Berita Internasional

Pria Ceraikan Istri saat Mabuk, Kini Menyesal Memohon agar Istri Kembali usai Kesulitan Urus 7 Anak

Kisah seorang pria baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah dirinya membagikan kisah rumah tangganya.

TRIBUN MEDAN/ISTIMEWA
ISTRI DICERAIAKAN - Ilustrasi pria menyesal. Pria menyesal setelah menceraikan istrinya, kini kesulitan mengurus tujuh anak dan orang tua. 

Berdasarkan penuturan dari lingkungan sekitar, selama 15 tahun menikah, sang istri bukan hanya melahirkan tujuh anak, tetapi juga ikut bekerja mencari nafkah. Sejak kelahiran anak pertama hingga anak ketujuh, hidupnya terus berada dalam lingkaran kehamilan, melahirkan, dan menyusui tanpa jeda.

Dalam keseharian, Li memperlakukan istrinya seperti alat serba guna. Saat dibutuhkan bekerja di luar rumah, ia harus bekerja.

Ketika diminta membantu di restoran keluarga, ia harus berhenti dari pekerjaannya. Namun, semua pekerjaan rumah dan pengasuhan anak tetap menjadi tanggung jawab sang istri seorang diri.

Ironisnya, Li tidak pernah benar-benar menghargai perjuangan dan pengorbanan istrinya. Baru setelah sang istri pergi, ia mulai menyadari beratnya beban yang selama ini dipikul istrinya sendirian. Kisah ini menjadi cerminan bahwa banyak orang baru mengerti arti pasangan setelah kehilangan.

Kasus ini juga memunculkan perdebatan di kalangan warganet mengenai makna sejati sebuah pernikahan. Pernikahan bukanlah kontrak yang mengikat dua orang dalam kewajiban semata, melainkan perjalanan hidup bersama untuk saling memahami dan menghargai.

Ketika hubungan hanya berisi pemberian sepihak sementara pihak lain hanya menerima tanpa memberi, maka cinta akan berubah menjadi beban.

Menurut warganet, esensi pernikahan terletak pada kesetaraan dan saling menghormati. Keharmonisan tidak lahir dari kata-kata manis, melainkan dari tindakan kecil sehari-hari, seperti berbagi pekerjaan rumah, membesarkan anak bersama, menanggung beban ekonomi, serta saling menopang secara emosional.

Jika kedua belah pihak berjuang bersama, seberat apa pun kehidupan, mereka akan tetap merasa dicintai dan dihargai.

Namun, jika salah satu pihak menganggap bahwa tanggung jawab keluarga sepenuhnya berada di pundak pasangannya, maka itu bukan lagi pernikahan, melainkan bentuk eksploitasi emosional yang dibungkus dengan label cinta.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved