Citizen Repoter
Menerapkan Inisiatif Tata Kelola Global, Membangun Masa Depan Dunia yang Indah
Selama tujuh dekade, prinsip-prinsip ini telah diterima oleh negara-negara di seluruh dunia dan menjadi norma penting dalam hubungan internasional.
Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Medan Huang He
TRIBUN-MEDAN.com- Pada tahun 1953, Perdana Menteri Zhou Enlai mengusulkan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai, yang mencakup saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, tidak saling melakukan agresi, tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, kesetaraan dan saling menguntungkan, serta hidup berdampingan secara damai.
Selama tujuh dekade, prinsip-prinsip ini telah diterima oleh negara-negara di seluruh dunia dan menjadi norma penting dalam hubungan internasional.
Pada tahun 1955, Konferensi Bandung menganjurkan sepuluh prinsip untuk mendorong perdamaian dan kerja sama dunia, yang merupakan perluasan dan pengembangan dari Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai.
Komunike Shanghai antara Tiongkok dan Amerika Serikat pada tahun 1972 juga menyatakan: “Kedua belah pihak sepakat bahwa semua negara, terlepas dari sistem sosialnya, harus menangani hubungan di antara mereka berdasarkan prinsip-prinsip menghormati kedaulatan dan integritas wilayah masing-masing, tidak melakukan agresi terhadap negara lain, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, kesetaraan dan saling menguntungkan, serta hidup berdampingan secara damai.”
Saat ini, situasi dunia tengah mengalami perubahan besar, dan setiap negara sekali lagi berada di persimpangan jalan baru: di satu sisi terdapat keinginan rakyat akan kehidupan yang lebih baik, menandai pembangunan dan kesejahteraan; di sisi lain terdapat mentalitas perang dingin, hegemonisme, menandai perang dan kematian.
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah didirikan selama 80 tahun, namun PBB masih belum mampu membangun tatanan internasional yang adil dan rasional. Negara-negara berkembang yaitu “Global South” masih sangat kurang terwakili dalam sistem internasional.
Implementasi Agenda 2030 PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan masih sangat tertinggal. Isu-isu seperti perubahan iklim dan kesenjangan digital semakin dominan.
Tata kelola bidang-bidang baru seperti kecerdasan buatan, dunia maya, dan antariksa perlu segera ditingkatkan.
Sejak tahun 2021, Presiden Tiongkok Xi Jinping berturut-turut mengusulkan Inisiatif Pembangunan Global, Inisiatif Keamanan Global, dan Inisiatif Peradaban Global, yang menyumbangkan kebijaksanaan Tiongkok untuk memecahkan masalah dan tantangan global.
Pada September 2025, Presiden Xi Jinping mengusulkan Inisiatif Tata Kelola Global pada konferensi “Organisasi Kerjasama Shanghai+ (SCO+)”, yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan dan memperkuat posisi dominan PBB, meningkatkan tata kelola global melalui reformasi, dan membangun sistem tata kelola global yang lebih adil dan rasional. Pemerintah Tiongkok kemudian menerbitkan Makalah Konsep tentang Inisiatif Tata Kelola Global (Concept Paper on the Global Governance Initiative).
Inisiatif Tata Kelola Global berpusat pada “menjunjung tinggi prinsip kesetaraan kedaulatan, menaati aturan hukum internasional, mempraktikkan multilateralisme, berpusat pada rakyat, berorientasi pada tindakan” sebagai konsep intinya, serta mengusulkan solusi sistematis untuk tiga defisit utama dalam tatanan internasional, yaitu: representasi, kewenangan dan efektivitas.
Kesetaraan kedaulatan semua negara, terlepas dari ukuran, kekuatan, kemiskinan ataupun kekayaan, merupakan premis dasar tata kelola global.
Bertindak sesuai hukum internasional dan menolak standar ganda merupakan prinsip-prinsip penting bagi tata kelola global.
Multilateralisme dan partisipasi bersama adalah satu-satunya jalan menuju tata kelola global.
Mengutamakan rakyat dan melayani rakyat dari semua negara merupakan orientasi nilai tata kelola global.
Berorientasi pada tindakan dan berpusat pada efektivitas adalah tujuan fundamental tata kelola global.
Tiongkok berharap melalui penerapan Inisiatif Tata Kekola Global, dapat meningkatkan hak bersuara dan tingkat pertisipasi negara-negara “Global South”, menjaga otoritas sistem internasional dengan PBB sebagai intinya, mendorong demokratisasi hubungan internasional, dan menjadikan tata kelola global lebih seimbang dan inklusif.
Inisiatif Pembangunan Global, Inisiatif Keamanan Global, Inisiatif Peradaban Global, dan Inisiatif Tata Kelola Global masing-masing memiliki fokusnya sendiri dan saling melengkapi, serta memberikan jaminan dalam kerja sama, membangun jembatan untuk komunikasi, memperjelas arah untuk pembangunan sistem, dan menambahkan stabilitas serta kepastian bagi dunia.
Tiongkok dan Indonesia merupakan negara yang penting dalam “Global South”.
Di tengah perubahan besar yang belum pernah terlihat selama satu abad ini, negara-negara di seluruh dunia, termasuk Tiongkok dan Indonesia, hanya dapat menghadapi tantangan zaman dengan cara bekerja sama.
Ada peribahasa Indonesia yang menyebutkan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Saya sepenuhnya sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB bahwa: “‘Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka tanggung.’ Kita harus menolak doktrin ini.
Kita harus memperjuangkan tatanan multilateral di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, melainkan hak semua orang.”
Tiongkok bersedia bekerja sama dengan Indonesia dan semua mitra yang memiliki pemikiran yang sama dalam mendorong pembangunan sistem tata kelola global yang lebih adil dan rasional, bersama-sama membangun dunia yang damai abadi, aman secara universal, makmur dan sejahtera bersama, terbuka dan inklusif, serta bersih dan indah.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.