TRIBUN WIKI
Profil Wahyu Setiawan, Eks Komisioner KPU Kembali Diperiksa KPK untuk Tersangka Hasto Kristiyanto
Wahyu Setiawan merupakan mantan Komisioner KPU yang pernah ditangkap KPK atas kasus suap. Ia lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah 5 Desember 1973.
TRIBUN-MEDAN.COM- Nama Wahyu Setiawan, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima suap dari Harun Masiku kembali mencuat ke publik.
Hal ini lantaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wahyu Setiawan, untuk diperiksa sebagai saksi atas tersangka Hasto Kristiyanto (HK), Sekjen DPP PDI Perjuangan.
Pemanggilan Wahyu Setiawan dilakukan pada Kamis (2/1/2025).
Baca juga: Profil Adam Alis, Pesepak Bola Profesional yang Resmi Dikontrak Persib Bandung 2,5 Tahun
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jl Kuningan Persada Kav.4,Jakarta," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis.
Terkait kasus ini, KPK ingin menggali kembali soal dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku.
Sehingga Wahyu Setiawan kembali diperiksa, setelah bebas menjalani hukuman tiga tahun sembilan bulan.
Profil Wahyu Setiawan
Wahyu Setiawan merupakan mantan Komisioner KPU yang pernah ditangkap KPK atas kasus suap Harun Masiku.
Ia lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah 5 Desember 1973.
Baca juga: Profil Aleksei Bugayev, Eks Pemain Timnas Rusia Dilaporkan Tewas saat Perang dengan Ukraina
Dikutip dari jdih.kpu.go.id, Wahyu tinggal di Desa Gemuruh RT 2 RW 9, Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Ia memiliki seorang istri bernama Dwi Harliyani yang berprofesi sebagai guru SMK.
Masa kecil Wahyu Setiawan dihabiskan di Banjarnegara.
Oleh karenanya, ia bersekolah di SDN Krandegan (lulus 1985); SMPN 1 Banjarnegara (lulus 1988), dan SMA Muhammadiyah I Banjarnegara (lulus 1991).
Selepas SMA, Wahyu Setiawan kuliah di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang jurusan Fisipan dan lulus 1997.
Wahyu Setiawan meraih gelar Magister setelah menyelesaikan S2 di jurusan Ilmu Administrasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto pada 2007.
Baca juga: Profil Kombes Donald Simanjuntak, Eks Kabid Propam Polda Sumut Dipecat Usai Diduga Peras WNA
Karier
Wahyu Setiawan mengawali karier di KPU setelah terpilih sebagai Ketua KPU Kabupaten Banjarnegara pada 2003-2008.
Ia kembali bergabung di KPU Kabupaten Banjarnegara pada periode selanjutnya yaitu 2008-2013 dengan jabatan ketua.
Dari KPU Kabupaten Banjarnegara, Wahyu Setiawan 'loncat' ke KPU Provinsi Jawa Tengah periode 2013-2018 sebagai anggota.
Puncaknya, Wahyu Setiawan terpilih sebagai komisioner KPU untuk periode 2017-2022.
Di KPU pusat, Wahyu Setiawan berada di Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilu dan Pengembangan SDM.
Baca juga: Profil Irjen Yan Sultra Indrajaya, Anak Perwira Intel TNI AU yang Kini Tugas di Kemenimpas
Punya Harta Rp 12 Miliar
Dalam Laporan Harta Kekayaaan Pejabat Negara (LHKPN), Wahyu Setiawan memiliki harta senilai Rp 12.812.000.000.
Wahyu Setiawan terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2019.
Wahyu Setiawan memiliki sembilan bidang tanah dan bangunan yang berada di Banjarnegara dengan nilai Rp 3.350.000.000.
Kesemua tanah milik Wahyu Setiawan merupakan warisan.
Selain tanah, Wahyu Setiawan masih memiliki tiga mobil dan tiga motor dengan nilai Rp 1.025.000.000.
Aset Wahyu Setiawan lainnya adalah harta bergerak lainnya Rp 715 juta; kas dan setara kas Rp 4.980.000.000; serta harta lainnya Rp 2.742.000.000.
Wahyu Setiawan tidak memiliki sepeser utang pun.
Baca juga: Profil Luhut Pangaribuan, yang Terlibat Sengketa Peradi dengan Kelompok Otto Hasibuan
Rekam Jejak
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan bebas dari penjara. Ia mendapat pembebasan bersyarat sejak 6 Oktober 2023.
"Betul yang bersangkutan sudah bebas, Pembebasan Bersyarat (PB) per tanggal 6 Oktober 2023," ungkap Kepala Bagian Humas dan Protokol, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Edward Eka Saputra kepada Kompas.com, Rabu (27//12/2023).
