Sumut Terkini

Banjir Bandang di Parapat, KSPPM Parapat dan AMAN Tano Batak Sampaikan Catatan Kritis

Menurutnya, Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon di Kabupaten Simalungun kehilangan hutan alam seluas 6.148 hektar.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
Dok. KSPPM dan AMAN Tano Batak
Luapan Sungai Batu Gaga yang membawa lumpur dan batu-batu menimbun rumah warga di Parapat.  

TRIBUN-MEDAN.com, PARAPAT - Banjir bandang terjadi di Parapat pada Minggu (16/3/2025). Terkait hal ini, KSPPM Parapat dan AMAN Tano Batak sampaikan catatan kritisnya.

Menurutnya, Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon di Kabupaten Simalungun kehilangan hutan alam seluas 6.148 hektar.

Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut menyebabkan Sungai Batu Gaga meluap, membawa material batu dan lumpur menerjang permukiman warga. 

Kejadian ini menimbulkan kerusakan parah pada rumah-rumah penduduk serta mengganggu aktivitas ekonomi dan transportasi di kawasan tersebut.

Seorang ibu lanjut usia, yang menjadi korban banjir, mengungkapkan ketakutannya setiap kali hujan turun. 

"Mau pagi, siang, sore, atau malam, begitu terdengar suara gemuruh air, kami segera waspada. Kami berharap pemerintah bisa menangkap semua pelaku perusakan hutan di atas sana," demikian disampaikan dalam siaran pers yang diperoleh tribun-medan.com pada hari ini, Rabu (19/3/2025).

Pihaknya juga mendapatkan laporan dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), ada sebanyak 11 rumah mengalami kerusakan parah, sementara 138 Kepala Keluarga terdampak langsung oleh banjir. 

"Bahkan, banjir kali ini juga menyebabkan fasilitas umum seperti rumah sakit dan beberapa hotel, termasuk Hotel Atsari, terendam lumpur," tuturnya.

"Jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige juga lumpuh akibat longsor dan genangan air," sambungnya.

Tiga hari setelah bencana, kondisi kota Parapat masih belum sepenuhnya pulih.

Banyak rumah makan masih tutup karena terdampak lumpur, sementara warga terlihat bergotong royong membersihkan sisa-sisa material yang terbawa banjir.

Ngatiman, seorang pemilik usaha di kawasan Panatapan, mengungkapkan bahwa bencana ini memberikan dampak besar terhadap perekonomian warga. 

"Biasanya dampak longsor seperti ini terasa lebih dari satu bulan. Wisatawan takut singgah, sehingga usaha kami merugi," keluhnya. 

Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

"Sekarang kami selalu khawatir setiap kali hujan turun, takut longsor terjadi lagi. Pemerintah harus bersikap tegas terhadap pelaku perusakan hutan," terangnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved