Kecelakaan Bus ALS

Kisah Atas Silaen Korban Bus ALS, 5 Bulan Rawat Ibu, Ratapan Adiknya Menyayat Hati

Keluarga menangsi sejadi-jadinya, tak sanggup melepas kepergian putra kedua yang dikenal sebagai tulang punggung keluarga. 

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/MAURITS PARDOSI
LAKALANTAS ALS: Suasana di rumah duka Atas Silaen, Kamis (8/5/2025). Jasad Atas Silaen (31) tiba di kampung halamannya, Desa Lumba. Pinasa, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba pada hari ini, Kamis (8/5/2025). Jasad tiba di rumah duka sekitar pukul 7.00 WIB. 

Senin (5/5/2025) sore, ia berangkat dari Balige menuju Jakarta. Pada Rabu (7/5/2025), bus yang dinaikinya mengalami kecelakaan lalu lintas (lakalantas).

Ia pun dinyatakan meinggal dunia. Sebelum jasadnya diantar ke kampung halamannya di Lumban Pinasa, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba, jasad Atas Silaen diperiksa di RS Bhayangkara Kota Padang.

Keluarga yang tinggal dekat TKP segera menyusul ke RS Bhayangkara Kota Padang membereskan seluruh administrasi.

Hari ini, Kamis (8/5/2025), kampung halamannya disellimuti kesedihan.

Pria yang dikenal periang, gigih, dan berbakti pada orang tua tiada.

Handai taulan dan keluarga sudah berada di areal rumah duka menyambut jasad Atas Silaen yang sudah berada pada peti jenazah.

Belum kering air mata saat menangisi ibundanya, kini keluarga menangis kembali karena kematian Atas Silaen. Ayah, kakak, dan adiknya tak sanggup berkata apa-apa.

Terlihat, ayahnya terasa lemas. Tak sanggup melihat tubuh Atas Silaen kekar itu terbujur kaku. Keluarga dan kerabat silih berganti menyampaikan ungkapan turut berbelasungkawa.

Mata kaum ibu tertuju pada Meliati (17), adik perempuan Atas Silaen. Meliati kini duduk dibangku SMK kelas 11 seakan tak punya harapan lagi melanjutkan sekolahnya.

Pasalnya, selama ini, Meliati mengandalkan kakaknya memenuhi kebutuhan sekolahnya.

Bahkan, dalam beberapakali percakapan, Meliati kerap melontarkan niatnya melanjut ke Universitas Nomensen  jurusan Akutansi manakala ia lolos dari SMK Nassau.

"Aku sering bilang sama abang kalau aku nanti lulus, aku akan sekolah di Universitas Nomensen untuk mengambil jurusan akutansi. Aku tak bisa berkata apa lagi. Selama ini, aku hanya mengandalkan abang Atas," ujarnya sambil menyeka air mata.

Walaupun demikian, ia berjanji pada dirinya agar senantiasa bersemangat. Kepergian ibunya dan disusul kakaknya membuatnya tak sanggup berkata apa-apa.

"Ompuompu yang kami tanam di makam ibu pun belum tumbuh, kami harus mengantarkan bang Atas lagi. Air mata pun belum kering sudah datang kesedihan baru," sambungnya.

Perjuangan ayah dan ibu sebagai petani, kini harus dilanjutkan ayah seorang diri. Maka, ia berjanji pada dirinya akan membantu ayahnya agar ia bisa sekolah. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved