Berita Samosir
UPDATE Sengketa Tanah di Samosir Berujung Pembuatan Parit Sekeliling Rumah, Menteri HAM Utus Tim
Dalam rapat kerja Komisi XIII DPR RI bersama Menteri HAM Natalius Pigai, Rapidin Simbolon menyampaikan peristiwa yang dialami keluarga Darma Ambarita
Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Juang Naibaho
JAKARTA, TRIBUNMEDAN.com - Anggota DPR RI Rapidin Simbolon membawa persoalan keluarga Darma Ambarita, warga Samosir, Sumatra Utara (Sumut), ke forum rapat di Senayan, Jakarta.
Dalam rapat kerja Komisi XIII DPR RI bersama Menteri HAM Natalius Pigai, Rabu (5/2), Rapidin menyampaikan peristiwa yang dialami keluarga Darma Ambarita di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
Rapidin menceritakan, seorang warga yang bekerja sebagai buruh harian lepas di Pemkab Samosir, bersama dua anak kecilnya, terisolasi di rumah mereka akibat sengketa tanah.
Sekeliling rumahnya dikeruk jadi parit sedalam 2,5 meter dan lebar 2 meter. Akibat pengerukan itu, anak-anaknya tidak bisa keluar dan bermain dengan aman. Keluarga Darma juga harus nyebur melewati parit tersebut untuk bisa masuk dan keluar rumahnya.
Pengerukan itu dilatari sengketa tanah yang melibatkan Darma Ambarita dan Trapolo Ambarita, di mana kedua pihak saling klaim sebagai pemilik tanah.
Kondisi ini, menurut Rapidin, sudah melanggar hak asasi manusia (HAM), terutama hak perlindungan anak di bawah umur.
"Ini sangat memilukan. Anak-anak kecil ini “terpenjara” di rumah mereka. Harus segera ditangani masalah ini dengan serius," ujar Rapidin, Rabu.
Rapidin mengatakan sudah mendatangi Polres Samosir untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Ia menegaskan, meski masalah sengketa lahan bukan menjadi fokusnya, namun “pengurungan” terhadap anak-anak ini adalah pelanggaran HAM.
Hal ini menyebabkan tekanan psikologis yang berat bagi kedua anak Darma Ambarita.
"Saya mohon Pak Menteri untuk segera menurunkan stafnya ke lapangan. Kita harus melihat langsung kondisi di sana, karena ini benar-benar menyangkut hak asasi manusia," kata Rapidin.
Lebih lanjut, Rapidin mengungkapkan, tindakan pihak yang mengklaim tanah tersebut dengan melakukan pengerukan tanah sangat merugikan keluarga Darma Ambarita. Padahal, sejauh ini belum ada bukti yang sah tentang hak kepemilikan tanah tersebut.
Merespons persoalan itu, Menteri HAM Natalius Pigai memastikan segera memerintahkan Kabid HAM Sumut untuk mengecek rumah Darma Ambarita.
“Saya langsung jawab Bapak Ibu, Sekjen perintahkan Kadiv HAM Sumatera Utara turun, besok juga udah selesai Pak,” kata Natalius Pigai.
Rapidin pun mengapresiasi atensi Natalius Pigai yang cepat menangani masalah yang terjadi di daerah pemilihan (dapil)-nya tersebut. “Terima kasih Pak Menteri, luar biasa,” kata Rapidin.
Meski begitu, Natalius Pigai menjelaskan bahwa dalam kasus sengketa lahan, HAM tidak bisa ikut campur dalam proses hukumnya.
Pihaknya hanya bisa memberikan pendampingan. “Karena itu Pak Simbolon yang terhormat, yang kami nggak bisa kalau sudah masuk di pengadilan,” kata Pigai.
“Jadi kalau (sudah sampai) pengadilan, mohon kami jangan dipaksa, karena kami tidak mau dicurigai oleh civil society, oleh tokoh-tokoh demokrasi, oleh parlemen, oleh internasional, ya pemerintah intervensi wilayah peradilan,” tuturnya.
Duduk Perkara
Sengketa tanah warisan yang berujung pembuatan parit di sekeliling rumah keluarga Darma Ambarita di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, beredar viral di media sosial (medsos).
Tak sedikit warganet merasa tergugah melihat video viral jeritan hati anak Darma Ambarita saat harus melewati parit sedalam 2,5 meter, untuk pergi ke sekolahnya.
Pj Kepala Desa Unjur, Saudara Nainggolan, menuturkan, upaya mediasi sudah pernah dilakukan pada tahun 2019 dan 2024, namun tak membuahkan hasil.
Dia mengungkapkan, pihak yang terlibat dalam sengketa tanah warisan ini adalah keluarga Trapolo Ambarita dan keluarga Darma Ambarita.
Menurut dia, kedua belah pihak sejauh ini tidak pernah memperlihatkan surat kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.
Meski demikian, dia menyebutkan tak tertutup kemungkinan ada dokumen lain yang memperkuat klaim kepemilikan tanah tersebut, meskipun hal ini belum dapat dibuktikan.
“Surat absah kepemilikan dari kedua belah pihak tidak ada, namun tidak menutup kemungkinan ada surat lain yang bisa memperkuat hak mereka. Namun, ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut,” jelas Nainggolan.
Sengketa kepemilikan lahan ini menjadi viral setelah pengerukan tanah dilakukan pihak Trapolo Ambarita mengakibatkan kerusakan pada rumah keluarga Darma Ambarita.
Sekeliling rumah Ambarita dikeruk sedalam 2,5 meter dan lebar 2 meter. Alhasil, pengerukan itu memutus akses ke rumah Darma.
Kata Nainggolan, aparatur desa tidak mengetahui secara langsung saat pengerukan dilakukan. Menurut dia, pihak aparatur desa juga tidak dapat menghentikan aktivitas tersebut karena belum ada keputusan hukum terkait kepemilikan lahan.
Nainggolan menuturkan, pada tahun 2019, upaya mediasi telah dilakukan namun tidak tercapai kesepakatan.
Kemudian pada Oktober 2024, upaya mediasi kembali dilakukan dengan melibatkan pihak Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca). Namun, keluarga Darma Ambarita memilih untuk tidak hadir dengan alasan sudah siap menghadapi kasus ini di pengadilan.
Camat Simanindo, Hans Rikardo, menyatakan bahwa tanah tersebut berada di daerah sempadan sungai, sehingga kemungkinan besar tidak dapat memiliki sertifikat hak milik (SHM).
"Ini adalah masalah urusan dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) I Medan," ujar Camat Rikardo.
Dia juga menambahkan bahwa status hukum lahan ini akan ditentukan oleh proses hukum yang sedang berjalan. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada keputusan hukum tentang siapa yang berhak atas lahan tersebut.
Kata Hans, penyelesaian kasus ini kini berada di tangan aparat hukum, yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan sesuai ketentuan yang berlaku.
Video Jeritan Hati Anak Viral di Medsos
Kondisi yang dialami Darma bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil, beredar viral di medsos. Dalam video yang beredar, terlihat ratapan pilu bocah berusia lima tahun yang hendak berangkat ke sekolah.
Bocah yang telah mengenakan seragam sekolah lengkap tersebut, melangkah kecil beranjak dari rumahnya. Sekitar dua meter berjalan, langkahnya terhenti. Ada parit dengan lebar sekitar 2 meter dan kedalaman 2,5 meter terbentang di hadapannya.
Darma kemudian turun dan masuk lebih dulu ke dalam parit berisi air setinggi 1 meter. Barulah kemudian dia mengulurkan tangannya bersiap menggendong anaknya untuk melewati parit tersebut, dan selanjutnya pergi ke sekolah.
“Bapak Presiden, tolonglah kami. Gak ada lagi jalan (ke rumah) kami. Klo aku sekolah harus lewat air, digendong bapak ku,” ucap bocah tersebut dengan lirih.
Hal itu terpaksa dilakukan keluarga Darma Ambarita hari-hari belakangan. Saat ini rumahnya terisolasi. Parit itu dikeruk oleh Trapolo Ambarita yang mengklaim sebagai pemilik tanah. Di sisi lain, Darma juga mengklaim keluarganya mendiami tempat tersebut secara turun-temurun empat generasi.
Di rumah yang terbuat dari bahan kayu itu, Darma Ambarita tinggal bersama istrinya, Rentina Sihotang, dan dua anak mereka, Yosefin Ambarita dan Jovanka Ambarita, yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK).
Sejak munculnya persoalan warisan tanah yang ditinggalinya, dan berujung pembuatan parit di sekeliling rumah, akses keluar masuk rumah Darma memang terputus. Untuk beraktivitas ke luar rumah, keluarga ini harus lebih dulu nyebur ke parit tersebut.
Darma menuturkan, rumah yang diwariskan orang tuanya itu dibangun sejak 1982. Setelah orangtuanya meninggal, Trapolo Ambarita datang sekitar tahun 2019 silam dan mengklaim bahwa tanah yang mereka tempati miliknya.
Darma bilang, ayah TA semasa hidup tinggal di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, berdampingan dengan ayah Darma.
Pada 6 Januari 2025, Trapolo Ambarita datang sambil membawa alat berat lalu menggali sekeliling rumah Darma.
Setelah beredar video viral tentang keluarga Darma, pada Jumat (31/1/2025) lalu, Bripka Tumbur Sitohang, seorang Polisi Desa (Bhabinkamtibmas), bersama sejumlah elemen masyarakat, bergotong royong membangun sebuah jembatan kayu.
Bagi banyak orang, ini mungkin hanya jembatan sederhana. Tetapi bagi keluarga Ambarita, ini adalah jalan menuju kehidupan yang lebih baik.
"Semoga ini bermanfaat bagi keluarga Ambarita, dan sudah kita pasang dengan kokoh," ujar Bripka Tumbur.
Keluarga Darma Ambarita tak bisa menyembunyikan rasa harunya dan berterima kasih atas pembangunan jembatan tersebut.
Baginya, jembatan itu kini berdiri, bukan hanya sebagai penghubung antara rumah dan dunia luar, tetapi juga sebagai simbol kasih dan kepedulian.
"Sekarang kami tidak lagi terkurung di rumah sendiri. Anak-anak bisa pergi ke sekolah tanpa harus bersusah payah. Saya dan keluarga sangat berterima kasih kepada semua yang telah peduli, termasuk bapak polisi desa yang datang membangun ini," ucapnya.(Arjuna Bakkara/Tribunmedan.com)
| STATEMENT Kabid HAM Flora Nainggolan Usai Tinjau Rumah Darma Ambarita yang Terisolasi di Samosir |
|
|---|
| RESPONS Menteri HAM Natalius Pigai soal Sekeluarga Terisolasi di Samosir, Sekeliling Rumah Dikeruk |
|
|---|
| SENGKETA Tanah Warisan 2 Keluarga Ambarita di Samosir, Rumah Darma Terisolasi Dibikin Parit Keliling |
|
|---|
| Rumah Darma Dibikin Parit Keliling Buntut Sengketa Tanah Warisan, Ternyata Sama-sama Tak Ada SHM |
|
|---|
| PENJELASAN Kades dan Camat Usai Viral Rumah Terisolasi Gegara Sengketa Tanah Warisan di Samosir |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.