Meski begitu, Vladimir Putin bisa ditangkap jika ia bepergian ke negara yang merupakan bagian dari ICC.
Luncurkan serangan baru ke Ukraina
Di tengah batalnya Presiden Putin menghadiri secara langsung KTT BRICS di Afrika Selatan, Rusia meluncurkan serangan baru ke Ukraina bagian utara.
Dalam serangan rudal ini, sedikitnya 7 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Korban tewas termasuk seorang anak perempuan berusia 6 tahun.
Sebanyak 144 terluka dan 41 orang telah dirawat di rumah sakit.
Serangan rudal terbaru Rusia itu menghantam lapangan alun-alun di Chernihiv, kota bersejarah di utara Ukraina pada Sabtu (19/8/2023).
“Saya yakin para tentara kami akan memberi balasan terhadap Rusia atas serangan teroris ini,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy melalui tayangan video, Minggu (20/8/2023).
Zelenskyy mengatakan dari 144 orang yang terluka, sebanyak 15 adalah anak-anak.
Dia juga mengungkap anak perempuan yang tewas teridentifikasi bernama Sofia.
"15 orang lainnya yang cedera adalah polisi, kata Menteri Dalam Negeri Ihor Klymenko melalui aplikasi pesan teks Telegram,"
Klymenko mengatakan sebagian besar korban sedang berada di dalam kendaraan, menyeberangi jalan atau pulang dari gereja.
Sementara, Gubernur wilayah Viacheslav Chaus mengatakan 41 orang dirawat di rumah sakit pada Sabtu (19/8/2023).
Presiden Zelenskyy mengatakan serangan terhadap Chernihiv, yang bertepatan dengan hari libur Kristen Ortodoks, Perayaan Transfigurasi Tuhan. Kota yang berjarak 145 kilometer ke arah utara dari Kyiv itu, dihiasi jalan-jalan yang teduh dengan pepohonan dan gereja-gereja yang usianya sudah berabad-abad.
Puing-puing berserakan di sekitar alun-alun di seberang gedung teater yang rusak. Gedung-gedung sekitarnya di mana banyak kendaraan sedang parkir juga rusak. Atap gedung teater yang bergaya neoklasik juga terkoyak.
Gubernur wilayah Viacheslav Chaus mengatakan Rusia sudah menyerang kota-kota Ukraina yang terletak jauh dari garis depan dengan rudal dan pesawat nirawak atau drone sebagai bagian invasi yang dimulai pada Februari 2022.
Ia juga mengatakan orang-orang yang pulang dari gereja dan pejalan kaki lainnya termasuk di antara korban-korban cedera ketika rudal menghantam gedung teater yang menjadi tempat pertemuan. Badan-badan penegak hukum sedang menyelidiki bagaimana Rusia bisa mengetahui acara itu, yang menurut Chaus dihadiri oleh perwakilan dari bisnis dan komunitas.
Namun media Ukraina melaporkan acara itu juga dihadiri para produsen drone. Kedua belah pihak sudah menggunakan drone di medan pertempuran.
Penyelenggara acara mengatakan seluruh partisipan, termasuk para teknisi, anggota militer dan relawan, diminta untuk berlindung di tempat-tempat perlindungan serangan udara di dalam gedung teater ketika alarm berbunyi. Namun beberapa orang malah keluar gedung.
“Semua yang berlindung dalam keadaan aman,” kata Maria Berlinska, pendiri Dignitas Fund, melalui Facebook.
Dignitas Fund mengorganisasi acara penggalangan dana, termasuk untuk pengadaan drone untuk penggunaan di garis depan.
Presiden Vladimir Putin Diincar 123 Negara
Presiden Rusia Vladimir Putin mendapatkan ancaman baru dari kumpulan beberapa negara. Vladimir tengah diincar oleh 123 negara karena telah menjadi pelaku kejahatan perang. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (17/3/2023).
Putin dituduh melakukan kejahatan perang mendeportasi anak-anak Ukraina secara tidak sah. ICC juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Maria Lvova-Belova, komisaris kepresidenan Rusia untuk hak-hak anak atas tuduhan serupa.
Jaksa ICC Karim Khan mengatakan kepada AFP, bahwa Presiden Putin sekarang dapat ditangkap jika dia menginjakkan kaki di salah satu dari lebih dari 120 negara anggota Pengadilan Kriminal Internasional, Dia menyebut, surat perintah penangkapan dikeluarkan berdasarkan bukti forensik, pemeriksaan, dan apa yang disampaikan oleh Putin dan Maria Lvova-Belova.
"Bukti yang kami sajikan berfokus pada kejahatan terhadap anak. Anak-anak adalah bagian paling rentan dari masyarakat kita," kata Khan.
Presiden ICC Piotr Hofmanski mengatakan, pelaksanaan surat perintah itu bergantung pada kerja sama internasional. Rusia bagaimanapun bukan anggota ICC. Rusia sendiri telah menolak perintah penangkapan Putin tersebut. Menyikapi surat perintah itu, Kremlin menyatakan keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin secara hukum batal.
Moskwa tidak mengakui yurisdiksi pengadilan yang berbasis di Den Haag itu. "Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini batal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, dikutip AFP.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, keputusan ICC tidak ada artinya bagi Rusia. "Rusia bukan pihak Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional dan tidak memiliki kewajiban di bawahnya," katanya di Telegram.
Sementara itu, Ukraina menyambut baik pengumuman ICC. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji perintah penangkapan itu sebagai keputusan bersejarah. Menurut Ukraina, lebih dari 16.000 anak Ukraina telah dideportasi ke Rusia sejak invasi pada 24 Februari 2022.
Banyak anak-anak diduga ditempatkan di institusi dan panti asuhan di sana. Pemberitahuan mengejutkan dari ICC ini nyatanya datang hanya beberapa jam setelah berita lain yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perang Rusia di Ukraina. Ini termasuk kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Moskwa dan lebih banyak jet tempur untuk pasukan Kyiv.
Apakah Putin Bisa Ditangkap?
Dilansir dari AFP, negara-negara anggota ICC wajib melaksanakan surat perintah penangkapan terhadap Putin dan komisaris kepresidenan Rusia untuk hak-hak anak, Maria Lvova-Belova, jika mereka bepergian ke negaranya.
"Itu benar," kata jaksa ICC Karim Khan ketika ditanya apakah Putin akan bertanggung jawab atas penangkapan jika dia menginjakkan kaki di salah satu dari 123 negara tersebut.
Tapi sementara itu bisa mempersulit perjalanan Putin, pengadilan tidak memiliki pasukan polisi sendiri untuk menegakkan surat perintahnya, dan sepenuhnya bergantung pada negara bagian ICC yang bermain bola. Negara-negara tidak selalu melakukannya, terutama jika melibatkan kepala negara yang sedang menjabat seperti Putin.
Mantan pemimpin Sudan Omar al-Bashir berhasil mengunjungi sejumlah negara anggota ICC termasuk Afrika Selatan dan Yordania meskipun tunduk pada surat perintah ICC.
Meski digulingkan pada 2019, Sudan belum menyerahkannya. Matthew Waxman, seorang profesor di Columbia Law School, mengatakan itu adalah langkah yang sangat signifikan oleh ICC tetapi kemungkinan kecil Putin akan ditangkap.
Lantas, apa rintangan utamanya?
Pertama dan terpenting: Rusia, seperti Amerika Serikat dan China, bukan anggota ICC.
ICC dapat mengajukan tuntutan terhadap Putin karena Ukraina telah menerima yurisdiksinya atas situasi saat ini, meskipun Kyiv juga bukan anggotanya.
Tetapi Moskwa telah menolak surat perintah terhadap Putin begitu saja. Rusia tidak mengekstradisi warganya dalam hal apa pun.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini sehingga dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan bisa batal.
Rusia sebenarnya menandatangani Statuta Roma pendiri pengadilan tetapi tidak meratifikasinya untuk menjadi anggota, dan kemudian menarik tanda tangannya atas perintah Putin pada tahun 2016, setelah ICC meluncurkan penyelidikan atas perang tahun 2008 di Georgia.
NATO Diminta Bunuh Putin
Sebelumnya ada desakan agar NATO diminta membunuh Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia disebut "ancaman permanen dan mematikan" menyusul serangan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu.
Pernyataan ini muncul dari mulut mantan panglima Angkatan Darat Inggris, Kolonel Richard Kemp. Mantan pemimpin paskan di Afghanistan itu bahkan menyamakan Putin dengan mantan pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden, Bos ISIS Abu Bakar Al Baghdadi dan Jenderal Iran yang tewas dibunuh pasukan Amerika Serikat (AS) atas perintah mantan presiden Donald Trump, Qasem Soleimani. "NATO harus mempertimbangkan semua opsi untuk menyingkirkannya dari kekuasaan. Itu termasuk membunuhnya meskipun itu tidak mungkin atau tidak diinginkan," kata Kemp dikutip dari Mirror, Senin (14/3/2022) lalu.
