HUT Ke-80 RI dalam Kerapuhan Struktural
PADA 17 Agustus 2025, Indonesia akan merayakan HUT ke-80. Sayangnya, di balik persiapan seremonial yang megah, tersembunyi sebuah ironi yang mendalam.
Oleh: Kristian Redison Simarmata (Pegiat HAM dan Demokrasi)
PADA 17 Agustus 2025, Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-80. Sayangnya, di balik persiapan seremonial yang megah, tersembunyi sebuah ironi yang mendalam. Alih-alih merayakan kematangan sebagai bangsa, masyarakat justru berhadapan dengan kerapuhan struktural yang kian nyata.
Berbagai persoalan yang saling terkait, dari ekonomi, politik, hukum dan sosial, mengancam fondasi keadilan dan persatuan yang telah dibangun delapan dasawarsa lalu, ini bukan lagi sekadar tantangan, melainkan krisis multidimensi yang menuntut kita untuk menyingkap realitas di balik narasi optimistis.
Kemerdekaan adalah janji, yakni janji untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tepat delapan puluh tahun yang lalu, janji itu dilontarkan oleh para pendiri bangsa. Namun, menjelang HUT ke-80, janji itu terasa jauh dari kenyataan, bangsa ini kini berada di persimpangan jalan, di satu sisi, memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju, di sisi lain, justru terperangkap dalam lingkaran masalah yang kompleks dan menggerogoti stabilitas dari dalam.
Kerapuhan ini bukan fenomena tunggal, tapi akumulasi dari kegagalan sistemik yang telah berlangsung bertahun-tahun, yaitu hasil dari kombinasi tekanan ekonomi yang mencekik, ketidakadilan hukum yang terang-terangan, erosi moral di kalangan elit, hingga merajalelanya kriminalitas.
Berbagai persoalan yang menciptakan sebuah kondisi di mana kepercayaan publik terhadap negara dan institusinya berada pada titik terendah, terkhusus bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang merasakan beban yang teramat berat. Masyarakat menyaksikan bagaimana ketidaksetaraan sosial semakin dalam, bagaimana hukum berpihak pada yang kuat, dan bagaimana janji-janji politik seringkali berakhir sebagai ilusi.
Mereka melihat bagaimana sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru terbuang percuma untuk kepentingan segelintir elit, kondisi yang melahirkan rasa apatis, putus asa, dan pada akhirnya, rentan terhadap berbagai pengaruh negatif.
Baca juga: Wujudkan Semangat Nasionalisme Sambut HUT RI, Kapolres Simalungun Bagikan 2.500 Bendera Merah Putih
Ketimpangan yang Menjerat
Krisis multidimensi yang dihadapi dapat diuraikan menjadi beberapa poin utama yang saling terkait erat.
A. Ekonomi Rakyat Yang Tercekik
Masyarakat menengah ke bawah berada di bawah tekanan ekonomi yang mencekik, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi harga pangan terus melonjak, mencapai 3,75 persen pada Juli 2025 dibandingkan bulan yang sama di tahun 2024.
Kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan komoditas lainnya, jauh melampaui kenaikan upah minimum, memaksa jutaan keluarga untuk mengorbankan nutrisi dan pendidikan demi bertahan hidup, ini bukan hanya sekadar statistik, tapi kenyataan pahit yang memutus harapan akan mobilitas sosial.
Ironisnya, di tengah himpitan ekonomi yang dialami masyarakat, ketimpangan ekonomi semakin lebar, Laporan Credit Suisse pada tahun 2024 menunjukkan bahwa 1 % orang terkaya di Indonesia menguasai sekitar 49,3 % kekayaan nasional. Kondisi ini diperburuk oleh gaya hidup dan kebijakan yang mencerminkan pemborosan di kalangan elit.
Disaat masyarakat ekonomi menegah ke bawah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, mereka justru menyaksikan fasilitas pejabat yang mewah, seperti mobil dinas baru, renovasi kantor, dan perjalanan dinas yang fantastis. Pemborosan ini bukan hanya terjadi pada gaya hidup, tetapi juga pada kebijakan, anggaran negara terpakai untuk hal-hal yang tidak mendesak, seperti rekrutmen dan penambahan jumlah kabinet, pejabat, hingga ASN.
Di saat rakyat berjuang mencari pekerjaan yang layak di tengah gelombang deindustrialisasi, seperti tutupnya ± 157 pabrik tekstil dalam tiga tahun terakhir, belum lagi perusahan otomotif dan teknologi, sayangnya anggaran negara justru dialihkan untuk memperbesar struktur birokrasi, yang sering kali tidak efisien dan rentan korupsi.
B. Rusaknya Fondasi Hukum dan Meritokrasi
Sistem hukum saat ini terasa seperti mesin yang tidak lagi melayani masyarakat, melainkan hanya menggerus kekayaan mereka. Hukum, yang seharusnya menjadi pelindung bagi semua, telah bermetamorfosis menjadi industri. Mereka yang memiliki uang bisa membeli keadilan, sementara rakyat kecil tak berdaya, kriminalisasi rakyat kecil menjadi berita harian, Petani dipenjara karena mempertahankan tanahnya, nelayan dituduh melanggar aturan yang tidak mereka ketahui, sementara korporasi besar yang merusak lingkungan sering lolos dari jerat hukum.
Di sisi lain, kasus-kasus korupsi yang melibatkan elite politik sering kali berakhir dengan vonis ringan atau impunitas, menegaskan prinsip hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Situasi ini diperparah oleh rusaknya sistem meritokrasi, alih-alih memilih pemimpin dan pejabat berdasarkan kompetensi, sistem politik kita terkikis oleh politik balas jasa, loyalitas buta dan kedekatan personal menjadi lebih penting daripada rekam jejak dan prestasi.
Fenomena ini mematikan jiwa pengabdian kepada masyarakat dan negara, mengubah birokrasi dari pelayan publik menjadi ajang perebutan kekuasaan dan keuntungan pribadi.
C. Erosi Moral dan Dominasi Kriminalitas
Krisis multidimensi ini diperparah oleh kekosongan teladan publik, para pemimpin dan tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi panutan, sering kali terlibat dalam skandal atau menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan moral, situasi yang menciptakan kevakuman etika dan moral, di mana masyarakat kesulitan menemukan figur untuk dicontoh.
Menjelang Perayaan HUT RI ke-80 Pemda Langkat Peringati Brandan Bumi Hangus, Konsep Drama Kolosal |
![]() |
---|
Jelang HUT RI, Pemda Langkat Peringati Brandan Bumi Hangus, Drama Kolosal Sita Perhatian Masyarakat |
![]() |
---|
Upacara Detik-Detik Proklamasi HUT ke-80 RI Dilaksanakan di Komplek Kantor Bupati Toba |
![]() |
---|
Semarakkan Bulan Kemerdekaan, Polres Pelabuhan Belawan Bagikan Bendera Merah Putih |
![]() |
---|
AKSI Emak-emak di Surabaya Maksa Minta Sumbangan HUT RI, Wajibkan Pemilik Toko Kasih Rp500 Ribu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.