Korupsi Pertamina

DAFTAR Lengkap Harta Kekayaan 6 Bos Pertamina Patra Niaga yang Jadi Tersangka Oplos Pertamax

Enam tersangka kasus oplosan Pertamax adalah bos Pertamina Patra Niaga. Berikut daftar harta kekayaan keenam tersangka petinggi Pertamina

Editor: Juang Naibaho
kolase Tribun Medan: Istimewa
RIVA SIAHAAN - Riva Siahaan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Senin (24/2/2025). Dari total sembilan tersangka kasus oplosan Pertamax, enam di antaranya adalah bos Pertamina Patra Niaga. 

TRIBUN-MEDAN.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menangkap dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero). 

Keduanya adalah Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.

"Penyidik telah menemukan bukti cukup bahwa kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana bersama tujuh tersangka yang telah kami sampaikan," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/2/2025) malam.

Abdul Qohar menjelaskan dua orang itu telah diperiksa sejak pukul 15.00 WIB dalam kapasitasnya sebagai saksi. Selanjutnya, penyidik menemukan bukti cukup tentang keterlibatan mereka di kasus korupsi itu. 

Penyidik pun langsung menahan Maya dan Edward untuk kepentingan penyidikan. Keduanya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. "Selanjutnya tim penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan," katanya.

Dengan adanya penetapan dua tersangka baru tersebut, maka total sudah ada sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. 

Enam tersangka di antaranya adalah bos Pertamina Patra Niaga. Berikut daftar harta kekayaan keenam tersangka: 

1. Riva Siahaan 
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 31 Maret 2024, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan memiliki kekayaan sebesar Rp 18,9 miliar. 

Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan laporan periode sebelumnya.

Pasalnya, pada LHKPN yang dilaporkan pada 30 Maret 2023, Riva yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga tercatat memiliki harta kekayaan dengan total Rp 9,3 miliar. 

Setelah setahun menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga pada 2023, kekayaan Riva mengalami kenaikan hingga dua kali lipat. Pada laporan terbarunya, Riva memiliki tiga tanah dan bangunan yang berada di Tangerang Selatan dengan nilai Rp 7,7 miliar. 

Dia juga memiliki sejumlah kendaraan dengan total sebesar Rp 2,9 miliar. 

Riva juga tercatat memiliki harta bergerak sebesar Rp 800 juta, surat berharga dengan total Rp 1,5 miliar, serta kas dan setara kas sebesar Rp 8,6 miliar. 

Namun, dia tercatat memiliki utang sebesar Rp 2,6 miliar. 

2. Sani Dinar Saifuddin 
Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin juga menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pertamina.

Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan pada 18 Maret 2024, Sani Dinar memiliki harta kekayaan sebesar Rp 15,7 miliar.  

Harta ini meliputi kepemilikan tanah dan bangunan sebesar Rp 8 miliar, alat transportasi senilai Rp 800 juta, surat berharga Rp 2,4 miliar, harta bergerak sebesar Rp 180 juta, serta kas dengan totoal Rp 3,9 miliar. 

3. Agus Purwono 
Sementara, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 4,7 miliar, menurut LHKPN yang dilaporkan pada 28 Maret 2024. 

Rincian harta kekayaan Agus meliputi kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp 8,4 miliar, alat transportasi sebesar Rp 1 miliar, dan harta benda lainnya dengan total keseluruhan Rp 1,5 miliar. 

Namun, Agus Purwono tercatat memiliki utang sebesar Rp 6,3 miliar. 

4. Yoki Firnandi 
Berdasarkan LHKPN per 31 Maret 2024, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi memiliki total kekayaan sebesar Rp 44 miliar. 

Harta kekayaan Yoki mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu Rp 31,4 miliar. 

Kekayaan Dirut PIS tersebut meliputi kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp 18,7 miliar, alat transportasi sebesar Rp 2 miliar, surat berharga senilai Rp 1,7 miliar, dan harta bergerak dengan total Rp 550 juta. 

Harta kekayaan Yoki didominasi oleh kas dan setara kas yang nilainya mencapai Rp 25,2 miliar. 

Dia juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 4,2 miliar. 

5. Maya Kusmaya
Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya menjadi tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. 

Menurut LHKPN yang dilaporkan pada 15 Maret 2024, Maya tercatat memiliki kekayaan total senilai Rp 10,4 miliar, yang terbagi ke dalam kepemilikan tanah, bangunan, transportasi, dan harta benda lainnya. 

Surat berharga yang dimiliki Maya Kusmaya memiliki jumlah tertinggi yaitu Rp 5,6 miliar.

Dia juga tercatat memiliki utang Rp 200 juta. 

6. Edward Corne 

Bersama Maya Kusmaya, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne juga ditetapkan menjadi tersangka pada Rabu (26/2/2025). 

Berdasarkan LHKPN per 20 Maret 2024, harta kekayaan Edward Corne tercatat sebesar Rp 4,3 miliar yang terbagi ke dalam kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp 2,6 miliar, serta alat transportasi sebesar Rp 105 juta.

Selain itu, dia juga memiliki harta bergerak, surat berharga, dan kas dengan total keseluruhan mencapai Rp 1,8 miliar. Edward Corne memiliki utang sebanyak Rp 290 juta.

Lokasi Oplosan

Kejagung mengungkap lokasi pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan mencampur minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). 

MKAR merupakan anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yang rumah dan kantornya sempat digeledah oleh Kejagung. 

Dilansir dari Kompas.com (27/5/2025), pengoplosan Pertamax terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka Gading Ramadhan Joedo. 

Hal ini terungkap saat Kejagung menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne. 

Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90. 

Itu dilakukan untuk menghasilkan RON 92 (Pertamax) yang kemudian dijual dengan harga RON 92. 

Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Kerugian Setahun Rp 193,7 Triliun

Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi Pertamina Patra Niaga akan lebih besar dari yang sudah diumumkan, yaitu Rp 193,7 triliun. 

Sebab, kerugian Rp 193,7 triliun ini baru merupakan perhitungan dari tahun 2023 saja. Sementara, kasus ini terjadi dari 2018 hingga 2023.

“Kemarin yang sudah disampaikan dirilis itu Rp 193,7 triliun, itu tahun 2023. Makanya, kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, di Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Namun, perhitungan pasti kerugian negara ini perlu dilakukan oleh ahli keuangan. Besaran kerugian negara ini juga bisa jadi berbeda di tahun kejadian atau pada jumlah di masing-masing komponennya.

“Misalnya apakah setiap komponen itu di 2023 juga berlangsung di 2018, 2019, 2020, dan seterusnya. Kan, ini juga harus dilakukan pengecekan,” ujar Harli.

Berdasarkan keterangan resmi Kejagung, kerugian negara sementara mencapai Rp 193,7 triliun. Kerugian ini terbagi menjadi lima komponen.

1. Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun. 
2. Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun. 
3. Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun. 
4. Kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun. 
5. Kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun. 

Harli menuturkan, faktor kerugian negara juga sangat tergantung pada proses distribusi yang dilakukan oleh Pertamina pada saat kasus ini terjadi. 

Misalnya, BBM yang didistribusikan ternyata lebih rendah dari spesifikasi yang dibayarkan, selisih harga ini akan diperhitungkan dalam total kerugian negara. (*/tribunmedan.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved