Toba Pulp Lestari
Guru Besar IPB Sebut Permintaan Tutup TPL Mustahil, Tidak Perusak Lingkungan dan Rutin Beri CSR
Guru Besar IPB sebut seruan tutup TPL tidak didasarkan pada pemahaman yang logika serta berbasis data yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan
TRIBUNMEDAN.COM, JAKARTA- Guru Besar IPB University, Prof.Dr. Manuntun Parulian Hutagaol mengatakan, belum lama ini tengah heboh seruan terbuka agar pemerintah menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL). Apalagi, narasi Tutup TPL itu disampaikan pemimpin organisasi keagamaan.
Tidak sedikit pihak menganggap TPL sebagai perusak lingkungan sehingga menimbulkan banjir dan longsor di Toba. Dan, masyarakat mengalami kerugian materi, non materi yang cukup besar.
Akan tetapi, seruan tutup TPL tidak didasarkan pada pemahaman yang logika serta berbasis data yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Baca juga: Serikat Pekerja TPL dan Mitra Kecewa Pernyataan Ephorus: Kami Jemaat HKBP Bergantung Hidup sama TPL
"TPL merupakan perusahaan besar yang nilai investasinya mencapai triliunan rupiah. Investasi besar itu untuk mengolah kayu (sumber daya alam, SDA) menjadi produk komersil," ujarnya kepada media.
Selain itu, kata dia, seruan tutup TPL tidak mencerminkan ketidakpahaman aturan hukum yang harus ditaati perusahaan serta mekanisme pengawasan dan penegakan secara hukum oleh pemerintah.
"Benar bahwa TPL sebagai perusahaan komersial mengejar keuntungan (profit). Tetapi, TPL sebagai perusahaan besar dan terbuka (Tbk) bukanlah entitas bisnis yang melakukan strategi maksimisasi
keuntungan jangka pendek," katanya.
Menurutnya, TPL butuh Waktu sekitar 25 tahun untuk mendapatkan Kembali investasinya ditambah sejumlah return (profit) yang diharapkan pemilik perusahaan.
Artinya, satu “investment cycle” dari TPL membutuhkan kegiatan produksi yang berkelanjutan selama sekitar 25 tahun.
Implikasinya, TPL harus kerja keras menjamin pasokan bahan baku (kayu) yang cukup dan sesuai kebutuhan perusahaan selama periode panjang ini. Jadi mereka harus melakukan berbagai cara menanam dan memanen pohon-pohon yang akan menjadi bahan baku pabriknya secara berulang.
Selain itu, biasanya perusahaan besar seperti TPL berharap dapat melakukan bisnisnya tidak hanya satu siklus investasi. Tetapi berkelanjutan tanpa batas waktu.
Oleh karena itu, penanaman dan pemanenan pohoh diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan tanpa batas waktu. Dengan prasyarat bisnis.
Seperti itu, apakah tuduhan TPL merusak lingkungan yang mengakibatkan banjir dan longsor sebagaimana isi seruan tersebut di atas dapat diterima akal sehat?
"Tuduhan tersebut absurd (mustahil). Alasannya adalah pohon-pohon yang ditanam untuk dijadikan bahan baku tidak dapat tumbuh dengan baik di tanah yang rusak secara ekologis dan akan hancur bila terjadi banjir
dan tanah longsor, sebagai akibatnya, TPL akan rugi dan tidak akan dapat memungut kembali (recover) investasinya. Harapannya untuk melakukan bisnis berkelanjutan juga tidak mungkin terwujud," ujarnya.
Ia menambahkan, bila lingkungan hidup di KDT hancur maka pasokan bahan baku TPL tidak terjamin sehingga perusahaan akan gulung tikar. Apakah pihak TPL akan melakukan perbuatan sebodoh itu?
"Selain karena tuntutan untuk memenuhi kepentingan perusahaan (self interest) sendiri, TPL juga harus memastikan operasinya tidak merusak lingkungan," katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.