TRIBUN-MEDAN.COM - Harta kekayaan Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI, kembali menjadi sorotan setelah resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025.
Keputusan bebas bersyarat ini memicu perdebatan luas di tengah masyarakat, mengingat rekam jejak kasus korupsi e-KTP yang menjeratnya dan kerugian negara yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 2,3 triliun.
Selama menjalani masa hukuman, Novanto menerima berbagai keringanan, termasuk remisi sebanyak 28 bulan 15 hari dan pengurangan hukuman dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun melalui Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan Mahkamah Agung.
Ia juga aktif dalam program pembinaan di Lapas, menjadi motivator di klinik hukum serta berpartisipasi dalam kegiatan pertanian dan perkebunan.
Meski telah bebas, Novanto masih diwajibkan melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) sebulan sekali hingga tahun 2029. Status pembebasan bersyaratnya dapat dicabut jika ia terbukti melakukan pelanggaran. Hak politiknya untuk menduduki jabatan publik baru akan pulih pada tahun yang sama.
Namun, pembebasan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegiat antikorupsi.
Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, menyebut pembebasan Novanto sebagai "kado kemerdekaan yang menyakitkan" dan memperingatkan bahwa serangkaian keringanan yang diterima Novanto berpotensi menciptakan preseden buruk di mata publik.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak akan ikut campur dalam urusan pembebasan bersyarat, karena kewenangan mereka hanya sebatas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, KPK berencana berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menanyakan kelanjutan penanganan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Novanto. Kasus ini merupakan pengembangan dari skandal korupsi e-KTP dan telah ditangani oleh Bareskrim sejak 2018.
Di tengah kontroversi ini, rumah mewah Novanto di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, menjadi perhatian. Meski dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan petugas keamanan, keberadaan Novanto masih belum diketahui secara pasti. Beberapa warga sekitar dan petugas keamanan mengonfirmasi bahwa rumah tersebut memang milik Novanto, meski ada penjaga yang membantahnya.
Di sisi lain, anak Setya Novanto, Gavriel Putranto Novanto, juga menjadi sorotan karena menjabat sebagai anggota Komisi I DPR periode 2024-2029. Kehadiran patwal yang mengawal aktivitas keluarga Novanto di kawasan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa mereka masih menempati rumah tersebut.
Kontroversi pembebasan bersyarat Setya Novanto menjadi refleksi atas tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia. Di tengah upaya memperkuat integritas hukum, kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas harus tetap dijaga agar kepercayaan publik terhadap sistem hukum tidak luntur.
Rangkaian Kasus Setya Novanto
Korupsi Proyek e-KTP (2011–2013)
- Setya Novanto terbukti menerima 7,3 juta dolar AS dan sebuah jam tangan mewah Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS.
- Proyek e-KTP merugikan negara lebih dari Rp 2,3 triliun.