Wahyu merupakan terpidana kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Dalam kasus ini, ia sedianya dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.
Berikut jejak kasus suap PAW anggota DPR RI yang menjerat Wahyu Setiawan.
Baca juga: Profil Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Timah 2 Periode yang Korupsi dan Divonis 8 Tahun
Kasus Suap
Wahyu Setiawan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (8/1/2020).
Saat itu, ia masih menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Sehari setelahnya atau Kamis (9/1/2020), Wahyu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024.
Total ada empat tersangka dalam kasus suap ini.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.
Keduanya dinyatakan sebagai pihak penerima suap.
Sementara, dua tersangka lain yang merupakan pihak pemberi suap, yakni, politikus PDI Perjuangan Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful Bahri.
KPK menduga, Harun menyuap Wahyu supaya KPU menetapkannya sebagai anggota DPR RI.
Kala itu, Harun mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDI-P dari Daerah Pemilihan (dapil) I Sumatera Selatan.
Hasil Pemilu 2019 menempatkan Harun di posisi keenam dengan perolehan suara 5.878 di dapilnya.
Ia kalah telak dari Nazarudin Kiemas, adik almarhum suami Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, yang berhasil meraup 145.752 suara.
Posisi kedua diisi oleh Riezky Aprilia yang mengantongi 44.402 suara, lalu Darmadi Jufri dengan 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan dengan 19.776 suara, dan Diah Okta Sari yang mendapat 13.310 suara.
Namun, sebelum ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.
Anehnya, Harun yang menduduki urutan keenam justru diajukan PDI-P menggantikan Nazaruddin.
Padahal, mestinya kursi Nazarudin digantikan oleh calon anggota legislatif (caleg) yang mendapat suara terbanyak kedua yakni Riezky Aprilia.
Belakangan, terungkap bahwa Harun menyuap Wahyu senilai 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta untuk bisa menjadi anggota dewan.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Wahyu, Agustiani, dan Saeful, langsung ditahan.
Sementara, Harun Masiku melarikan diri dan belum diketahui keberadaannya hingga kini.
Hukuman
Proses hukum terhadap Wahyu Setiawan pun bergulir di meja hijau.
Setelah melalui serangkaian persidangan, pada Agustus 2020, Wahyu divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menyatakan, Wahyu terbukti bersalah dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa 1, Wahyu Setiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair dan korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kedua," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani, dikutip dari Antara, Senin (24/8/2020).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Majelis hakim juga memutuskan tidak mencabut hak politik Wahyu pada masa waktu tertentu, seperti tuntutan JPU KPK.
"Majelis tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik terdakwa," ucap hakim Susanti.
Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan Wahyu adalah tindakannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Wahyu juga dinilai telah mencederai hasil pemilu.
Adapun hal yang meringankan adalah Wahyu telah mengembalikan uang sebesar 15.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta kepada negara melalui rekening KPK, serta mempunyai tanggungan keluarga.
Pada akhir 2020, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 6 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor terhadap Wahyu.
Namun, pada medio 2021, hukuman Wahyu diperberat menjadi 7 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi yang diajukan KPK.
“Yaitu dari putusan judex facti menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun menjadi 7 tahun," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).
Tak hanya itu, MA juga menambah jumlah denda yang harus dibayarkan oleh Wahyu dari Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan, menjadi denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
MA juga memperbaiki putusan pidana tambahan yang dijatuhkan terhadap Wahyu berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
Menurut Majelis Hakim MA, status sebagai penyelenggara pemilu memberatkan hukuman Wahyu. Selaku anggota KPU RI, Wahyu mestinya bertanggung jawab atas terpilihnya penyelenggara negara yang baik, bersih, dan jujur.
“Seharusnya terdakwa bekerja dengan baik, jujur dan bersih akan tetapi malah justru mengingkari sumpah jabatannya," ucap Andi.
Tak sampai 4 tahun
Meski dihukum 7 tahun penjara, faktanya, Wahyu mendapat pembebasan bersyarat sejak Oktober 2023.
Artinya, jika dihitung sejak masa penahanannya pada Januari 2020, ia hanya menjalani hukuman kurungan selama 3 tahun 9 bulan.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham Edward Eka Saputra mengatakan, Wahyu mendapat pembebasan bersyarat karena telah memenuhi syarat substantif dan administratif.
Dengan status bebas bersyarat ini, Wahyu masih harus menjalani bimbingan hingga Februari 2027 mendatang.
“Saat ini yang bersangkutan berada di bawah bimbingan Bapas (Balai Pemasyarakatan) Kelas I Semarang, dengan masa bimbingan sejak tanggal 6 Oktober 2023 hingga 13 Februari 2027,” terang Edward kepada Kompas.com, Kamis (28/12/2023).(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.