Berita Viral
TERKUAK, tak Cuma Pemalakan, Dokter Aulia Diduga Disuruh Bayari Jurnal Atasan, Protes Tapi Diabaikan
Fakta baru kasus dokter Aulia terkuak. Ternyata, tak hanya pemalakan, Dokter Aulia Risma Lestari disuruh membayari jurnal atasan.
TRIBUN-MEDAN.com - Fakta baru kasus dokter Aulia terkuak.
Ternyata, tak hanya pemalakan, Dokter Aulia Risma Lestari disuruh membayari jurnal atasan.
Berbagai perundungan yang diterima mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) ini diduga membuatnya tewas, Rabu (14/8/2024).
Akibat dugaan itu, berbagai penyelidikan pun dilaksanakan.
Keluarga pun berakhir melaporkan dugaan perundungan ini ke polisi.
Kini, keluarga dokter ARL laporkan sejumlah pihak ke Polda Jawa Tengah (Jateng) terkait dugaan perundungan atau bullying seperti pengancaman, intimidasi hingga pemerasan.
Dokter ARL merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang ditemukan meninggal di kamar kosnya pada Senin (12/8/2024) malam.
Hasil investigasi Kemenkes menyebut ada perundungan dan pemalakan oleh senior hingga Rp 40 juta sebelum korban ditemukan meninggal dunia.
Misyal Ahmad, kuasa hukum keluarga Dokter ARL mengatakan, untuk saat ini pihak keluarga belum membocorkan nama siapa saja yang dilaporkan ke polisi.
"Pelaporannya terkait pengancaman, intimidasi, pemerasan dan lain-lain," jelas Misyal di Mapolda Jateng, Rabu (4/9/2024).
Dia hanya menyebut jika yang dilaporkan oleh polisi merupakan mahasiswa yang merupakan senior Dokter ARL.
"Pelakunya mahasiswa ada beberapa orang. Perlakuan seniornya," kata dia.
Meski demikian, dia akan menunggu hasil pengembangan dari Polda Jateng jika ada pelaku-pelaku baru.
"Nanti hasil pengembangan seperti apa serahkan ke polisi," imbuhnya.
Selain diminta setor uang ke senior, dr Aulia diduga disuruh pesan 80 nasi kotak setiap hari.
Ia juga harus angkat-angkat galon padahal diketahui memiliki masalah kesehatan saraf terjepit.
"Itu dilakuan setiap hari," kata Misyal Achmad mengutip dari Kompas.com, Jumat (6/9/2024).
Selain itu, dokter ARL juga diminta menyetorkan dan mengumpulkan uang untuk membayar orang yang mengerjakan jurnal milik atasan.
"Sampai seperti itu. Jadi miris kita melihatnya," ungkap dia.
Misyal mengatakan, korban juga dipaksa bekerja mulai pukul 03.00 WIB hingga pukul 01.30 WIB saat praktik di RSUP Kariadi.
"Itu setiap hari hingga drop," jelas dia.
Sayangna, keluarga Aulia yang mengaku sudah melapor ke Kepala Prodi FK Undip, namun diabaikan.
"Namun tidak mendapat tanggapan yang baik. Hingga terjadi hal yang tidak diinginkan," ungkap dia.
Dekan FK Undip diberhentikan sementara
Adapun dekan FK Undip, Yan Wisnu diberhentikan sementara dari dokter spesialis onkologi di RSUP Dr Kariadi, buntut kematian Dokter Aulia Risma Lestari.
Seperti diketahui, kasus kematian Dokter Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tewas diduga akhiri hidup karena dibully dan dipalak senior menemukan fakta baru.
Kini, keputusan pemberhentian sementara Yan Wisnu tertuang dalam surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K).
Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.
Wakil Rektor IV Undip Wijayanto menyayangkan pemberhentian itu karena investigasi oleh polisi belum usai.
Apalagi, pembelajaran di PPDS juga diberhentikan sementara sejak 14 Agustus 2024.
Hal ini dinilai tergesa-gesa dan merugikan masyarakat yang menjadi pasien maupun mahasiswa PPDS yang menjalani praktik di RSUP Kariadi.
"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya, namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Kariadi," ungkap Wijayanto, dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Senin (2/9/2024).
Menurutnya, pemberhentian oleh direktur rumah sakit itu dilakukan karena direktur mendapat tekanan dari kementerian kesehatan untuk mengeluarkan keputusan itu.
Padahal, dia menyebut jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit yang merupakan ranah kebijakan Kementerian Kesehatan.
"Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," ungkapnya.
Dia melihat peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas.
Sehingga akar struktural dan sistemik dari keadaan ini dapat menjadi modal pembenahan ke depan.
"Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakukanya jelas dan tegas, drop out," tegasnya.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com
| PENGAKUAN Ammar Zoni Dapat Pesan WA Misterius, Tawarkan Hentikan Kasus Tapi Bayar Rp 300 Juta |
|
|---|
| SATU Tahun Prabowo-Gibran, Aliansi Mahasiswa Nusantara Sorot Kebijakan dan Harapan Program ke Depan |
|
|---|
| RELAWAN MBG Geruduk Dapur SPPG, Kesal Gaji Dipotong Rp 130 Ribu Jadi Rp 100 Ribu, Lembur Tak Cair |
|
|---|
| ALASAN Fideli Amin Bunuh dan Bakar Istrinya di Ladang Tebu: Cekcok dan Sering Ditolak Berhubungan |
|
|---|
| PEMILIK Bakso Babi Ogah Pasang Spanduk Non Halal Takut Omzet Turun, Warga Kesal Langsung Bikin Aksi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.