Berita Viral
SOSOK Tomy Winata alias TW Bos Artha Graha Network dan SCBD
Sosok Tomy Winata (TW) bos Artha Graha Network dan Sudirman Central Busines District (SCBD).
3. Dituding Dalangi Sejumlah Peristiwa Kekerasan
Tomy banyak disebut-sebut terlibat mendalangi beberapa kasus kekerasan terhadap beberapa lembaga dan kantor.
Tomy dikatakan terlibat mendalangi kasus penyerangan terhadap kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996. Tudingan ini dialamatkan kepada Tomy karena malam sebelum pecah bentrokan, diketahui kumpulan massa penentang Megawati berkumpul di kawasan yang dibangun Tomy, Sudirman Central Business District (SCBD). Namun tudingan tersebut tidak pernah terbukti.
Kemudian, Kantor majalah Forum Keadilan didatangi sekitar 20 preman yang tidak senang dengan pemberitaan yang dimuat dalam majalah tersebut. Majalah Forum Keadilan menuding TW melakukan bisnis ekstasi dan perjudian. Artikel tersebut memuat keterangan Hans Philip, tersangka bandar ekstasi yang sedang diburu polisi. Hans menuding Tomy terlibat dalam mengelola pabrik ekstasi di Tangerang, Banten, bersama Ang Kiem Soei.
Pada tahun 2002, Tomy kembali disebut-sebut mendalangi aksi kekerasan. Saat itu sekumpulan preman simpatisan Tomy menyerbu kantor Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) di Jakarta.
Tudingan tersebut muncul karena beberapa waktu sebelumnya Humanika menyebarkan poster anti narkoba dan perjudian dengan wajah TW. Selebaran tersebut didasarkan atas artikel dalam majalah Forum Keadilan yang sebelumnya disatroni sekelompok orang.
Kantor di kawasan Tandean Jakarta Selatan diserang sekitar 30 preman bersenjata golok dan pedang samurai, dini hari menjelang subuh. Orang-orang yang menyerbu kantor tersebut memporak-porandakan isi kantor dan membawa seluruh sisa poster yang belum dibagikan kepada masyarakat. Tudingan ini kemudian tidak ada tindak lanjutnya.
TW kembali dituding menyuruh orang untuk sengaja membakar pasar Tanah Abang. Keterlibatan Tomy dalam kebakaran yang terjadi pada Februari 2003 tersebut dimuat dalam Majalah Tempo yang terbit pada 9 Maret 2003.
Akibatnya, sejumlah preman mendemo kantor Tempo. Unjuk rasa tersebut berbuntut pada tindak kekerasan terhadap tiga wartawan Tempo dan pemimpin redaksinya serta perusakan gedung media Tempo. Kasus tersebut kemudian diusut kepolisian. Para pelaku kemudian ditahan pihak kepolisian.
Tomy tidak pernah bereaksi keras atas semua tudingan yang dialamatkan kepadanya. Namun Tomy mengaku ia tidak bisa melarang simpatisannya yang marah dan tersinggung jika ada pemberitaan miring mengenai dirinya.
Selain kasus kekerasan yang melibatkan preman, pada tahun 2002, Tomy dituduh pernah menyuruh orang-orangnya di Artha Graha untuk menyekap dua orang pegawai perusahaan rekanannya yang terlibat masalah perdata dengan Artha Graha.
Dua pegawai warga negara India tersebut kemudian diantar ke Mabes Polri.
Tidak lama kemudian, dua WN India tersebut dipulangkan ke negaranya setelah dijemput pihak kemenlu India.
Dikutip dari Gatra, pihak Artha Graha menampik kabar penyekapan tersebut.
4. Kasus Perdata
Pada tahun 1997, Tomy pernah terlibat masalah perdata dengan rekan bisnisnya, Hartono saat mereka memiliki proyek membangun tempat hiburan di Nusa Dua Bali.
Kesepakatan bisnis tersebut dimulai ketika Hartono meminjam uang sebesar 8,5 miliar dolar Amerika dari Bank Artha Graha untuk membangun gedung hotel dan hiburan bernama Planet Bali.
Namun tidak lama, tempat itu ditutup karena difungsikan untuk tempat mesum.
Perseteruan tersebut kemudian membuat Hartono menjual sejumlah aset untuk menutupi utangnya yang membengkak dari hasil kesepakatan investasi tersebut.
Terakhir, pengadilan kemudian menjadi ramai akibat insiden kuasa hukum Tomy Winata memukul hakim di PN Jakarta Pusat yang sedang membacakan putusan persidangan tentang kasus perdata.
Seperti dilansir dari dari situs PN Jakarta Pusat, Tomy menggugat beberapa pihak, yaitu PT Geria Wijaya Prestige, Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi, Hartono Karjadi, PT Sakautama Dewata dan Fireworks Ventures Limited. Dalam persidangan tersebut, majelis hukum menolak seluruh permohonan Tomy.
5. Diperiksa KPK
Tommy Winata dan rekannya, David Tjioe, Direktur Utama PT Maritim Timur Jaya, Rabu (29/11/2006), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.
Tommy Winata ditanya tentang dugaan adanya aliran dana dari koceknya ke Departemen Kelautan dan Perikanan.
Selain memeriksa Tommy Winata dan David Tjioe, KPK juga memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri kembali.
Usai pemeriksaan Rohkmin membantah kalau pemeriksaan Tommy tekait dengan pemeriksaan dirinya. Tak ada kaitannya, katanya.
Sementara kuasa hukum Rokhmin, Herman Kadir, mengatakan, kebijakan pengumpulan dana nonbudgeter sudah ada sejak menteri sebelumnya. Bahkan, yang sekarang pun masih menjalankan, kata Herman,
Tommy diperiksa sebagai saksi dari rangkaian tuduhan lain yang disangkakan kepada Rokhmin.
Tommy yang datang ke KPK pukul 12.00 baru selesai diperiksa pukul 17.00. Sementara itu, David Tjioe yang juga diperiksa sebagai saksi sudah selesai menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.
Tommy mengaku dimintai keterangan soal apakah proyek-proyeknya di Tual, Maluku Tenggara, atau proyek yang ia biayai terkait dengan Rokhmin Dahuri.
Tommy membenarkan bahwa dirinya juga ditanyai soal aliran dana ke DKP.
"Tidak ada. Dari kami tidak ada (aliran dana). Kami juga ditanya sangkut paut dengan Pak Rokhmin," ujarnya.
David Tjioe kepada wartawan menjelaskan dirinya diperiksa atas dugaan adanya aliran dana ke yayasan di DKP.
Di BAP, tulisannya perkara pemotongan hak gaji karyawan DKP.
"Saya ditanya, apakah pernah memberikan atau menyerahkan sesuatu ke DKP. Katanya, ada aliran dana ke yayasan yang ada di DKP. Dalam catatan keuangan yayasan itu katanya ada aliran dana pada tahun 2003,"ujarnya.
David mengaku, diperiksa sebagai Direktur Utama PT Maritim Timur Jaya yang bergerak bidang industri perikanan di Tual, Maluku Tenggara. Perusahaan itu sebelumnya bernama PT Ting Sin Bandasejahtera yang didirikan tahun 1996. PT Ting Sin adalah perusahaan patungan dengan Taiwan yang sebelumnya dipimpin Kemal, Ferry Yen, dan Hendi Ong. Setelah nama perusahaan diganti baru, David menjadi direktur utama, Juni 2006.
Sementara Tommy mengatakan, selama Rokhmin menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, perusahaan miliknya dalam kondisi tidur hingga keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan soal penangkapan ikan. Saat ditanya apakah perusahaannya mendapat izin pada masa itu, Tommy menjawab, Tidak ada izin. Izin bangunan saja, izin operasional sekarang masih dalam proses. Selama Pak Rokhmin jadi menteri, proyek di Tual mati suri, Kompas, 30 November 2006.
(*/Tribun-Medan.com/ Bangkapos.com/Tribunnews.com/Tribunnewswiki.com)
MENDADAK Ahmad Sahroni Dicopot dari Jabatan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Nasdem: Rotasi Rutin |
![]() |
---|
Polemik 'Orang Tolol Sedunia', Ahmad Sahroni Dicopot dari Jabatan Wakil Ketua Komisi III DPR RI |
![]() |
---|
Murkanya Presiden Prabowo, Driver Ojol Affan Tewas Dilindas Baracuda Brimob, Umar Dipukuli Aparat |
![]() |
---|
SUARA Keprihatinan MUI dan PGI, Desak Rezim Prabowo Introspeksi Diri dan Usut Kematian Ojol Affan |
![]() |
---|
Rumah Orangtua Pratama Arhan Diserbu Para Gadis, Terkuak Kondisinya Usai Sang Anak Ceraikan Azizah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.