KPK Geledah Kantor PUPR Sumut

Fakta-fakta KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Sumut, Koper Biru Jadi Saksi hingga Jejak Aliran Uang

Yang terbaru, KPK menggeledah rumah pribadi Topan Obaja Putra Ginting di Perumahan Royal Sumatera, Rabu (2/7/2025) hari ini.

|
TRIBUN MEDAN / ANISA
KPK LAKUKAN PENGGELEDAHAN: Setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjaring enam orang pada Jumat (27/6/2025), kini lembaga antirasuah itu kembali melakukan penggeledahan kedua di kantor sementara Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting, pada Selasa (1/7/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggebrak Sumatera Utara dalam upaya pemberantasan korupsi proyek jalan.

Setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjaring enam orang pada Jumat (27/6/2025), kini lembaga antirasuah itu kembali melakukan penggeledahan kedua di kantor sementara Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting, pada Selasa (1/7/2025).

Penggeledahan yang berlangsung selama tiga jam di Jalan Busi Medan, tak jauh dari Kantor Dinas PUPR Sumut, membuahkan hasil.

Tim KPK terlihat keluar membawa sebuah koper berwarna biru, yang kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan meninggalkan lokasi.

Kedatangan sejumlah staf di kantor tersebut saat penggeledahan masih menjadi misteri.

Yang terbaru, KPK menggeledah rumah pribadi Topan Obaja Putra Ginting di Perumahan Royal Sumatera, Rabu (2/7/2025) hari ini. Saat berita ini diturunkan, penggeledahan sudah berlangsung selama 2 jam.

Tribun Medan merangkum fakta-fakta di balik penggeledahan kurun 2 hari ini:

Lima Tersangka, Termasuk Kadis PUPR Sumut

Dari enam orang yang diamankan KPK, lima di antaranya telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Empat tersangka lainnya adalah:

  • Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

  • Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.

  • M Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).

  • M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN dan anak dari Akhirun.

Aliran Uang dan Keterlibatan Bobby Nasution Diselidiki

Kasus ini semakin panas dengan menyeret nama Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi dan Wali Kota Medan.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa KPK akan menelusuri aliran dana korupsi ini.

Pasalnya, Topan Obaja Putra Ginting diketahui memiliki kedekatan dengan Bobby Nasution, bahkan pernah menjabat Plt. Sekda Kota Medan saat Bobby menjabat Wali Kota.

"Terkait dengan profil dari TOP dari PUPR tadi menyampaikan orang dekatnya gubernur, Saudara BN, bahkan mungkin dari sebelum jadi gubernur ya, sudah menjadi orang dekatnya," ungkap Asep.

KPK menegaskan akan menerapkan prinsip follow the money dan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak ke mana saja uang hasil korupsi ini mengalir. Tak ada pihak yang akan dikecualikan dari pemeriksaan, termasuk Bobby Nasution jika terbukti ada aliran dana kepadanya.

"Kalau nanti ke siapa pun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” tegas Asep.


 

Bermula dari Aduan Masyarakat dan Pilihan Sulit KPK

Pengusutan kasus korupsi ini terungkap berkat pengaduan masyarakat (dumas) mengenai proyek infrastruktur jalan yang tidak berkualitas di Sumut.

Setelah menindaklanjuti aduan, tim KPK menemukan adanya beberapa proyek jalan yang terindikasi dikorupsi.

Asep Guntur menjelaskan bahwa KPK dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan pertama adalah menunggu hingga proses lelang proyek senilai Rp 231,8 miliar selesai, yang berpotensi mengamankan uang hasil korupsi sekitar Rp 41 miliar.

Namun, ini berarti proyek akan tetap dikerjakan dengan curang.

Pilihan kedua, yang akhirnya diambil KPK, adalah langsung melakukan OTT. Meskipun jumlah uang sitaan tidak sebesar pilihan pertama, keputusan ini dinilai lebih bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mencegah pengerjaan proyek jalan dengan hasil yang tidak maksimal akibat korupsi.

"Tentunya pilihan kedua ini lah yang diambil. Walaupun ini uang yang ter-deliver kepada para pihak itu tidak sebesar kalau KPK mengambil opsi yang pertama, tetapi tentunya kebermanfaatan dari masyarakat akan lebih besar kalau mengambil opsi yang kedua ini," pungkas Asep.

Jatah Uang Rp 8 Miliar Belum Diterima Topan Ginting, Keburu Diciduk KPK

Dalam skandal ini, Topan Obaja Ginting diduga mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Ia menginstruksikan Rasuli Efendi Siregar (RES) untuk menunjuk PT Dalihan Natolu Group (DNG) milik M Akhirun Efendi Siregar (KIR) untuk mengerjakan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot senilai total Rp 157,8 miliar.

Topan Ginting diduga akan menerima uang sebesar 4-5 persen dari nilai proyek, yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 8 miliar. Namun, uang ini belum sempat diterima Topan secara penuh karena keburu diciduk KPK.

Kronologi kejadian menunjukkan adanya pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Sumut. KIR dan anaknya, RAY, melakukan transfer rekening dan memberikan uang tunai kepada RES untuk memuluskan kemenangan proyek. Bahkan, penarikan tunai senilai Rp 2 miliar oleh KIR dan RAY terdeteksi, yang diduga akan dibagikan kepada pihak-pihak tertentu untuk memenangkan proyek.

Ditahan Selama 20 Hari ke Depan

Topan Obaja Ginting dan empat tersangka lainnya kini telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari, terhitung sejak 28 Juni hingga 17 Juli 2025.

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES), dan Heliyanto (HEL) dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara, Akhirun (KIR) dan Rayhan Dulasmi (RAY) dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kasus ini menjadi sorotan tajam publik, terutama dengan adanya potensi keterlibatan pihak-pihak penting lainnya. 

KPK Kembali Geledah Rumah Pribadi Topan Obaja Ginting di Royal Sumatera

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) melakukan penggeledahan hari kedua di Rumah pribadi milik Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Sumut Topan Obaja Ginting yang diduga terlibat kasus proyek jalan di Sumut. 

Pantauan Tribun Medan, penggeledahan dilakukan di Perumahan Royal Sumatera cluster Topaz Jalan Jamin Ginting, Kota Medan. 

Namun Tribun Medan hanya bisa memantau dari gerbang komplek cluster Topaz saja. Media dilarang masuk ke area Perumahannya. 

Di area gerbang cluster Topaz terlihat ara tiga polisi yang memegang senjata selaras panjang.  

Pintu gerbang cluster Topaz terlihat di jaga ketat dimana siapapun yang masuk ditanya oleh petugas keamanan perumahan. 

Menurut seorang polisi yang berjaga Ulooara mengatakan ada 8 mobil yang masuk untuk penggeledahan di rumah Topan tersebut.

"Delapan, dua mobil polisi, enam mobil KPK," jelasnya. 
Dikatakannya, saaat ini penggeledahan sudah berlangsung selama dua jam.

"Penggeledahan dilakukan pukul 9.30 WIB. Kalau ditotal ada dua jam," jelasnya. 

Namun, kata Ulooara, ia tidak bisa memastikan berapa jumlah orang KPK yang ikut menggeledah rumah Topan.

"Sepertinya lebih dari enam, tapi gak bisa kita pastikan," jelasnya.

Hingga saat ini, penggeledahan masih berlangsung.

(*/TRIBUN MEDAN)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan



Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved