Memaafkan Koruptor dengan Syarat Kembalikan Uang Negara yang Dikorupsi Dinilai Berbahaya
Memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang yang dikorupsi melahirkan pertanyaan besar terhadap kerangka berpikir pemerintah.
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba | Editor: Truly Okto Hasudungan Purba
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Pegiat HAM dan Demokrasi, Kristian Redison Simarmata mengatakan, pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan yang berencana memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang yang dikorupsi atau dicuri tentunya melahirkan pertanyaan besar terhadap kerangka berpikir pemerintah sebagai pengelola negara dalam keseriusannya untuk memberantas korupsi dan menjunjung tinggi penegakan hukum kedepannya
Dikatakannya, memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang negara yang dikorupsi jelas sangat berbahaya dan berisiko tinggi karena memaafkan koruptor sama saja dengan menurunkan kualitas kejahatan korupsi dari luar biasa (extra ordinary) ke level maling biasa yang mencuri untuk kebutuhan makan
“Sedangkan tanpa adanya proses memaafkan koruptor selama ini saja, tidak ada efek jera yang terjadi dan korupsi berjalan dengan sangat masif di berbagai instansi baik pemerintahan, hukum dan pendidikan dari level nasional hingga lokal. Hal ini merupakan cerminan dari wajah tata kelola pemerintahan dalam bernegara di tengah tengah masyarakat,” katanya dalam keterangan persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Minggu (22/11/2024).
Baca juga: Mahfud MD: Banyak Koruptor Terlacak Usai Anak atau Istri Pamer Harta
Kristison menjelaskan, syarat mengembalikan uang negara yang dikorupsi juga melahirkan pertanyaan: “siapa yang bisa menjamin uang negara akan dikembalikan sepenuhnya oleh koruptor sesuai dengan jumlah kerugian secara keseluruhan kepada negara? "
Justru jika kebijakan ini diberlakukan, kemungkinan bisa menjadi insentif atau pendorong praktek korupsi yang lebih masif karena munculnya pemikiran, bahwa kalaupun ketahuan melakukan korupsi akan mendapatkan hukuman yang ringan dengan adanya pengampunan melalui pengembalian uang negara yang dikorupsi.
Dan jika tidak ketahuan akan dilanjutkan secara terus menerus dengan asumsi yang dikembalikan hanya yang ketahuan saja
“Jika kebijakan memaafkan koruptor nanti diterapkan oleh pemerintah, ini sama saja dengan mengkhianati cita-cita reformasi yang melahirkan UU No 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yang muncul dari kegelisahan maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di era sebelum reformasi,” ujarnya.
Kebijakan memaafkan koruptor ini, kata Kristison juga akan akan menyebabkan semakin merosotnya kepercayaan dan harapan masyarakat kepada institusi negara dengan seluruh perangkat hukumnya.
Hal yang paling berbahaya akan berpotensi melahirkan apatisme masyarakat terhadap penegakan hukum yang bisa merembet apatisme terhadap negara
Baca juga: HEBOH Prabowo Sebut Bakal Maafkan Koruptor Jika Turuti Syarat Ini: Nanti Kita Beri Kesempatan
Pikiran liar terkait rencana memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang negara yang dikorupsi bisa juga melahirkan opini di tengah masyarakat.
Bahwa langkah ini diambil untuk melindungi para elit politik, pejabat publik, birokrasi hingga dunia usaha yang terindikasi melakukan berbagai tindak pidana korupsi yang merugikan negara selama ini untuk mengambil langkah " pemutihan dosa korupsi " melalui pengembalian uang kerugian negara tanpa pertanggungjawaban terhadap kesalahan dan tidak terpantau oleh masyarakat
Masyarakat yang secara otomatis menjadi korban dari korupsi akan merasakan ketidakadilan serta ketidaksetaraan dalam akses, perlakuan dan pelaksanaan hukum.
“Disadari bahwa korupsi adalah praktik utama yang menghambat pembangunan dan memperburuk kualitas layanan publik akibat massifnya praktek suap menyuap untuk memperoleh layanan dalam urusan administrasi hingga layanan publik seperti kesehatan, pendidikan hingga perlindungan ekonomi dan sosial,” katanya.
Kristison berpendapat, daripada memaafkan koruptor dengan syarat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, lebih baik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berfokus pada langkah memperbaharui terlebih dahulu institusi penegak hukum beserta aparaturnya dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perilaku penegakan hukum hingga menerapkan meritokrasi jabatan berdasarkan kualitas dan prestasi.
Termasuk juga memastikan tidak ada peluang jabatan bagi aparatur yang terindikasi melakukan KKN untuk memperbaiki kepercayaan diri Aparatur hukum itu sendiri dan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kinerjanya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.