TRIBUN WIKI
Profil Nurhadi Abdurrachman, Eks Sekretaris MA yang Ditangkap Lagi Usai Bebas dari Lapas Sukamiskin
Nurhadi Abdurrachman, mantan Sekretaris MA ditangkap lagi oleh KPK setelah bebas dari Lapas Sukamiskin. Nurhadi ditangkap lagi kasus pencucian uang.
Penulis: Array A Argus | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,- Nurhadi Abdurrachman, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) kembali ditangkap lagi usai bebas dari Lapas Sukamiskin, Minggu (29/6/2025).
Nurhadi ditangkap lagi karena kasus pencucian uang.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo membenatkan penangkapan Nurhadi.
Budi bilang, bahwa penangkapan Nurhadi dilakukan selepas yang bersangkutan menjalani hukuman enam tahun penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Profil Tasyi Athasyia, Youtuber yang tak Terima Disebut Mirip Elvy Sukaesih

"Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian melakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin," kata , dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
"Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA," ujarnya.
Profil Nurhadi Abdurrachman
Nurhadi Abdurrachman adalah Sekretaris Mahkamah Agung RI yang menjabat pada periode 2011 – 1 Agustus 2016
Ia lahir di Kudus, Jawa Tengah, 19 Juni 1957.
Nurhadi memulai kariernya sebagai pegawai negeri sipil di Mahkamah Agung sejak tahun 1988, awalnya sebagai staf biasa.
Baca juga: Profil Rasuli Efendi Siregar, Orang yang Diduga Kumpulkan Uang Korupsi untuk Topan Ginting
Ia meniti jenjang karier di MA dengan berbagai posisi, termasuk Plh Kepala Seksi Penelaahan Berkas Perkara (1997) dan Kepala Seksi di Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata (1998).
Pada 2011, Nurhadi diangkat menjadi Sekretaris Mahkamah Agung, jabatan tertinggi di birokrasi MA, dan menjabat hingga 1 Agustus 2016.
Sebelumnya, ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas MA.
Nurhadi mengajukan pengunduran diri pada 22 Juli 2016 yang disetujui Presiden Joko Widodo.
Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, terbukti menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp 46-49 miliar terkait pengaturan perkara di Mahkamah Agung, khususnya perkara perdata dan sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK).
Pada 2019, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka.

Baca juga: Profil Merince Kogoya, Finalis Ajang Miss Indonesia 2025 yang Didepak Karena Kibarkan Bendera Israel
Ia sempat buron dan mangkir dari panggilan KPK hingga akhirnya ditangkap pada pertengahan 2020 bersama menantunya.
Pada 2021, Nurhadi divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan vonis ini dikuatkan hingga tingkat kasasi.
Meskipun demikian, hakim menyebut Nurhadi memiliki jasa terhadap kemajuan MA, namun perbuatannya dianggap mencemarkan nama baik lembaga peradilan.
Dalam kasus lain, Nurhadi pernah dilaporkan melakukan kekerasan terhadap petugas rutan KPK yang memintanya pindah ruangan saat renovasi, dengan memukul bibir petugas tersebut.
Baca juga: Profil Topan Ginting, Kadis PUPR Sumut yang Kariernya Moncer di Pemerintahan
Pada Juni 2025, KPK kembali menangkap Nurhadi terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berhubungan dengan kasus suap sebelumnya.
Nurhadi tercatat memiliki harta kekayaan sekitar Rp 33 miliar yang tidak dilaporkan secara lengkap ke KPK sesuai ketentuan.
Kasus yang menjerat Nurhadi
Dikutip dari Kompas.com, dalam kasus sebelumnya, Nurhadi terbukti melakukan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Baca juga: Profil Syahrul Pasaribu, Politisi Golkar yang Pernah Jabat Bupati Tapsel Dua Periode
KPK sempat melakukan upaya hukum lanjutan hingga ke tingkat kasasi terkait vonis Nurhadi.
Pasalnya, terhadap Nurhadi tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 83,013 miliar.
Namun, pada 24 Desember 2021, MA menolak kasasi KPK.
Berdasarkan putusan MA, Nurhadi tetap dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.