Breaking News

Berita Samosir

Rumah Darma Dibikin Parit Keliling Buntut Sengketa Tanah Warisan, Ternyata Sama-sama Tak Ada SHM

Sengketa tanah warisan yang berujung pembuatan parit di sekeliling rumah Darma Ambarita di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Samosir, menjadi sorotan

Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Juang Naibaho
HO/SINTA SIHOTANG
RUMAH TERISOLASI - Darma Ambarita menggendong anaknya yang hendak berangkat ke sekolah, melewati parit buatan yang mengelilingi rumahnya di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Rumah yang ditempati keluarga Darma Ambarita kini terisolasi buntut sengketa warisan tanah. 

TRIBUN-MEDAN.com, SAMOSIR - Sengketa tanah warisan yang berujung pembuatan parit di sekeliling rumah Darma Ambarita di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, menjadi polemik.

Tak sedikit warganet merasa tergugah melihat video viral jeritan hati anak Darma Ambarita saat harus melewati parit sedalam 2,5 meter, untuk pergi ke sekolahnya.

Pj Kepala Desa Unjur, Saudara Nainggolan, menuturkan, upaya mediasi sudah pernah dilakukan pada tahun 2019 dan 2024, namun tak membuahkan hasil.

Dia mengungkapkan, pihak yang terlibat dalam sengketa tanah warisan ini adalah keluarga Trapolo Ambarita dan keluarga Darma Ambarita.

Menurut Saudara Nainggolan, kedua belah pihak sejauh ini tidak pernah memperlihatkan surat kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.

Meski demikian, dia menyebutkan tak tertutup kemungkinan ada dokumen lain yang memperkuat klaim kepemilikan tanah tersebut, meskipun hal ini belum dapat dibuktikan.

“Surat absah kepemilikan dari kedua belah pihak tidak ada, namun tidak menutup kemungkinan ada surat lain yang bisa memperkuat hak mereka. Namun, ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut,” jelas Nainggolan.

Sengketa kepemilikan lahan ini menjadi viral setelah pengerukan tanah dilakukan pihak Trapolo Ambarita mengakibatkan kerusakan pada rumah keluarga Darma Ambarita.

Sekeliling rumah Ambarita dikeruk sedalam 2,5 meter dan lebar 2 meter. Alhasil, pengerukan itu memutus akses ke rumah Darma.

Kata Nainggolan, aparatur desa tidak mengetahui secara langsung saat pengerukan dilakukan. Menurut dia, pihak aparatur desa juga tidak dapat menghentikan aktivitas tersebut karena belum ada keputusan hukum terkait kepemilikan lahan.

Nainggolan menuturkan, pada tahun 2019, upaya mediasi telah dilakukan namun tidak tercapai kesepakatan. 

Kemudian pada Oktober 2024, upaya mediasi kembali dilakukan dengan melibatkan pihak Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca). Namun, keluarga Darma Ambarita memilih untuk tidak hadir dengan alasan sudah siap menghadapi kasus ini di pengadilan.

Camat Simanindo, Hans Rikardo, menyatakan bahwa tanah tersebut berada di daerah sempadan sungai, sehingga kemungkinan besar tidak dapat memiliki sertifikat hak milik (SHM). "Ini adalah masalah urusan dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) I Medan," ujar Camat Rikardo. 

Dia juga menambahkan bahwa status hukum lahan ini akan ditentukan oleh proses hukum yang sedang berjalan. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada keputusan hukum tentang siapa yang berhak atas lahan tersebut. 

Kata Hans, penyelesaian kasus ini kini berada di tangan aparat hukum, yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan sesuai ketentuan yang berlaku.

Video Jeritan Hati Anak Viral di Medsos

Diberitakan sebelumnya, rumah yang dihuni Darma Ambarita kini terisolasi di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Kondisi yang dialami Darma bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil, beredar viral di medsos. Dalam video yang beredar, terlihat ratapan pilu bocah berusia lima tahun yang hendak berangkat ke sekolah. 

Bocah yang telah mengenakan seragam sekolah lengkap tersebut, melangkah kecil beranjak dari rumahnya. Sekitar dua meter berjalan, langkahnya terhenti. Ada parit dengan lebar sekitar 2 meter dan kedalaman 2,5 meter terbentang di hadapannya. 

Darma kemudian turun dan masuk lebih dulu ke dalam parit berisi air setinggi 1 meter. Barulah kemudian dia mengulurkan tangannya bersiap menggendong anaknya untuk melewati parit tersebut, dan selanjutnya pergi ke sekolah.

“Bapak Presiden, tolonglah kami. Gak ada lagi jalan (ke rumah) kami. Klo aku sekolah harus lewat air, digendong bapak ku,” ucap bocah tersebut dengan lirih.

Hal itu terpaksa dilakukan keluarga Darma Ambarita hari-hari belakangan. Saat ini rumahnya terisolasi. Parit itu dikeruk oleh Trapolo Ambarita yang mengklaim sebagai pemilik tanah. Di sisi lain, Darma juga mengklaim keluarganya mendiami tempat tersebut secara turun-temurun empat generasi.

Di rumah yang terbuat dari bahan kayu itu, Darma Ambarita tinggal bersama istrinya, Rentina Sihotang, dan dua anak mereka, Yosefin Ambarita dan Jovanka Ambarita, yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK).

Sejak munculnya persoalan warisan tanah yang ditinggalinya, dan berujung pembuatan parit di sekeliling rumah, akses keluar masuk rumah Darma memang terputus. Untuk beraktivitas ke luar rumah, keluarga ini harus lebih dulu nyebur ke parit tersebut. 

Rentina menceritakan, saat ini keluarganya memang diliputi rasa cemas. Hal paling menyentuh baginya adalah tentang kedua putri kecilnya yang kini hidup dalam rasa ketakutan yang mendalam.

"Sekarang setiap anak-anak dengar suara keras, mereka langsung menangis ketakutan. Mereka tak bisa lagi tidur tenang," ucap Rentina sambil menangis, saat dihubungi Tribun, Rabu (29/1). 

Suara keras yang menjadi momok bagi kedua anaknya adalah suara alat berat ekskavator saat pembuatan parit tersebut pada 6 Januari silam.

Disampaikan Rentina, rumah mereka yang sebelumnya aman dan nyaman, kini bagaikan sebuah pulau kecil. Terkurung parit. Anak-anaknya tak lagi bebas bermain di sekitar halaman rumah lantaran parit tersebut cukup dalam.

Darma dan Trapolo Ambarita sejatinya masih ada hubungan kekerabatan dari garis keturunan ayah mereka, sesama marga Ambarita. Ayah TA pun semasa hidup tinggal di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, berdampingan dengan ayah Darma.

Menurut Darma, rumah yang diwariskan orang tuanya itu dibangun sejak 1982. Setelah orangtuanya meninggal, Trapolo Ambarita datang sekitar tahun 2019 silam dan mengklaim bahwa tanah yang mereka tempati miliknya.

Pada 6 Januari 2025, Trapolo Ambarita datang sambil membawa alat berat lalu menggali sekeliling rumah Darma.

Anggota DPR RI Kunjungi Rumah Darma Ambarita

Sengketa lahan yang dialami Darma Ambarita ini turut menarik perhatian anggota DPR RI Rapidin Simbolon. Ketua PDI Perjuangan Sumut itu menyambangi kediaman keluarga Darma di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Rabu (29/1/2025) sore.

Rapidin yang saat ini duduk di Komisi III yang membidangi Hukum dan HAM, merasa prihatin atas peristiwa getir yang dialami Darma dan keluarganya. Rapidin mengaku dapat informasi awal tentang persoalan keluarga Darma dari media sosial.

“Saya sudah melihat video kejadian ini, membaca laporan, dan mendengar sendiri cerita keluarga. Saya benar-benar miris,” ujar Rapidin.

"Bayangkan, setiap hari anak-anak ini harus diangkat oleh ayahnya hanya untuk bisa pergi ke sekolah. Parit ini bukan sekadar galian tanah, ini ancaman nyawa bagi mereka," imbuhnya.

Mata Rapidin sempat terlihat berkaca-kaca saat coba mengobrol dengan kedua anak Darma. "Yang sabar, ya, Nak. Kita nanti akan perjuangkan," ujar Rapidin mencoba menenangkan.

Kedua bocah yang mengalami trauma itu, sempat merasa takut dan terus memeluk erat ibunya. Kepada Rapidin, Darma Ambarita menceritakan, anak-anaknya masih merasa trauma karena melihat langsung sejumlah orang dengan alat berat menggali tanah di sekitar rumah mereka.

Rasa trauma itu pula yang membuat kedua bocah itu kerap menghindar dari orang-orang asing. Mereka juga tak berani keluar rumah, bahkan untuk bermain seperti biasa.

"Saat itu saya menyuruh mereka masuk ke rumah, karena saya takut mereka kenapa-napa. Tapi trauma itu masih ada,” kata Darma.

Momen yang paling menyayat hati bagi Darma dan istrinya, adalah saat Yosefin bilang ingin mengirim video pengerukan tanah itu ke sepupunya melalui WhatsApp. "Dia bilang ke saya, ‘Video ini untuk dikirim ke abang sepupu, supaya tahu kalau datang ke rumah saya, dia tidak bisa lagi masuk’," ucap Darma.

Rapidin menilai, persoalan ini bukan sekadar konflik lahan, melainkan juga rasa soal kemanusiaan. Dia menegaskan, anak-anak punya hak untuk merasa aman dan bermain tanpa rasa takut.

"Kita tidak boleh membiarkan hal seperti ini terus terjadi. Saya tidak kenal pelaku (pengerukan) maupun keluarga Darma secara pribadi, tapi saya melihat ini sebagai sesama warga negara. Ini soal kemanusiaan," ujarnya.

Disampaikan Rapidin, kunjungannya ke kediaman Darma Ambarita bukan sekadar bentuk empati, tetapi juga berupaya membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi agar keadilan dan keamanan bagi anak-anak ini bisa segera terwujud. (Arjuna Bakkara/Tribunmedan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved