Berita Viral
SOSOK dan Profil Maya Kusmaya Petinggi Pertamina yang Perintahkan Oplos Pertalite Jadi Pertamax
Inilah sosok dan profil Maya Kusmaya petinggi Pertamina yang perintahkan oplos Pertalite jadi Pertamax dan kini ditetapkan sebagai tersangka baru
TRIBUN-MEDAN.COM – Inilah sosok dan profil Maya Kusmaya petinggi Pertamina yang perintahkan oplos Pertalite jadi Pertamax.
Maya Kusmaya yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga kini ditetapkan jadi tersangka.
Petinggi Pertamina bernama Maya Kusmaya itu disebut sebagai orang yang perintahkan Pertamax dioplos.
Kini sosok dan profilnya disorot.
Adapun Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang.
Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kerja Sama (KKS) pada 2018-2023.
Maya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (26/2/2025) malam setelah dijemput paksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) karena tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi.
Dengan ditetapkannya Maya sebagai tersangka, sudah ada enam petinggi Pertamina yang terjerat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang.
“Tersangka MK (Maya Kusmaya) memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending (oplos) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 (Pertalite) agar dapat menghasilkan RON 92,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dikutip Tribun-medan.com dari Kompas.com, Kamis (27/2/2025).
Baca juga: Nasib Juventus Disingkirkan Empoli di Coppa Italia, Bianconeri Bisa tanpa Trofi Musim Ini
Profil Maya Kusmaya
Merujuk Laman resmi PT Pertamina Patra Niaga, Maya lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 31 Agustus 1980. Sebelum berkarier di bidang liquefied natural gas (LNG), Maya menempuh pendidikan di Program Studi S-1 Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ia kemudian melanjutkan studi ke magister atau S-2 di Jurusan Natural Gas Technology di Norges Teknisk Naturvitenskapelige Universitet atau Norwegian University of Science and Technology (NTNU).
Setelah itu, Maya bergabung dan menduduki beberapa jabatan strategis di PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Gas, dan PT Pertamina Patra Niaga.
Pada 2015-2016, ia ditunjuk menjadi Senior Analyst Gas Business Initiatives di PT Pertamina (Persero).
Maya kemudian ditugaskan menjadi Engineering Manager Pertamina Gas Directory pada 2016-2018 dan Portfolio and Business Development Manager Pertamina Gas Directory pada 2018-2020.
Perjalanan kariernya berlanjut sebagai VP Kapasitas Komersial dan Aset PT Pertamina Gas pada 2020-2021 dan VP Operasi Perdagangan PT Pertamina Patra Niaga pada Maret-Juni 2023.
Baca juga: Bukan Minta Ampun, Wakepsek di Riau Ucap Ini Sebelum Dihabisi Suami Gegara Cemburu, Pasrah
Selanjutnya, Maya diangkat menjadi Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga sejak Juni 2023-sekarang.
Ia diangkat dalam jabatan tersebut berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina Patra Niaga, Jumat (16/6/2023).
Penunjukkan Maya sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dilakukan bersamaan dengan penunjukkan Riva Siahaan sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Maya menggantikan posisi Riva yang semula menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
Riva sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang pada Senin (24/2/2025).
Irto Ginting yang pada 2023 masih menjabat sebagai Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga menyebutkan, pengangkatan Riva dan Maya merupakan hal yang biasa dalam perubahan susunan direksi.
“Diharapkan semakin mendorong upaya Pertamina Patra Niaga dalam menjalankan tugasnya sebagai Subholding Commercial and Trading PT Pertamina (Persero) dalam menyalurkan energi kepada masyarakat,” ujar Irto dikutip dari Antara, Jumat (16/6/2023).
Qohar menjelaskan, penetapan Maya sebagai tersangka korupsi Pertamina dilakukan bersamaan dengan Edward Corne selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025) pukul 10.00 WIB.
Karena keduanya tidak kunjung tiba di Kantor Kejagung, penyidik mengambil langkah lanjutan dengan menjemput paksa Maya dan Edward.
“Namun demikian, sampai pukul 14.00 WIB yang bersangkutan belum hadir sehingga kami terpaksa menjemput yang bersangkutan di kantor yang bersangkutan,” jelas Qohar dikutip dari Antara, Rabu (26/2/2025).
Setelah Maya dan Edward ditetapkan sebagai tersangka, keduanya akan ditahan untuk kepentingan pemeriksaan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan terhitung sejak Rabu (26/2/2025).
Baca juga: PENAMPAKAN Garasi Riva Siahaan Dirut Pertamina Tersangka Korupsi Pertamax, Baru Beli Mobil Rp1,5 M
AWAL Mula Terbongkarnya Mega Korupsi Pertamina Rp968,5 Triliun
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Sirega membeberkan awal mula terungkapnya korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga tahun 2018-2023.
Dari fakta tersebut terungkaplah siapa sebenarnya sosok pertama yang berhasil membongkar mega korupsi di dalam perusahaan BUMN tersebut.
Semua itu berawal dari laporan atau keluhan warga.
Harli mengatakan kasus mega korupsi ini berawal dari adanya temuan terkait keluhan masyarakat di beberapa daerah soal kualitas bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dianggap jelek.
Terungkap sosok pembongkar pertama mega korupsi ini ternyata para warga yang ada di Papua dan Palembang.
"Kalau ingat, di beberapa peristiwa, ada di Papua dan Palembang terkait soal dugaan kandungan minyak yang katakanlah jelek."
"Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat bahwa mengapa kandungan terhadap Pertamax misalnya yang dinilai kok begitu jelek," kata Harli, dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025), seperti dikutip TribunJatim.com.
Dengan adanya temuan tersebut, Harli mengatakan pihaknya langsung melakukan pengamatan lanjutan hingga pengumpulan data.
Ternyata, kata Harli, keluhan dari masyarakat itu berbanding lurus dengan temuan terkait adanya kenaikan Pertamax hingga subsidi pemerintah yang besar dan dirasa tidak perlu diberikan.
"Sampai pada akhirnya ada keterkaitan dengan hasil-hasil yang ditemukan di lapangan dengan kajian-kajian yang tadi terkait misalnya kenapa harga BBM harus naik misalnya."
"Ternyata kan ada beban-beban pemerintah yang harusnya tidak perlu," tuturnya.
Harli menuturkan temuan-temuan tersebut pun bermuara ke dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
"Karena ada sindikasi yang dilakukan oleh para tersangka ini, akhirnya negara harus mengemban beban kompensasi dan subsidi yang begitu besar," jelasnya.
Kini ramai beredar narasi yang menyebutkan bahwa Pertamax dioplos Pertalite dan membuat masyarakat kembali emosi.
Soal hal itu, Pertamina mengungkapkan bantahan.
Pertamina menegaskan Pertamax yang dijual di pasaran telah sesuai spesifikasi RON 92.
Pernyataan ini menepis tudingan, Pertamax telah dioplos dengan BBM jenis Pertalite yang beredar di media sosial setelah Kejagung mengungkap adanya korupsi tata kelola minyak mentah.
"Jadi kalau untuk kualitas BBM, kami pastikan bahwa yang dijual ke masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas."
"RON 92 itu artinya ya Pertamax, RON 90 itu artinya Pertalite," ujar Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, Selasa (25/2/2025).
Dia juga menegaskan Pertamax yang beredar di pasaran telah melewati penelitan dan pengujan dari Lembaga Sertifikasi Produk Migas (Lemigas).
Fadjar juga berujar, narasi Pertamax dioplos Pertalite berbeda dengan pernyataan Kejagung saat konferensi pers pada Senin (24/2/2025).
"Jadi di Kejaksaan mungkin kalau boleh saya ulangkan lebih mempermasalahkan tentang pembelian RON 90-92, bukan adanya oplosan sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar, sehingga ada disinformasi di situ."
"Tapi bisa kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan spesifikasinya masing-masing RON 92 adalah Pertamax, RON 90 adalah Pertalite," jelasnya.
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dari kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Mereka adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Lalu, tersangka lainnya ada Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.
(*/tribun-medan.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.