Siswa SMP Meninggal setelah Squat Jump

Ibu Siswa SMP yang Meninggal Dihukum Guru Squat Jump Tempuh Jalur Hukum

Kasus kematian tragis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 STM Hilir, Rindu Syahputra Sinaga (14) akan dibawa ke jalur hukum.

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/DEDY KURNIAWAN
Ibu Rindu, Yuliana beru Padang akan lanjutkan kasus kematian anaknya ke jalur hukum saat diwawancarai di kediamannya, Dusun I Desa Negara Beringin Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (28/9/2024) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kasus kematian tragis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 STM Hilir, Rindu Syahputra Sinaga (14) akan dibawa ke jalur hukum. Rindu meninggal dunia diduga setelah dihukum gurunya squat jump 100 kali. 

Ibu korban, Yuliana br Padang warga Dusun I Desa Negara Beringin Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang, ditemui di kediamannya masih dibalut luka mendalam. Sambil menimang bayi, dia menyampaikan bahwa kematian anaknya sudah diserahkan kepada pihak kuasa hukum. 

"Awalnya sempat laporkan ke polisi (Polsek Talun Kenas), tapi saya sempat menolak karena kalau autopsi. Tapi sekarang sudah saya serahkan kepada kuasa hukum. Sekarang saya siap kalau autopsi itu harus dilakukan," ungkapnya, Sabtu (28/9/2024). 

Yuliana mengungkapkan isi hatinya yang belum terima dengan tindakan oknum guru, yang menghukum anaknya squat jump 100 kali. Dia meminta keadilan, agar oknum guru SW Hatapea diproses sesuai hukum. 

"Sampai sekarang dia (Oknum guru boru Hatapea) belum ada menemui dan minta maaf. Cuma orang dari sekolah yang datang untuk Berduka. Saya gak kenal sama gurunya itu, boru Hutapea tahu saya, dekat sini juga rumahnya," kata Yuliana. 

Paman korban Pardamean mengatakan, proses hukum dipercayakan kepada Suwandri Sitompul. Artinya, pihak sekolah dan guru akan dilaporkan ke pihak kepolisian. 

"Kami sudah kuasakan soal hukum ke Suwandri untuk proses jalur hukum," katanya. 

Akademisi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Sumatera Utara (UINSU), Fauzan Ismail S.Sos, M.I Kom 
sangat menyayangkan insiden tersebut dilakukan oleh seorang guru yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi anak-anak didiknya. 

"Itu kekerasan dalam dunia pendidikan, apapun itu alasannya tidak dibenarkan dan itu sudah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 dan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, konsekuensi hukumnya itu pidana," katanya kepada Tribun Medan. 

Fauzan Ismail menilai, banyak kekerasan di sekolah terkesan dibiarkan oleh pihak sekolah, karena untuk menjaga nama baik sekolah. Padahal, keselamatan siswa dari tindak kekerasan itu sangat krusial. 

"Beberapa kasus kekerasan, tidak hanya kekerasan fisik, ada beberapa misalnya perundungan secara verbal, misal dipermalukan di depan kelas, bahkan ada kekerasan seksual justru dilakukan oleh oknum guru itu terkesan dipaksakan agar selesai kasusnya secara kekeluargaan,"katanya. 

Fauzan menyarankan, pemerintah harus lakukan evaluasi total terhadap sistem pendidikan.

Mulai dari kurikulum, kompetensi tenaga pengajar yang harusnya tidak hanya diseleksi secara ketat dari segi pengetahuan tetapi juga psikisnya, dan juga negara bagi juga harus bisa menjamin kesejahteraan guru-guru agar lebih fokus dalam menjalankan tugasnya. 

Diketahui, Rindu tewas pada Kamis 26 September kemarin atau tujuh hari setelah mendapat hukuman dari guru mata pelajaran agama bernama bernama Selli Winda Hutapea.

Yuliana Padang, ibu korban saat diwawancarai usai pemakaman mengatakan, anaknya dihukum gurunya pada 19 September lalu lantaran tidak bisa menghafal Al Kitab

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved