ANCAMAN FPI Ditanggapi Mabes Polri, Reuni 212 di Monas tak Mendapat Izin
TRIBUN-MEDAN.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 merupakan amanat undang-undang, sehingga perlu dibedakan dengan jenis kerumunan lainnya.
Awi menanggapi ancaman Front Pembela Islam ( FPI), Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang bakal tetap menggelar Reuni 212 apabila pemerintah membiarkan kerumunan pilkada.
"Kalau ada pihak-pihak, orang-orang yang tidak jelas melakukan pengancaman dengan dalih adanya kerumunan-kerumunan, bahwasannya kita sudah pakai aturan tadi, peraturan perundang-undangan sudah mengatur semua (tentang pilkada)," ucap Awi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (18/11/2020).
"Penyelenggara (pilkada) pun sudah diatur sedemikian rupa. Ini amanat UU. Jangan disamakan dengan tadi, alasan-alasan yang enggak jelas," sambungnya.
Awi menuturkan, pelaksanaan protokol kesehatan selama pilkada telah diatur dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Selain itu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis telah mengeluarkan maklumat nomor Mak/3/IX/2020 tentang Kepatuhan terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 tertanggal 21 September 2020.
Polri pun berharap masyarakat mematuhi protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada 2020.
"Kita berharap pilkada bisa berjalan sesuai dengan konstitusi yang ada, kemudian masyarakat berperan dengan catatan mentaati semua protokol kesehatan," tutur Awi.
Baca juga: Pernah Tangani Video Syur Ariel, Pakar Ungkap Status Gisel Bisa Jadi Tersangka: Hukuman Pembuat Sama
Baca juga: SK Terbaru PSSI Amanatkan Klub Bayar Gaji Pemain Bulan Oktober 25%, PSMS Terlanjur Bayar 60%
Diberitakan sebelumnya, Reuni 212 ditunda karena tak mendapatkan izin penyelenggaraan di Monas.
Penundaan juga karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.
"Pelaksanaan reuni 212 tahun 2020 ditunda untuk sementara," demikian bunyi siaran pers dari FPI, GNPF Ulama, dan PA 212.
Namun, disebutkan juga bahwa penundaan reuni 212 itu dilakukan dengan mengamati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, terutama yang berkaitan dengan kerumunan.
"Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah, maka reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat," demikian bunyi siaran pers.
Baca juga: Sosok Bripka Ambarita yang Tidak Asing Bagi Warga Jakarta Timur hingga Pengguna Media Sosial
Dikutip dari kompas.com
Setelah Izin tak Dikabulkan, FPI Singgung Gibran saat Calon Wali Kota
Tanda tanya apakah reuni Persaudaraan Alumni 212 ( PA 212) akan tetap digelar di tengah pandemi terjawab sudah.
Reuni yang tiap tahun digelar di Monas pada 2 Desember itu akan ditiadakan pada tahun ini.
Sebab, permohonan untuk menggunakan Monas sebagai lokasi reuni tidak dikabulkan.
Selain itu, acara reuni yang dihadiri massa dalam jumlah besar juga bisa menciptakan kerumunan yang menyebabkan penularan Covid-19.
"Sehubungan dengan tidak dikabulkannya permohonan kita untuk penggunaan Monas oleh pihak pengelola Monas dan melihat situasi serta kondisi terakhir perkembangan wabah COVID-19, maka kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pelaksanaan Reuni 212 tahun 2020 DITUNDA untuk sementara," demikian bunyi siaran pers dari FPI, GNPF-Ulama, dan PA 212, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: SYARAT Mendapat BLT Guru Honorer Rp 1,8 Juta, Berstatus bukan PNS, Berikut Rincian dari Kemendikbud
Sebagai gantinya, bakal ada dialog nasional yang digelar pada 2 Desember 2020.
Pimpinan FPI Rizieq Syihab bakal hadir serta ada100 tokoh dan ulama yang mengikuti acara dengan menerapkan protokol Covid-19.
FPI, GNPF-U, dan PA 212 pun mengimbau para alumni 212 untuk mengadakan istigasah pada 2 Desember 2020 agar wabah Covid-19 diangkat dari Indonesia.
Istigasah itu juga diimbau digelar dengan mengikuti protokol kesehatan.
"Pelaksanaan Istighosah dilaksanakan di masjid-masjid, mushola, pondok pesantren, majelis taklim dengan wajib melaksanakan Protokol COVID-19 dengan memakai masker, menjaga jarak, serta tidak dilaksanakan di ruang terbuka seperti lapangan."
Baca juga: Ikuti Arahan Anies, Pengelola Tolak Penggunaan Monas untuk Reuni 212 yang Bisa Timbulkan Kerumunan
Siaran pers itu diteken oleh Ketua Umum FPI Ahmad Shobri Lubis, Ketua Umum GNPF-U Yusuf Martak, dan Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif.
Beberapa jam setelah siaran pers itu terbit, pemerintah Provinsi DKI pun mengonfirmasi bahwa mereka menolak pengajuan acara reuni 212 di Monas.
Pemprov menolak pelaksanaan acara itu karena dinilai dapat menimbulkan kerumunan yang bisa memicu penularan virus corona Covid-19.
Unit Pengelola Teknis Monumen Nasional (UPT Monas) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta pun telah menerbitkan surat penolakan itu, yang ditujukan kepada Ketua Umum Dewan Tanfidzi Nasional Persaudaraan Alumni 212.
Baca juga: GISEL Gugup, Hasil Pemeriksaan Gisel terkait Video Syur Mirip Artis yang Heboh, Polda Buka Suara
Baca juga: SYARAT Mendapat BLT Guru Honorer Rp 1,8 Juta, Berstatus bukan PNS, Berikut Rincian dari Kemendikbud
Kepala UPT Monas Muhammad Isa Sarnuri mengatakan, penolakan ini dilakukan sesuai arahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Sesuai arahan Gubernur Jakarta, masih dalam kondisi wabah dan guna mengendalikan penyebaran Covid-19, sehingga kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa dan membuat kerumunan dilarang," ujar Isa.
Setelah heboh kerumunan Rizieq
Reuni 212 adalah reuni orang-orang yang terlibat gerakan 212 pada 2 Desember 2016 lalu.
Saat itu, massa berkumpul di sekitar Monas untuk memprotes Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dianggap telah menista agama.
Basuki atau yang akrab disapa Ahok pun akhirnya divonis penjara.
Ia juga gagal terpilih kembali sebagai gubernur. Anies Baswedan keluar sebagai pemenang pilkada DKI Jakarta 2017.
Sejak saat itu reuni 212 terus digelar tiap tahunnya di kawasan Monas.
PA 212 pun mengajukan kembali izin penggunaan Monas pada tahun ini meski pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Ketua PA 212 Slamet Maarif menyebut, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Pemprov DKI sejak tiga bulan lalu atau pada Agustus.
Namun, tak kunjung ada kepastian yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kepastian baru muncul setelah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pulang ke Indonesia.
Kedatangan Rizieq sejak Selasa (10/11/2020) lalu memicu kerumunan massa yang dianggap melanggar protokol kesehatan dan bisa memperluas penyebaran Covid-19.
Baca juga: Setelah Kerumunan di Acara Rizieq, Wagub Minta Dinkes Tracing Covid-19 di Petamburan
Kerumunan itu pun berbuntut panjang.
Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar dicopot karena dianggap tak bisa menegakkan protokol kesehatan di wilayahnya.
Gubernur Anies Baswedan dan jajaran di bawahnya yang terkait dengan kerumunan Rizieq juga dipanggil oleh polisi.
Rizieq pun didenda Rp 50 juta oleh Satpol PP karena dianggap melanggar protokol kesehatan saat menggelar acara pernikahan putrinya sekaligus peringatan Maulid Nabi, di kediamannya di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat.
Syarat dari PA 212
FPI, GNPF-U dan PA 212 pun maklum jika acara reuni 212 yang biasa digelar tiap tahun kini harus ditiadakan karena kekhawatiran penularan Covid-19.
Namun, ketiga organisasi itu meminta pemerintah bersikap adil dengan turut melarang dan menindak aktivitas pilkada yang menimbulkan kerumunan.
"Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah, maka REUNI 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat," demikian bunyi siaran pers yang diterbitkan FPI, GNPF-Ulama dan PA 212.
Baca juga: SYARAT Mendapat BLT Guru Honorer Rp 1,8 Juta, Berstatus bukan PNS, Berikut Rincian dari Kemendikbud
Baca juga: GISEL Gugup, Hasil Pemeriksaan Gisel terkait Video Syur Mirip Artis yang Heboh, Polda Buka Suara
Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menilai polisi tidak adil karena hanya mempermasalahkan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Rizieq Shihab.
Padahal, banyak kegiatan lain di berbagai daerah yang menimbulkan kerumunan namun tidak ditindak. Salah satunya adalah kerumunan pilkada.
Ia pun lalu mencontohkan kerumunan yang terjadi saat putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming mendaftarkan diri sebagai calon walikota Solo.
"Gibran daftar wali kota Solo, ngumpul banyak massa, enggak pakai masker, enggak jaga jarak, enggak masalah," kata Aziz.
Selain itu, ia juga mencontohkan pasangan lainnya yang juga diusung PDI-P di kota Surabaya Eri Cahyadi-Armuji.
Ia menilai Paslon tersebut telah melanggar protokol kesehatan dan menciptakan kerumunan saat mendaftar ke KPU Surabaya.
Namun ia menyayangkan tak ada penindakan dari aparat terkait.
Baca juga: SYARAT Mendapat BLT Guru Honorer Rp 1,8 Juta, Berstatus bukan PNS, Berikut Rincian dari Kemendikbud
Baca juga: Model Hijab Nathalie Holscher saat Menikah Disebut Jadul, Penata Busananya Angkat Bicara
Dikutip dari kompas.com
ANCAMAN FPI Ditanggapi Mabes Polri, Reuni 212 di Monas tak Mendapat Izin