TRIBUN WIKI

Apa Itu Quiet Quitting yang Popler di Kalangan Gen Z, "Gue Kerja, Enggak Mau Dikerjain"

Quiet quitting adalah tren di dunia kerja di mana karyawan memilih untuk bekerja hanya sesuai dengan deskripsi pekerjaan dan tanggung jawab

Penulis: Array A Argus | Editor: Array A Argus
ChatGPT/Tribun-medan.com
KELELAHAN- Ilustrasi ini dibuat menggunakan aplikasi kecerdasan buatan atau AI, Rabu (28/5/2025). Pada gambar terlihat pekerja yang tampak kelelahan. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Istilah quiet quitting dalam dunia kerja kembali populer, khususnya di kalangan Generasi Z di Jepang.

Mereka memilih bekerja sesuai tugas yang diberikan, dan tidak mau mengerjakan apa yang bukan menjadi tugasnya.

Padahal diketahui, Jepang adalah negara yang identik dengan budaya kerja keras dan loyalitas terhadap perusahaan.

Tak heran, sering ada berita muncul pekerja tidur di jalan, atau mereka melakukan aksi yang di luar nalar.

Baca juga: Apa Itu Kartu Nusuk Jemaah Haji, Begini Penjelasan Singkatnya

Beberapa diantaranya bahkan memilih mengakhiri hidup karena beban kerja yang begitu berat.

Karenanya, para Gen Z yang ada di Jepang saat ini lebih memilih bekerja sesuai tugasnya saja.

Mereka tak mau bekerja di luar apa yang telah disepakati.

Sebab, mereka tak ingin berakhir tragis seperti kebanyakan pekerja di Jepang.

Lalu, apa sih quiet quitting ini?

Baca juga: Apa Itu Festival Budaya Isen Mulang? Ternyata Ini Arti dan Maknanya

Penjelasan soal quiet quitting

Quiet quitting adalah tren di dunia kerja di mana karyawan memilih untuk bekerja hanya sesuai dengan deskripsi pekerjaan dan tanggung jawab yang telah disepakati, tanpa melakukan upaya ekstra seperti lembur tanpa kompensasi, mengambil tugas tambahan di luar job desk, atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan di luar jam kerja.

Istilah ini pertama kali populer di Amerika Serikat (AS) pada 2022 dan ramai dibahas di TikTok.

Fenomena ini muncul sebagai respons terhadap hustle culture—budaya kerja yang menuntut karyawan untuk selalu bekerja keras dan mengorbankan waktu pribadi demi pekerjaan.

Baca juga: Apa Itu Kemarau Basah, Penyebab dan Dampaknya Bagi Pertanian

Quiet quitting bukan berarti karyawan benar-benar mengundurkan diri, melainkan lebih pada perubahan sikap kerja: mereka tetap menjalankan tugas pokok, tetapi menolak untuk melakukan lebih dari yang diperlukan, demi menjaga kesejahteraan diri sendiri.

Ada beberapa penyebab kenapa quiet quitting ini muncul.

Pertama, karena ketidakseimbangan antara beban kerja dan kompensasi.

Di saat pekerja mati-matian menjalankan tugas yang bahkan di luar tugasnya, perusahaan justru tidak memberikan apresiasi atau penghargaan.

Baca juga: Apa Itu Syarikah Haji 2025, Peran dan Manfaatnya Bagi Jemaah Haji

Kemudian, alasan kedua munculnya tren di dunia kerja ini lantaran memicu tingkat stres yang berkepanjangan.

Hal ini dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan mental.

Kemudian, alasan ketiga kenapa tren di dunia kerja ini ada untuk menjaga keseimbangan hidup kerja, terutama di kalangan generasi milenial dan Gen Z.

Berhenti memberikan segalanya untuk perusahaan

Sumie Kawakami, seorang dosen ilmu sosial di Universitas Yamanashi Gakuin dan seorang konsultan karier profesional mengatakan, munculnya tren quiet quitting karena semakin banyak orang yang tidak merasa berkewajiban untuk mengorbankan diri untuk perusahaan.

Baca juga: Apa Itu Haji Furoda? Berbeda dengan Haji Plus, Ini Biaya dan Masa Tunggu Keberangkatannya

“Banyak anak muda yang melihat orang tua mereka mengorbankan hidup untuk perusahaan, bekerja lembur berjam-jam dan mengorbankan kehidupan pribadi mereka,” ujar Sumie Kawakami, dikutip dari Kompas.com.

Ia mengatakan, di era saat ini, ada kecendrungan perubahan pola kebijakan yang dilakukan sejumlah perusahaan.

“Dulu, kantor akan membayar upah yang adil dan memberikan tunjangan sehingga orang akan tetap bekerja di perusahaan yang sama sampai pensiun,” katanya kepada DW.

“Namun sekarang berbeda, banyak perusahaan berusaha memangkas biaya, tidak semua staf kini memiliki kontrak kerja penuh, serta gaji dan bonus tidak lagi sebesar dulu,” tambahnya.

Baca juga: Apa Itu Satelit Kosmos 482 Milik Uni Soviet yang Jatuh di Sebelah Barat Jakarta

Izumi Tsuji, seorang profesor sosiologi budaya di Universitas Chuo Tokyo, mengatakan bahwa pengalamannya dengan anak muda membuatnya menyimpulkan hal yang sama.

“Ada perubahan besar dalam sikap terhadap pekerjaan di kalangan anak muda dibanding generasi saya yang berusia 50-an,” katanya.

“Dulu, para karyawan sangat setia kepada kantor mereka, bekerja berjam-jam, bekerja lembur tanpa bayaran, dan tidak ingin berpindah perusahaan,” katanya.

Baca juga: Apa Itu Overdosis Anestesi yang Dialami Seleb TikTok Hingga Kejang? Ini Penjelasannya

“Sebagai imbalannya, mereka dan keluarga mereka dinafkahi sampai mereka pensiun.”

Saat ini, anak muda justru ingin “berkonsentrasi pada hobi mereka, lebih bebas dan punya pekerjaan serta kehidupan pribadi yang lebih seimbang,” katanya.

Tsuji melihat pergeseran ini sebagai perubahan yang disambut baik, terutama dengan tingginya tuntutan dari perusahaan di Jepang terhadap karyawan mereka selama beberapa dekade.

“Ini merupakan hal yang baik,” kata Tsuji.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved