Medan Terkini

Bacakan Puisi saat Aksi Buruh Depan Kantor DPRD Sumut, Niken: Ini Refleksi Saya sebagai Anak Petani

Seorang perempuan berbaju hitam dan menggunakan topi pink ini dengan lantang membacakan sebuah puisi yang berisi kritikan .

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
BACA PUISI: Niken, mahasiswa Unimed yang lantang membacakan puisi berjudul 'Injak Kami Sekali Lagi Maka Kami Akan Jadi Api' di depan Kantor DPRD Sumut, Kamis (1/5/2025). Puisi itu dibaca untuk peringati Hari Buruh Nasional. (Tribun Medan/Anisa) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Seorang perempuan berbaju hitam dan menggunakan topi pink ini dengan lantang membacakan sebuah puisi yang berisi kritikan berupa minimnya perhatian pemerintah terhadap buruh dan petani.

Tanpa rasa khawatir, sambil memegang mic ia menyuarakan bagaimana buruh bekerja dengan jam kerja yang tidak manusiawi.

Puisi yang dibacakan itu pun disambut antusias oleh para buruh lain. Yang artinya, seluruh isi puisi tersebut sesuai dengan keresahan para buruh

"Jam kerja diperpanjang sementara apa, pemilik modal menghisap keuntungan sebesar-besarnya. Persetanan dengan itu," Sebait puisi yang dibacakan dengan lantang oleh perempuan rambut pirang menggunakan topi berwarna pink di depan Kantor DPRD Sumut, Kamis (1/5/2025).

Saat diwawancarai Tribun Medan usai membacakan puisi, perempuan bersuara lantang itu ternyata bernama Niken. 

Diceritakan Niken, selama ini ia hidup dari hasil kerja keras sang ibu sebagai petani.

Untuk itu, ada rasa kesal dalam dirinya sebab pemerintah tak memperhatikan kesejahteraan para buruh terutama kepada petani. 

"Saya adalah anak seorang petani, puisi ini saya buat dan saya bacakan sendiri sebagai bentuk refleksi orang tua saya yang selalu bekerja dari jam 06.00- 18.00 WIB setiap harinya, namun keadaan ekonomi tak kunjung membaik," jelasnya. 

Menurutnya puisi yang dibacanya tadi berjudul 'Injak Kami Sekali Lagi Maka Kami Akan Jadi Api'.

"Maknanya adalah baik petani dan buruh ini ditindas oleh pemerintah. Jadi puisi saya itu menceritakan refleksi saya sebagai anak seorang petani," tutur anak terakhir dari empat saudara tersebut.

Dalam puisi, ini kata Niken ia meminta penerima untuk menghancurkan kapitalis di dunia pertanian dan buruh.

"Hancurkan kapitalis dan penuhi hak-hak para petani dan buruh," ujarnya mahasiswa Unimed ini. 

Menurutnya, tak ada rasa takut saat membacakan puisi tersebut. Karena, melihat sang ibu yang sudah mulai menua. 

"Saya berani ikut, karena dunia kapitalis ini cukup merugikan para buruh dan petani. Untuk itu, kami ingin menjatuhkan sistem kapitalis yang sangat menindas kehidupan para buruh dan petani," jelasnya

Proses pembuatan puisi itu, kata Niken hanya di buat dua hari. Awalnya, ia hanya ingin mempostingnya di sosial media miliknya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved