Berita Medan

Warga Kampung Nelayan Curhat Air PDAM Kerap Mati, Wali Kota Respon Begini

Sorak sapa riuh warga yang telah menunggunya terdengar dari antara rumah-rumah panggung sederhana. 

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO
Rico Waas datang meninjau warga, mendengar keluh kesah kehidupan warganya yang kerap dilanda masalah air, infrastruktur, dan ekonomi di Kampung Nelayan. Ia berjalan kaki, menyapa pedagang kecil dan nelayan, lalu duduk bersila di tengah kerumunan warga mengeluh. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Angin laut khas pesisir Medan Labuhan menjadi latar saat Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menyusuri gang-gang kayu di Kampung Nelayan Indah, Kecamatan Medan Labuhan.

Sorak sapa riuh warga yang telah menunggunya terdengar dari antara rumah-rumah panggung sederhana. 

Rico Waas datang bukan sekadar meninjau, tetapi mendengar keluh kesah kehidupan warganya yang kerap dilanda masalah air, infrastruktur, dan ekonomi.

Ia berjalan kaki, menyapa pedagang kecil dan nelayan, lalu duduk bersila di tengah kerumunan warga yang antusias menyampaikan keluhan mereka.

Salah satu suara yang paling lantang datang dari Ipeh (35), warga Blok F. Dengan wajah lelah, ia mengungkapkan kesulitan paling mendasar yang sudah mereka alami tiga bulan terakhir, yakni pasokan air PDAM mati hingga kini, Rabu (30/7/2025) 

"Tolong lah Pak, kami sudah merana karena tidak ada air. Kalau bisa segeralah pak, dibantu agar air ini dapat mengalir ke rumah-rumah kami," ujarnya.

Air, katanya, hanya mengalir sekitar pukul 3 pagi. Anak-anak pun kerap tak bisa mandi sebelum berangkat sekolah.

Mendengar itu, Rico Waas langsung mengambil ponselnya, menelpon pihak PDAM Tirtanadi agar masalah ini ditangani segera.

"Baik bu, saya sudah telepon. Insyaallah hari ini petugasnya PDAMnya akan datang dan semoga segera bisa diselesaikan permasalahan air mati ini agar warga tak lagi kesulitan," katanya, disambut anggukan warga.

Selain soal air, keluhan lain muncul dari warga terkait titi kayu penghubung antarblok yang sudah rapuh.

Salah satunya titi antara Blok F dan G yang sebagian besar dibangun swadaya masyarakat, warga khawatir anak-anak jatuh saat melintas.

Tangkap Laut Minim Dampak Pencemaran

Masalah ekonomi pun tak luput disampaikan.

Sejumlah nelayan mengaku hasil tangkapan menurun akibat limbah pabrik yang mencemari laut.

Banyak dari mereka kini beralih menjadi buruh bangunan untuk bertahan hidup.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved