Berita Viral

SOSOK Paulus Tannos Tersangka Mega Korupsi e-KTP Rp 2,3 Triliun Ditangkap di Singapura

SOSOK Paulus Tannos Tersangka Mega Korupsi e-KTP Rp 2,3 Triliun Ditangkap KPK di Singapura

|
Editor: AbdiTumanggor
kolase foto tangkapan layar laman KPK/istimewa
DPO KPK DITANGKAP: Pelarian Paulus Tannos berakhir di awal tahun 2025 ini. Paulus Tannos ditangkap di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025. Ia menjadi DPO KPK sejak tahun 2021 karena kasus korupsi E-KTP. (kolase foto tangkapan layar laman KPK/istimewa) 

Dikutip dari Straits Times, Jumat (24/1/2025), melalui pengacaranya, Paulus Tannos mengaku memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat, Guinea Bissau.

Pengakuan Tannos dibantah Penasihat Negara sehingga tidak memberikan Paulus kekebalan diplomatik karena tidak terakreditasi Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura.

"Berdasarkan pemeriksaan kami dengan Kementerian Luar Negeri, pada ketiga nama buronan. Ia tidak memiliki status diplomatik saat ini," bunyi bantahan penasihat negara Singapura.

Lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) mengatakan, penangkapan terhadap Tannos dilakukan setelah adanya permintaan dari Indonesia.

Kini pihaknya tengah menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi oleh pihak berwenang Indonesia.

"Singapura berkomitmen untuk terus bekerja sama erat dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan hukum," sebut CPIB dikutip dari TribunJabar.id.

"Penangkapan Paulus Tannos, dilakukan oleh pihak Singapura atas permintaan Indonesia, atau provisional arrest," ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat dimintai konfirmasi, Jumat (24/1/2025).

Fitroh Rohcahyanto mengatakan, Tim KPK sedang berkoordinasi dengan Polri, Kementerian Hukum dan Kejagung untuk melakukan ekstradisi terhadap Paulus Tannos.

Dia menegaskan KPK ingin Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra (Paulus)  segera diadili dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. 

"KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia," ujar Fitroh.

DAFTAR BURONAN KPK: Daftar buronan KPK yang ditampilkan saat jumpa pers di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta, pada Selasa (16/12/2024) lalu. Ada lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi. Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (16/12/2024) lalu. (Dok.Tribun-Timur.com)
DAFTAR BURONAN KPK: Daftar buronan KPK yang ditampilkan saat jumpa pers di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta, pada Selasa (16/12/2024) lalu. Ada lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi. Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (16/12/2024) lalu. (Dok.Tribun-Timur.com)

Paulus Tannos Tersangka Sejak 2019

Paulus Tannos telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak 13 Agustus 2019 atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kemendagri RI.

Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Ketiga orang tersebut sudah dijatuhi hukuman sebagaimana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. KPK menduga Paulus Tannos melakukan kongkalikong demi proyek pengadaan e-KTP.

Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun. Pertemuan-pertemuan itu, diduga KPK, menghasilkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.

"Tersangka PLS (Paulus Tannos) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan Tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya) untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri," kata Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved