Ngopi Sore

VIDEO Wawancara Eksklusif Barry Simorangkir, Lulusan Amerika Menuju Pilgub Sumut, Jadi Cawagub Edy?

Penulis: Anugrah Nasution
Editor: Juang Naibaho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUN-MEDAN.com - Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Sumatra Utara (Sumut) 2024 memasuki momentum-momentum krusial. Dua nama sudah dipastikan sebagai calon gubernur, yakni Bobby Nasution dan Simorangkir.

Jika Bobby Nasution sudah dipastikan menggandeng Surya sebagai cawagub, tidak demikian halnya dengan Edy Rahmayadi.

Sampai saat ini, PDIP yang menjadi pengusung Edy Rahmayadi belum menentukan sosok calon wakil gubernur Sumut.

Beberapa nama santer disebut-sebut sebagai pendamping Edy Rahmyadi. Satu di antaranya Barry Simorangkir.

Siapakah sosok Barry Simorangkir?

Barry bukan orang jauh bagi PDIP. Ia kader partai sejak tahun 2015. 

Aktivitas politik dijalaninya berbarengan dengan kesibukannya sebagai pengusaha bidang properti dan pembangunan smart city.

Bagaimana langkah Barry dalam kontestasi politik Sumut dan apa program unggulan yang akan ia laksanakan jika kelak terpilih sebagai kepala daerah?

Berikut wawancara Barry Simorangkir dengan Pemimpin Redaksi Tribun Medan, Iin Sholihin, dalam podcast Ngopi Sore yang sebelumnya telah tayang di saluran YouTube Tribun Medan dan fanpage Facebook Tribun Medan, Rabu, 7 Agustus 2024.

Abang kader PDI Perjuangan sejak kapan?

Sejak 2015 dan aktif di DPP. 

Kenapa kemudian memilih Sumut?

Sebenarnya keinginan untuk ikut dalam kontestasi 2024 ini tidak serta-merta muncul. Tidak tiba-tiba bangun pagi, lalu ikut. Bukan over night, keinginan semalam, tapi satu niat yang muncul lewat perjalanan spiritual panjang selama bertahun-tahun.

Saya melihat bagaimana semasa kecil papa dan mama saya selalu mengingatkan kami untuk ingat kampung halaman. Kita sebut bona pasogit. Itu zamannya masih (Bandara) Polonia. Belum ada Kualanamu, belum ada Silangit. 

Kita dulu setahun sekali pulang kampung. Perjalanannya, dari Medan ke Tarutung, kurang lebih sembilan jam. Saya sekolah di Indonesia, kuliah S1 dan S2 di Amerika Serikat, sempat berkarier di sana. Namun saya masih orang Indonesia. Masih orang Sumut, orang Batak.

Kalau tidak keliru, sekembalinya dari Amerika, Abang juga pernah bantu pemerintahan, pernah pegang beberapa proyek di pemerintahan. Lebih detail bisa abang paparkan?

Saya S2 computers sains dari University of Chicago. Commuter science Master Degree. Ketika kembali ke Indonesia, persisnya tahun 2017, ada program pemerintah yang namanya ‘Gerakan Menuju 100 Smart City’. Saya ikut di dalamnya. Kalau di PDI Perjuangan, di awal-awal itu, 2015, di biro data.

Abang bergabung dengan PDI Perjuangan. Kenapa memilih partai ini?

Saya ceritakan ke belakang sedikit. Saya ingat, dulu di zaman masih Orde Baru, waktu itu masih PDI namanya, saya sudah nyoblos PDI. Saya kira memang sudah jadi pilihan saya sejak belum terlalu paham politik. Balik ke Indonesia tahun 2014, saya memilih PDI Perjuangan karena merasa punya visi misi sejalan, dan dekat dengan rakyat. 

Kita bicara pilkada. Sejauh ini upaya apa yang sudah abang lakukan?

Pertama tentunya kita mendaftar, ya. Kita juga melalui UKK (Uji Kelayakan dan Kepatutan, fit and profer test, red). 

Kemudian, pascamendaftar ke DPD, saya bersama tim bersosialisasi ke DPC dan bertemu masyarakat baik secara online maupun offline. Satu di antaranya saya sudah ke Nias. Ada banyak hal yang saya temukan di sana. Infrastruktur, misalnya, ruas-ruas jalan masih banyak yang rusak, berlubang-lubang. 

Banyak generasi terkini dari Nias yang sudah menempuh pendidikan tinggi. Sudah lulus, sudah bekerja, saya menemukan bahwa mereka sebenarnya ingin kembali ke sana. 

Namun kondisi daerah yang masih tertinggal membuat banyak yang mengurungkan niat. Saya kira pemerintah harus bekerja lebih baik. Pemimpin daerah mesti mengubah mindset.

Selain Nias itu sudah ke mana lagi? 

Semua, keliling. Kita ke kawasan Pantai Timur, ke Samosir. Semua sedang disisir. 

Kalau di internal PDI Perjuangan sendiri, apa yang sudah Abang lakukan?
Saya masih menunggu. Setelah saya menyerahkan formulir tentunya, kan, ada proses-proses lebih lanjut. 

Sembari itu, saya bekerja untuk menaikkan elektabilitas, termasuk di kalangan internal PDI Perjuangan. Saya sowan ke DPC, ke stakeholder, saya fokus pada hal-hal yang menjadi bagian saya. 

PDIP punya 21 kursi di DPRD Sumut. Artinya bisa mengusung sendiri tanpa harus berkoalisi. PDIP bisa mengusung kadernya untuk posisi gubernur dan juga wakil gubernur. Bagaimana kesiapan untuk itu? 

Saya siap untuk keduanya. 

Apa program unggulan Abang untuk Sumut? 

Pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, dan ekonomi. Saya melihat perihal SDM sangat krusial karena saya ingin melakukan transformasi digital di berbagai sektor di Sumut. Ambil contoh pertanian. 

Potensinya besar, dan satu di antara caranya dengan melakukan akselerasi dengan implementasi teknologi. Bagaimana antar satu daerah dengan daerah lain bisa sharing data. Bayangkan di tiap kabupaten terdapat website yang bagus, lengkap, dan bisa diakses dengan mudah. Termasuk oleh kalangan pengusaha. 

Dengan demikian mereka bisa memetakan. Contoh lain pembibitan. Lewat website bisa diperoleh data mengenai ketersediaan bibit. Untuk apa ambil bibit di tempat yang jauh kalau ada di tempat yang lebih dekat.

Bagaimana IT untuk mencegah pungli?

Bagaimana kita dapat memperkecil daerah gray-nya. Maksudnya hal yang abu-abu, daerah abu-abu, mungkin akan sangat sangat sulit untuk me-nol-kannya, tetapi bisa diperkecil dengan menggunakan sistem. Ini tidak baru. Misalnya, parkir, soal pelayanan, masyarakat ingin banyak pilihan yang terbaik, transparansi saja. 

Untuk memberantas pungli perlu transparansi. Ambil contoh mal pelayanan publik. Atau kemudian dilakukan pembayaran sistem non-tunai. Ini pernah digagas dan dilakukan oleh kader PDI Perjuangan yang jadi kepala daerah di Surabaya dan Jakarta.

Jadi para pengusaha, investor, dapat melihat pemerintah terbuka dan bisa bertanggungjawab, hingga mereka mau berinvestasi.

Apa hal yang ingin abang sampaikan dan harapannya untuk Pilkada Sumut? 

Sumut adalah cita-cita saya. Soal Pilgub adalah kewajiban kita bagi rakyat Sumut dan anak anak muda bagaimana tekhnologi sebuah keniscayaan, dengan itu jugalah kita bukan hanya maju, namun membuka peluang ekonomi masyarakat. Ayo jangan apatis, karena dalam memilih pemimpin kita harus melihat rekam jejaknya.(cr17/tribunmedan.com)

Berita Terkini