Ia pun mengatakan, itu satu-satunya cara mengakhiri perang. Termasuk, mencegah konflik di masa depan. "Hal terbaik adalah melihat Putin digulingkan, ditangkap dan diadili, baik di Rusia atau di Pengadilan Kriminal Internasional," lanjutnya. "Tetapi opsi-opsi itu sangat tidak mungkin terjadi," jelasnya lagi.
Menurutnya pembunuhan mungkin bukan hal "menyenangkan" bagi banyak orang. Namun tegasnya, ini lebih berarti jika dibandingkan dengan banyaknya warga Ukraina yang meninggal akibat serangan. "Jika sampai pada pembunuhan, mungkin ini tidak menyenangkan bagi banyak orang. Tetapi hidupnya tidak memiliki nilai yang lebih besar daripada nyawa ribuan orang yang telah dia bunuh di Ukraina dan di tempat lain dan mungkin akan dibunuh di masa depan," tambahnya.
Menurutnya menjadikan Putin sebagai target adalah sah karena dirinya adalah Panglima Tertinggi pasukan Rusia. Ia menyamakan hal ini dengan rencana pembunuhan Pemimpin NAZI Jerman, Adolf Hitler di Perang Dunia III.
"Seandainya dia (Hitler) disingkirkan dan bukannya pada akhir 1930-an, kami tidak akan mengalami konflik yang menewaskan 70 juta orang," tegasnya lagi.
Rusia sendiri belum bereaksi soal ini. Namun seruan pembunuhan ini bukan hal pertama ke pemimpin usia 69 tahun itu. Sebelumnya, seorang pengusaha Rusia, Alex Konanykhin, mengumumkan sebuah sayembara untuk memburu kepala Presiden Vladimir Putin. Ini juga akibat serangan Rusia ke Ukraina.
Mengutip Express dan The Independent, Konanykhin mengatakan Putin merupakan biang kerok dari kekacauan yang bermuara pada serangan ke Ukraina. Ia bertekad menyediakan hadiah hingga US$ 1 juta atau setara Rp 14 miliar bagi siapa saja yang mampu membunuh salah satu figur terkuat dunia itu.
"Saya berjanji untuk membayar US$ 1 juta kepada petugas yang, sesuai dengan tugas konstitusional mereka, menangkap Putin sebagai penjahat perang di bawah hukum Rusia dan internasional," ujarnya dalam sebuah posting di LinkedIn dua pekan lalu.
"Putin bukan presiden Rusia karena ia berkuasa sebagai hasil dari operasi khusus meledakkan gedung-gedung apartemen di Rusia, kemudian melanggar Konstitusi dengan menghilangkan pemilihan umum yang bebas dan membunuh lawan-lawannya."
Tak hanya di LinkedIn, Konanykhin juga memberikan pesan ini di sebuah posting Facebook. Dalam posting itu, ia bahkan membuat sebuah poster yang bertuliskan 'Dicari: Hidup atau Mati, Vladimir Putin sang Penjahat Perang'. Meski begitu, pesan ini tak lama kemudian diblokir oleh Facebook.
"Sebagai seorang etnis Rusia dan warga negara Rusia, saya melihatnya sebagai kewajiban moral saya untuk memfasilitasi denazifikasi Rusia," tambahnya lagi.
Ia berharap makin banyak pengusaha Rusia yang bertindak sepertinya. Ini agar dunia mau terdorong untuk menghentikan aksi Putin yang mana menurutnya merupakan 'tanggung jawab moral' seluruh pihak.
"Jika cukup banyak orang membuat pernyataan serupa, itu dapat meningkatkan kemungkinan Putin ditangkap dan dibawa ke pengadilan," ujarnya.
Konanykhin merupakan pengusaha yang saat ini fokus dalam mata uang kripto dan dunia digital. Ia diberikan suaka politik untuk tinggal di AS pada tahun 1999 dan 2007. Saat ini, ia diketahui bermukim di wilayah California.
Bagi Rusia, Konanykhin dianggap sebagai kriminal. Negeri Beruang Putih mengatakan ia telah melakukan penggelapan dana senilai US$ 8 juta dari Russian Exchange Bank.
(*/tribun-medan.com/kompas.id)
Baca juga: Pejabat Rusia Mulai Abaikan Perintah Presiden Vladimir Putin
Baca juga: Bakal Dahsyat Perang Rusia-NATO, Putin Telah Lontarkan Ancaman Keras ke Polandia
Baca juga: Ribuan Pasukan Wagner Mendekati Polandia, Putin Akan Serang Negara Kelahiran Paus Yohanes Paulus II?
Baca juga: Terungkap Ada Perintah Penangkapan, Vladimir Putin Mendadak Tak Hadiri KTT BRICS Afrika Selatan