Sumut Terkini
Pengamat Lingkungan Jaya Arjuna Nilai Proyek Lau Simeme Reduksi Banjir Cuma Omong Kosong
Pengamat Lingkungan Sumatera Utara, Jaya Arjuna menilai pembangunan megaproyek Bendungan Lau Simeme untuk fungsi reduksi Banjir di Sumut.
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pengamat Lingkungan Sumatera Utara, Jaya Arjuna menilai pembangunan megaproyek Bendungan Lau Simeme untuk fungsi reduksi Banjir di Sumut, khususnya Medan-Deliserdang (sebagian) hanya omong kosong. Daerah Aliran Sungai (DAS) dari Lau Simeme tidak ada hubungan dengan DAS di Medan.
"Gak ada itu, tidak mungkin Lau Simeme untuk antisipasi banjir, DAS (Daerah Aliran Sungai) Lau Simeme tidak sama dengan Sungai Deli yang meluap. Itu cuma cakap-cakap aja. Itu harus bangun dua kanal lagi baru terhubung DAS Lau Simeme dengan DAS Percut (Deliserdang)," katanya Rabu (4/12/2024) kepada Tribun-Medan.com.
"Sungai Deli dengan Lau Simeme tidak ada hubungan. Mereka menyatakan perlu dibangun. Jadi ya duit lagi. Mana pula terhubung itu, apalagi bilang mereduksi banjir 40 persen," katanya.
Untuk Sumut, khusus Kota Medan, disebut Jaya Aruna penyebab banjirnya adalah tersumbatnya sedimen. Problemnya kanal tidak berfungsi, karena airnya sedikit.
"Sekarang air berlimpah-limpah dari atas, berfungsi lah kanal. Tapi akibatnya apa? Sungai Denai yang banjir di hilir. Hilir Sungai Denai itu kanalnya Sungai Percut. Sungai Percut jadi penuh, banjir sekarang," katanya.
"Sekarang yang penting hitung dulu curah hujan maksimum yang ada, berapa volume air Sungai Deli, Sungai Percut. Itung itu kedalamannya baru dikorek. Lebarnya 12-15, kalau dikorek bisa gak ngalir ke Belawan? Jadi mereka tahunya bangun kanal, kanalnya jebol, benteng sungai jebol. Itu kerjaan mereka bangun lebih murah dan mudah, dan banyak duitnya, karena bebaskan lahan, beli tanah timbun, lebih banyak proyeknya ketimbang mengorek. Mereka gak tahu mau buang korekan kemana, ini kesalahannya di BWS. BWS tidak kerka benar, cuma proyek. Jadi gak ada hubungan Simeme dengan Sungai Deli, bagaimana nurunkan banjir Medan, Sumut," bebernya.
Kondisi Sungai Deli dan Denai saat ini tumpat, sehingga air meluap ke pemukiman warga. Muara air banjir ke Belawan tidak lancar sehingga tergenang di Kabupaten Kota di lingkar Medan sekitar.
Jaya Arjuna juga menuangkan soal fenomena banjir di Kota Medan dalam bukunya Medan Bebas Banjir Dimana-mana. Datanya, per 2011 ada 117 titik banjir di Medan, 2021 ada 1.514 titik banjir di Medan.
"2024 pusat kota dan titik nol dengan ketinggian 30 meter di atas permukaan laut bahkan berulang kali digenangi air. Masyarakat menyebut danau kejutan. Penyebabnya adalah banjir datang dari Sungai Deli dan Sungai Babura, air datang dari curah hujan yang datang dari Karo dan Deliserdang. Banjir dari hulu ini akibat kurasakan hutan dan lahan DAS menyebabkan muka air berfluktuasi tinggi, sehingga masyarakat tenggelam seperti di Kampung Aur," tulisnya dalam buku itu.
Katanya, hampir di seluruh wilayah pemukiman Kota Medan adalah air hujan. Sebagian besar lahan di Medan sudah jadi lahan kedap air. Bangunan, aspal, beton menyebabkan air hujan tidak bisa lagi meresap ke dalam tanah.
Air yang seharusnya masuk ke saluran drainase juga tidak bisa, kerena penampang drainase sudah dipenuhi sedimen. Kanal yang dibangun dulunya bertujuan untuk mengeringkan lahan perkebunan dan kemukiman sudah hampir tidak berfungsi.
Pada titik tertentu sudah dipenuhi sedimen yang menyebabkan air tertahan. Pemerintah Kota mengangkat sedimen menggunakan tenaga manusia berbekal alat tradisional sekop dan cangkul dinilai tradisional dan kampungan, untuk ukuran sebuah kota Metropolitan.
"Dalam upaya membebaskan Medan dari banjir (katanya), Pemerintah melalui Badan Wilayah Sungai telah membangun tanggul sehingga merubah bentuk tepian Sungai Deli. Istilah keren mereka adalah normalisasi. Bentuk pinggiran Sei Deli kiri kanan jadi seragam. Seperti parit besar. Pada waktu pengerjaan tidak dilakukan pengawasan secara benar. Banyak material yang terbawa hanyut aliran air, hingga memenuhi muara yang dikenal dengan nama Kuala Deli. Kuala Deli yang dulunya dalam, berair jernih, banyak ikan, telah dipenuhi material sedimen. Ombak laut yang biasanya teredam di Kuala Deli terpaksa naik ke darat. Daerah Belawan terutama Bagan Deli dan Kampung Kurnia sejak tahun 2010 telah mengenal namanya Banjir Rob. Sama dengan keadaan parit Medan yang tidak mendapat perawatan secara benar, Kuala Deli makin dangkal. Banjir Rob pun berulang dan makin meluas paparannya, bahkan sampai ke Marelan," katanya.
Terpisah, Kepala Pelayanan Teknis Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera Utara, Janri mengatakan kondisi Bendungan Lau Simeme belum bisa difungsikan secara menyeluruh
Bendungan belum bisa dialiri air karena masalah beberapa pembebasan lahan masyarakat.
"Kondisi saat ini, beberapa lahan masih dihuni oleh beberapa warga, terkait pembebasan lahan yang belum selesai. Harapan warga beranjak, agar bendungan dapat difungsikan dengan baik, dan bisa meminimalisir banjir Medan, sesuai apa yang dikatakan oleh Pak Jokowi pada saat itu meminimalisir banjir Koya Medan dan Deli Serdang sampai 40 Persen," katanya.
(Dyk/Tribun-Medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Pemprov Sumut Bakal Optimalisasi Pengelolaan Venue Olahraga dengan Sistem BLUD |
![]() |
---|
Asa Baru Orangtua Bocah Labuhanbatu Usai Jalani Operasi Bypass Otak Pertama di Sumut |
![]() |
---|
5 Bulan Berlalu, Laporan Mahasiswi UINSU Diduga Dilecehkan Ustaz Belum Penetapan Tersangka |
![]() |
---|
JADWAL Topan Ginting Sidang Korupsi Jalan di Sumut Hari Ini, Bakal Sebut-sebut Nama Bobby? |
![]() |
---|
Sekda Junaedi Sitanggang Bermalam di Pasar Horas, Luluhkan Hati Pedagang ke Relokasi yang Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.