Konser Sheila on 7 di Medan
Satu Kisah Klasik Lain untuk Masa Depan
Dari yang sedikit ini, lebih minim lagi yang bertahan sekaligus mampu menjaring penggemar-penggemar baru.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
Tidak iri, tidak dengki, tidak memelihara kebencian dalam hati. Sheila On 7 mengajarkan bahwa ‘maaf’ bukanlah kata yang berat untuk diucap. ‘Tak seharusnya kita terpisah. Tak semestinya kita bertengkar. Karna diriku masih butuh kau...’
Maka di Soewondo, di bawah angin malam yang mulai mendesau mengabarkan dingin, mereka sepenuh hati mengikuti Duta menyanyikan lagu-lagu semacam ‘Bila Kau Tak di Sampingku’, ‘Jadikan Aku Pacarmu’, ‘Sephia’, ‘Anugrah Terindah yang Pernah Ku Miliki’, dan ‘Lapang Dada’.
Rasa sesak di dada, napas yang tersengal, bisa dijelaskan secara medis. Dokter bisa memberi resep untuk hati yang berdebar-debar.
Namun patah hati adalah psikologis, dan Sheila On 7, dengan berani mengatakan bahwa ‘kau harus bisa berlapang dada dan mengambil hikmahnya, karena semua tak lagi sama, walau kau tahu dia pun merasakannya’. Atau ‘Dan’, yang dengan perkasa memberi jalan keluar aduhai: betapa ketimbang berlama-lama bertahan dengan hubungan tak sehat, hubungan toxic, mending diakhiri saja. Relakanlah cinta yang memang tidak lagi bisa diselamatkan.
Seorang penonton, Eggy, datang jauh dari Aceh. Dia menempuh perjalanan selama delapan jam dengan harapan dapat mendengar Sheila On 7 memainkan ‘Hari Bersamanya’. Lagu yang memberi kesan mendalam baginya, menjadi semacam simpul check point di masa remaja yang penuh warna meski tidak semua berujung bahagia.
“Sejak SMA suka Sheila on 7, karena pas SMA pernah mau nembak kakak kelas pakai lagu itu,” katanya sembari tersenyum simpul.
Penonton lain, Al, juga terlempar ke masa penuh kenangan. Di masa SMA, tatkala bersama kawan-kawan menyanyikan Kita, lagu yang kala itu jadi hymne wajib. Jika kau rindukan gelak tawa yang warnai lembar jalan kita...
“Lucu juga jadinya, pas mendengarkan lagi lagu-lagu Sheila kayak nostalgia, karena memang lagunya menemani kita masa itu,” katanya.
Sheila On 7 adalah kisah klasik, dan di Medan, mereka telah mencatatkan lagi satu kisah klasik lain untuk diceritakan oleh orang-orang yang menonton konser ini, kepada orang-orang terkasih di masa depan.
(t agus khaidir/husna fadillah)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.