounge) di lantai dasar.

Kemudian, mereka menuju tempat tersebut.

"Sekitar pukul 04.40, terdakwa dan Tinul menuju Island Bar untuk memesan minuman lychee martini dan vodca tonic," kata Andi.

Selanjutnya, Andi mengatakan bahwa Tinul membayar minuman itu dengan kartu kredit HSBC miliknya senilai Rp 150.000.

Ketika kedua kalinya mereka memesan minuman yang sama, pembayaran dilakukan dengan menggunakan kartu debit BCA milik Adiguna, tetapi ditolak karena mesin edisinya belum ada.

Saat itu kartu debit BCA milik Adiguna diserahkan kembali oleh korban Rudy kepada Tinul.

"Terdakwa lalu marah-marah kepada korban," kata Andi.

Andi mengatakan, Adiguna yang duduk di meja bar saat itu membalikkan badan dan menarik revolver kaliber 22 jenis S&W di pinggangnya.

Kemudian, ia menembakkannya satu kali dan mengenai dahi kanan korban.

SBY buka suara

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sempat juga menanggapi kasus penembakan ini.

Ia memperoleh kesan polisi menutup-nutupi kasus itu.

Di depan wartawan di rumahnya di Cikeas, Bogor, Presiden meminta polisi berlaku transparan dan menangani kasus tersebut secara tuntas.

"Saya menginstruksikan Kepala Polri menegakkan hukum terhadap pelaku penembakan. Tunjukkan transparansi dan akuntabilitas demi keadilan. Kejahatan seperti itu tidak bisa ditolelir. Sekarang ini beredar kabar seolah-olah negara dan penegak hukum tidak tegas. Masyarakat tidak perlu khawatir," kata Presiden.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tjiptono menyatakan, polisi menemukan 19 butir peluru di kamar tempat Adiguna menginap.

Polisi sempat melakukan pengejaran terhadap wanita yang pada saat kejadian berada di bar bersama Adiguna untuk mendapatkan keterangan.

Polisi telah memeriksa empat saksi, dua di antaranya melihat langsung bahwa Adiguna yang melakukan penembakan.

Dari proyektil yang ditemukan bersarang di kepala korban, pelurunya diperkirakan memiliki kaliber 22 milimeter dan ditembakkan dari jenis senjata Revolver.

Adiguna menjadi tersangka karena diduga membunuh Yohanes Brataman Haerudy Natong (28) di Bar Fluid Club di Hotel Hilton, Jakarta Pusat, pada Sabtu dini hari.

Pelayan bar yang baru bekerja satu bulan dan akrab disapa Rudy itu adalah mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Jakarta.

Sejumlah saksi yang berada di Bar Fluid Club pada Sabtu dini hari melihat langsung Adiguna menembak Rudy tepat di pelipis atas kanan.

Penembakan diduga dilakukan dalam jarak dekat.

Adiguna, yang pada saat itu bersama seorang wanita, marah ketika Rudy menyarankan kepada teman wanitanya itu agar menggunakan kartu kredit lain selain BCA Card atau melalui pembayaran tunai.

Adiguna Sutowo saat itu mencabut pistol dan menodongkannya ke pelipis atas kanan Rudy.

Kemudian ia menembakkan senjata apinya hingga mengakibatkan Rudy tewas.

Penembakan dilakukan di tengah alunan musik era 1970-an menyambut malam pergantian tahun.

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/6), menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun bagi terdakwa Adiguna Sutowo dalam perkara penembakan hingga menewaskan Yohanes Brachman Hairudy Natong (28).

Atas putusan yang jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa penjara seumur hidup itu, tim penasihat hukum terdakwa mengajukan banding, sedangkan jaksa pikir-pikir.

"Tuntutan jaksa terlalu berat. Majelis hakim dalam amar putusannya menggunakan perspektif argumentatif, manusiawi, dan proporsional sesuai kadar kesalahan terdakwa," kata Ketua Majelis Hakim Lilik Mulyadi yang didampingi hakim anggota Mulyani dan Agus Subroto.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menetapkan masa penahanan anak dari Ibnu Sutowo tersebut dikurangkan dengan pidana yang dijatuhkan.

Kecuali, saat dirawat di rumah sakit.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan jaksa yang dapat membuktikan dakwaan kesatu dan kedua.

Dakwaan kesatu merupakan pelanggaran Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur pembunuhan disengaja dengan ancaman penjara 15 tahun.

Dakwaan kedua merupakan pelanggaran Pasal 1 Ayat (1) Undang- Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata api dan amunisi tanpa hak dengan ancaman hukuman mati.

"Tuntutan seumur hidup yang disampaikan jaksa itu atas terbuktinya pelanggaran Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati, selain Pasal 338 KUHP. Tetapi, majelis hakim diperbolehkan memilih hukuman lain yang setimpal," kata Lilik.

Menurut Lilik, putusan hukuman setimpal yang dimaksudkan itu diambil dengan tidak menimbulkan disparitas atau kesenjangan terhadap putusan perkara serupa lainnya.

Lilik mencontohkan vonis penjara 15 tahun bagi Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto yang terbukti menyimpan senjata api dan amunisi.

Kemudian Ary Sigit (cucu mantan Presiden Soeharto) yang dihukum penjara satu tahun dalam perkara kepemilikan senjata api ilegal.

Lilik juga mencontohkan perkara terdakwa anggota masyarakat bisa, seperti Mohammad Nur, yang disidangkan di PN Jakarta Pusat dengan pelanggaran Pasal 338 KUHP, dituntut hukuman lima tahun penjara.

"Saryono, juga disidangkan di PN Jakarta Pusat dalam perkara pembunuhan berencana, dituntut enam tahun penjara. Suwardi dalam perkara membawa dan menguasai senjata api ilegal dituntut penjara satu tahun," kata Lilik.

Seusai persidangan, Adiguna Sutowo terlihat terisak menangis saat menyalami ketujuh anggota tim penasihat hukumnya, Mohammad Assegaf dan rekan-rekan.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved